Seven

242 62 0
                                    

Sejak hari di mana Zoro menciumnya, Sanji tidak lagi melihat Zoro berada di rumahnya. Laki-laki itu benar-benar pergi setelah Sanji mengusirnya.

Zoro tidak membawa apapun selain pakaian yang ia kenakan, Sanji sedikit khawatir. Apa yang Zoro lakukan di luar sana? Salju sudah turun lebat sedari kemarin. Dan Zoro tidak membawa jaketnya sama sekali.

Ia menyentuh bagian bibirnya yang terluka akibat Zoro, keadaan bibirnya sudah tidak seperih kemarin. Tapi tetap saja masih terasa sakit apabila ditekan! Ia jadi kembali mengingat bagaimana ganasnya Zoro mencium dirinya hingga perbuatannya menyisakan bekas seperti ini.

"Hah? Apa yang aku lakukan?" Sanji menggelengkan kepalanya kuat.

"Kenapa aku memikirkannya? Kenapa aku mengingat kejadian itu?"

"Ah ayolah lupakan! Dia itu laki-laki tau!" Monolognya pada diri sendiri.

Sejak Zoro pergi, Sanji kini kesepian. Tidak ada lagi yang mendengarkan dirinya berceloteh.

Sanji menghisap rokoknya yang hanya tinggal separuh, ia menatap atap rumah dengan serius. Padahal, baru beberapa hari ia bersama dengan Zoro, tapi ditinggal seperti ini sudah membuat Sanji merasa kehilangan laki-laki berambut hijau lumut itu.

***

Sudah lima hari lamanya Zoro pergi dari rumah Sanji, baru lima hari padahal. Tapi Sanji merasa benar-benar kesepian tanpa ada Zoro di sekitarnya.

Ini sudah tanggal dua puluh lima Desember, ia tidak menyiapkan apa-apa selain pohon natal dan juga beberapa kue jahe. Karena ia yakin tidak akan ada yang berkunjung ke rumahnya, lagi pula malam nanti ia akan berkunjung ke rumah kekasihnya.

Jadi Sanji berpikir untuk apa ia menyiapkan banyak makanan.

Setelah beribadah di gereja yang dekat dengan rumah, Sanji memutuskan untuk segera pulang ke rumahnya. Ia membuat secangkir kopi panas, dan duduk di depan tungku api.

Musim salju memang tidak main-main, dinginnya mencapai ke tulang. Tapi hal itu bukanlah menjadi suatu masalah yang besar, terlebih hari ini adalah natal. Hari yang istimewa untuk semua orang, dan juga untuk Sanji, mungkin.

Sanji tidak melakukan apa-apa selain menunggu malam datang, ia sudah menyiapkan sesuatu yang ia butuhkan untuk menuju rumah kekasihnya yaitu Pudding. Beberapa hampers untuk calon mertuanya dan juga keluarga Pudding, serta tidak lupa membawa cincin untuk melamar Pudding.

Semuanya sudah siap, kini ia hanya menunggu malam. Sembari menghisap kopinya, Sanji juga tak henti-hentinya menengok sesuatu ke jendela yang jaraknya hanya beberapa senti dari tempat ia duduk di depan tungku api.

Seolah tengah menunggu sesuatu yang datang, padahal ia tau betul bahwa sesuatu yang ia harapkan itu tidak akan pernah kembali ke rumahnya lagi.

Malam telah tiba, Sanji telah siap menuju rumah Pudding. Ia mengenakan kemeja dan jas hitam kebanggaannya, ditambah dengan dasi kuning yang melingkar di leher Sanji, menambah kesan mempesona dari si pemakai.

Sanji sudah menyiapkan barang bawaan di mobil miliknya, ia kini hanya perlu mengendarai mobilnya saja. Sebelum benar-benar pergi, Sanji menatap rumahnya sekilas. Ia masih mengharapkan sesuatu datang. Kemudian sekilas ide muncul di kepalanya.

Ia meletakkan kunci rumahnya di dekat pot bunga. Berharap jika sesuatu itu datang, ia bisa langsung masuk ke dalam dan menghangatkan tubuhnya.

Karena sebelumnya Sanji pernah mengatakan hal seperti ini; "Saat aku tidak ada di rumah, kemungkinan aku meletakkan kunci rumahku di depan pintu atau di pot bunga. Jadi, saat tengah berada di luar dan tidak menemukanku sama sekali di rumah, kau hanya perlu mencari kunci itu."

Sanji harap sesuatu itu dapat mengingatnya.

Dengan semangat ia melangkahkan kakinya menuju rumah Pudding, ia sengaja memarkirkan mobilnya sedikit jauh dari tempat Pudding tinggal. Ia ingin memberinya kejutan, Sanji juga ingin tau bagaimana reaksi Pudding yang melihat Sanji memberinya kejutan lamaran kali ini.

"Ah sial, apa dia benar akan datang?"

Sanji yang akan mengetuk pintu rumah Pudding langsung mengurungkan niatnya.

"Memangnya ada apa Pudding?"

"Sanji—"

Deg.

"Laki-laki itu memaksa untuk datang kemari. Dia juga mengatakan bahwa akan memberi kejutan untukku dan juga untuk mama! Memangnya apa yang akan ia berikan? Ia hanya sebatang kara, memangnya apa yang dia punya selain toko kue jelek itu?!"

"Padahal aku menerima kencannya hanya karena kasihan melihat dia yang terus-terusan mengemis seperti itu! Tapi semakin lama dia semakin tidak sadar diri ya!"

"Lalu apa yang akan kau lakukan seterusnya, Pudding?"

"Ah, entahlah aku saja bingung, aku ingin segera mengakhiri hubungan ini! Pantas saja Nami mantannya itu lebih memilih temannya, memang dianya saja yang menyedihkan."

Sakit.

Begitu yang Sanji rasakan. Ia tidak ingin percaya dengan pendengarannya, tapi tentu saja ia harus yakin bahwa yang ia dengar itu sebuah kebenaran.

Kebenaran tentang kekasihnya yang tidak menyukainya, kebenaran tentang kekasihnya yang menerima Sanji hanya sebuah rasa kasihan. Kebenaran yang menyakitkan. Sanji pikir natal kali ini akan menyenangkan sesuai harapannya dulu.

Nyatanya, Natal kali ini lebih sakit dari Natal yang sebelumnya. Ditinggal pergi oleh Zoro, mendengar kenyataan yang tidak mengenakan dari kekasihnya.

Kenapa Tuhan bisa setega ini dengannya, ya? Sanji terduduk lesu di teras rumah Pudding. Ia tertawa miris meratapi hidupnya yang demikian.

Selanjutnya, apa lagi yang terjadi ya kira-kira?

Cerita di Penghujung Tahun✓Where stories live. Discover now