Dia

4 4 1
                                    

     Dia adalah Bumi Arkatama. Remaja lelaki dengan wajah yang bisa dikatakan cukup tampan dengan alis tebal dan bulumata yang lentik dengan bola mata berwarna hazel seperti milik ayahnya. Hidungnya cukup mancung, membuat banyak orang iri karena orang asia rata rata memiliki hidung yang minimalis

     Jangan kalian kira bahwa sosok Bumi adalah lelaki tampan dengan sifat dingin bermuka datar tanpa ekspresi. Bumi adalah lelaki dengan senyum yang selalu terpatri di wajahnya dan tatapan mata yang meneduhkan. Dia cukup terkenal di sekolahnya karena sikapnya yang lembut dan juga murah senyum ke semua orang. Nilainya yang juga  selalu bagus membuatnya menjadi kesayangan para guru.

     Awalnya Bumi kaget sekali karena melihat gadis yang dilihatnya tempo hari berada di sekolah ini. Ternyata selama ini mereka satu sekolah. Dia kira itu adalah saat pertama sekaligus pertemuan terakhirnya dengan sang gadis. Tak disangka kalau dunia itu hanya selebar daun kelor yang membuatnya dapat bertemu lagi dengan dia.

     Tatapan mata Bumi jatuh ke seorang gadis yang sedang menolong seekor anak kucing yang jatuh ke selokan depan laboratorium. Terlihat gadis itu membersihkan si kucing dengan tissu basah sambil mengomeli kucing kecil itu, walaupun harusnya gadis itu tau kalau si kucing tak akan membalas omelan gadis itu.

     Hanya dengan melihat hal itu mampu membuatnya tersenyum dengan suatu rasa yang menggelitik di perutnya. Rasanya aneh karena dia belum pernah merasakan perasaan ini, namun dia tak ingin menghilangkan perasaan aneh ini karena perasaan ini membuatnya merasa bahagia.

     Dia gadis yang sama yang dia temui di halte seminggu yang lalu. sejak saat itu dia mulai memperhatikan gadis itu secara diam diam. Gadis itu mampu meledakkan euforia di dalam dirinya hanya karena senyumnya.

     Bumi tak ingin mendekatinya, karena sesungguhnya dia tidak memiliki pengalaman dalam percintaan. Bumi hanya ingin tau nama sosok gadis itu, gadis yang telah mencuri perhatiannya pada pertemuan pertama. Namun, apakah itu bisa di sebut pertemuan jika hanya Bumi yang melihat gadis itu dan gadis itupun tak mengetahui kalau ada yang menatapnya dengan tatapan kagum dengan jarak yang sebenarnya tidak terlalu jauh.

      Saat ini adalah waktu istirahat, yang mana kantin akan selalu penuh sesak dengan siswa yang ingin segera menyantap makanan setelah otaknya bekerja menyerap materi yang dijelaskan oleh guru. Gadis itu berada di sana, di ujung kantin, sedang duduk bersama kedua temannya sembari menyantap makanannya. Nampak gadis itu makan dengan sangat khidmat, tak memperdulikan kedua temannya yang berbincang dengan muka yang cukup julid. Biasalah, bergosip ria.

     Bumi memperhatikan sesosok itu dari sisi lain kantin. Tanpa sadar bibirnya menyunggingkan senyuman melihat gadis itu makan dengan lucunya. pipinya menggembung lucu saat ia mengunyah makanan. Ingin rasanya Bumi datang ke sana dan mencubit pipi yang lucu itu namun dirinya sadar kalau dia hanyalah orang asing bagi dia. Kelima temannya yang berada di meja yang sama dengan Bumi pun menatap aneh padanya, karena Bumi terus melihat satu titik secara terus menerus dengan bibir yang melengkungkan senyuman. Salah satu temannya yang bernama Chandra pun menepuk bahu Bumi

"oi bum gedebum, ngapain lo senyum senyum mulu" ucapnya.

"tau, ga pegel apa pipi lo senyum mulu. gue yang lihat aja rasanya pegel" tambah Arkan . Bumi pun yang asyik dengan kegiatannya menatap seseorang di ujung sana pun tidak menggubris teman temannya.

"wah ga beres nih orang" sambung daniel. Semuanya kompak mengikuti arah tatapan mata milik Bumi.

"oalah bangke, ngelihatin si Tari lo ternyata. Cie lagi kasmaran nih kawan kita satu ini" Chandra mengumpat sambil meledeki Bumi yang ternyata ketahuan memandangi sesosok gadis terus menerus.

"hush, gaboleh ngomong kasar Chandra" tegur si Fathur

"hah, siapa namanya tadi" tanya Bumi bingung, bagaimana temannya bisa tahu nama gadis itu sedangkan dirinya tidak tau sama sekali tentang si dia

Pelukan BumiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang