Hubungan dua manusia ini bukan cinta biasa itu tarik ulur antara kendali dan ketakutan, antara luka dan kenyamanan.
Ketika rahasia masa lalu, tekanan keluarga, dan luka-luka tersembunyi mulai terkuak, keduanya terjebak dalam hubungan yang tak jelas...
Jangan lupa apresiasinya ya, semuanya. Bantu vote dan jangan lupa coment kalau bisa di setiap paragraf biar aku seneng hehe
Kalian harus tau, kemarin malam aku revisi bab ini dari kisaran jam sepuluh selesai jam lima pagi, itupun belum sepenuhnya. Wihh apa ga menyala kepalaku😵💆
Kalau ada typo atau yang lainya tolong kasih tau ya
__________😙❤️___________
Terkadang, yang membuat hati luluh bukan kata maaf… tapi usaha diam-diam yang menunjukkan betapa berharganya kita di matanya.
Viona Rayiner Adaratama
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Malam yang tenang ini Viona memilih selonjoran santai di sofa, dibalut selimut tipis, tangan kiri memegang remote dan tangan kanan sibuk nyomot camilan pedas dari toples. Di layar TV, drama Korea favoritnya sedang menampilkan adegan mellow—musik latar sendu, lampu temaram, dan oppa tampan yang lagi nangis. Sempurna.
Ponselnya yang tergeletak di meja getar sekali. Ia melirik malas.
Orang sinting Yang, dinner yuk.
Viona mendengus pelan. "Dih, yang yang yang… dikira gue kuyang apa!"
Belum sempat mengetik balasan, ponselnya bergetar lagi.
Orang sinting Siap-siap. Bentar lagi gue nyampe rumah kita langsung otw
Mata Viona langsung melebar.
"Lah?! GILA! Yang bener aja masa kayak gitu." Protesnya tapi tetap saja ia buru-buru siap-siap. Remote dilempar ke sofa, snack hampir tumpah.
Dengan kecepatan dewa, dia berlari ke kamar. Mode makeup kilat aktif. Foundation ditap-tap, eyeliner ditarik presisi, parfum disemprot tiga kali, lip tint ditotol dengan harapan terlihat effortless padahal jelas-jelas full effort. Dress semi-formal warna hitam langsung ia pakai sangat cocok untuk kulitnya yang putih karna ia juga kurang suka dengan warna yang mencolok. Rambut ia biarkan tergerai dan di tata rapi. High heels standby.
"Ya masa diajak dinner tampil kayak baru bangun tidur? Nggak mungkin dong," gumamnya sambil bercermin. "Perfect," ucapnya bangga dengan hasil yang bisa di bilang secepat kilat.
Tak lama kemudian, suara klakson mobil terdengar dari depan rumah. Viona keluar dengan percaya diri.
Revan menatap Viona dengan takjub. Memang tak bisa disangkal—dari sudut manapun, perempuan itu selalu tampak cantik. Sayangnya, cantiknya sebanding dengan betapa mudahnya ia mengamuk jika berhadapan dengan dirinya.