16. Fakta Baru (2)

207K 17.6K 669
                                    

Waktu menunjukkan pukul 10.10 WIB saat Tatiana mengetuk pintu ruangan Adi.

"Selamat pagi pak, ada surat dari pengadilan untuk sidang kedua Anda dan Ibu Kanesa."

Wajah Tatiana nampak merasa bersalah.

Adi menatap Tatiana dengan pandangan kosong, entah sudah berapa hari laki-laki itu tidak tidur dengan benar, ah dia ingat. Itu saat pertama kali Nesa mengajaknya untuk bercerai.

Tatiana maju beberapa langkah dan meletakan amplop coklat itu di atas meja kerja sang bos.

"Maafkan saya Pak, saya sudah menjelaskan tapi Ibu Kanesa sama sekali tidak ingin mendengarkan."

"Sudah Tatiana, tidak apa-apa, sekarang kamu bisa keluar dari ruangan saya."

Adi berucap sembari kembali fokus pada pekerjaannya, sebenarnya dia tidak berniat berbicara sedatar itu pada Tatiana. Namun keadaan sedang tidak memungkinkan untuk dia sekadar bercanda dengan perempuan itu. Tatiana sudah bekerja dengannya bahkan jauh sebelum Adi mengajak Nesa berpacaran. Adi dan Tatiana tumbuh bersama sejak kecil dan dia sangat mengenal perempuan itu.

Perceraiannya bersama Nesa di usia pernikahan yang masih sangat muda menyeret nama sahabat perempuannya itu. Adi tidak pernah mengira bahwa kedekatannya bersama Tatiana akan menciptakan curiga dari Nesa sang istri. Sebelum menikah dia selalu menjelaskan bahwa dia dan Tatiana hanyalah sepasangan sahabat. Meskipun sejak perceraian Tatiana bersama suaminya membuat Adi selalu ingin melindungi Tatiana sebagai seorang sahabat.

Akan tetapi kedekatan itu malah memunculkan benih cemburu pada istrinya hingga menuduhnya berselingkuh. Sejujurnya Adi merasa sangat sakit hati, Nesa tidak mempercayainya. Selingkuh? berpikir tentang hal itu saja tidak pernah dia lakukan.

Setelah kepergian Tatiana dari ruangannya, Adi merobek amplop coklat itu tanpa melihat isi di dalamnya. Sesaat kemudian dia mengambil ponsel dan menelpon seseorang.

"Berapapun akan saya bayar yang penting kamu buat pengacaranya tidak datang ke persidangan dan buat dia bungkam serta berada di pihak kita. Juga buatkan sebuah surat hasil sidang palsu dan kirim ke keluarga mereka. Jangan biarkan ada yang tahu bahwa saya dan istri saya tidak benar-benar bercerai."

Setelah berucap demikian Adi mematikan sambungan telpon itu, lelaki itu berdiri dari duduknya dan berbalik menatap jalanan kota Jakarta yang sepertinya tidak terlalu macet dengan sudut bibir yang mengembang.

Dia tidak takut dipenjara namun yang lebih menakutkan menurutnya adalah melepaskan Kanesa Alfira. Dia tidak akan pernah bisa melihat istrinya bersanding dengan laki-laki lain. Adi tidak ingin perceraian terjadi hanya karena salah paham.

"Kamu udah gila Mas," teriakku menggebu setelah mendengar cerita Mas Adi.

Tidak Habis pikir aku dengan apa yang lelaki itu lakukan, dia memalsukan dokumen perceraian kami.

"Nesa, jangan berteriak di depan suamimu," ucap Papa sembari mengingatkan.

Suami? Astaga dunia ini pasti sudah gila.
Aku bahkan tidak terpikir bahwa Mas Adi akan melakukan hal semacam ini, ah atau aku yang memang lupa sekaya apa keluarga Tano hingga dengan berani dapat melakukan kejahatan semacam ini.

"Aku bisa tuntut kamu lho Mas? Kamu pikir aku nggak berani?" tanyaku dengan senyum miring.

"Nggak usah main tuntut-tuntut gitu Nes. Kamu lagi hamil bukan busung lapar," selah Mama.

Sejak kapan aku berpikir kalau aku busung lapar? Ya, dari awal aku tahu aku hamil tapi aku tidak ingin kembali pada laki-laki yang sudah sering membohongiku. Bukan tidak mungkin di kemudian hari dia tidak akan membohongiku lagi kan?

"Mama lupa, Mas Adi selingkuh sama Tatiana," ucapku mengingatkan jika saja kedua orang tuaku hendak berpihak pada Mas Adi.

"Ah iya, apakah perselingkuhan itu benar adanya Adi? Selama ini Papa tidak bertanya dengan benar sama kamu.

Aku mendengus mendengar pertanyaan yang dilontarkan Papa. Bisa-bisanya kedua orang tuaku sama sekali tidak berpihak padaku.

"Nggak pa. Adi nggak pernah selingkuh. Fira aja yang nggak pernah mau dengar penjelasanku."

"Penjelasan? Kenapa aku harus mendengar penjelasan kamu Mas, sementara aku menyaksikan sendiri."

Rasanya aku ingin tertawa terbahak-bahak sekarang.

"Jadi pa, saat itu-"

"Nggak, Nggak usah ngarang cerita Mas."

"Diam kamu Nesa, Apa pernah Papa ngajarin kamu bicara sekasar itu pada suami kamu?"

Aku diam. Aku tidak bisa membantah ucapan Papa karena aku tahu cara bicaraku dengan Mas Adi memang sekasar itu.

"Lanjutkan Adi, Semuanya harus jelas hari ini."

Beberapa bulan sebelum perceraian...

Nesa menutup matanya rapat-rapat sembari mengenggam erat alat tes kehamilan di tangannya. Pernikahannya bersama Adi sudah berlangsung selama 2 tahun lebih namun sampai saat ini dia masih juga belum diberi momongan. Mereka sudah beberapa kali berkonsultasi dengan dokter kandungan dan semuanya sehat baik dia maupun Adi, hanya saja memang mereka belum diberi kesempatan dari Tuhan untuk menimang seorang anak.

Setelah beberapa saat perempuan itu membuka mata dan matanya menatap penuh kecewa hasil yang tertera pada alat dalam genggamannya.
Sebenarnya dia sudah mempersiapkan diri, namun rasa kecewa itu tetap ada. Nesa tahu bahwa suaminya, Refaldi Tano, tidak akan menuntut atau pun memaksa, dia tahu bagaimana Mas Adi begitu mencintainya. Akan tetapi beberapa kerabat jauh Mas Adi beberapa kali menyinggung masalah momongan ketika mereka berkunjung di rumah.
Perempuan itu kemudian keluar dari toilet karyawan setelah membukus alat tes kehamilan dengan beberapa tisu dan membuangnya ke tempat sampah. Nesa melangkah hendak menuju ke ruangan Adi untuk berbagi rasa kecewanya.
Sementara itu di ruangan Adi, Tatiana sedang menangis sesegukan.

"Kalau aku mau temuin Dean aku harus ngasih uang 1 milliar ke dia, Di. Dia udah gila. Aku bisa aja minjam ke keluarga kamu namun aku nggak bisa jamin pertemuan berikutnya dia nggak minta lagi."

Adi menghampiri perempuan itu dan memeluknya. Adi tahu Tatiana adalah perempuan yang kuat namun melihatnya rapuh seperti ini rasanya dia ingin marah dan memukuli mantan suami sahabatnya itu.

Kalau hanya berdua seperti ini Adi selalu mengatakan agar Tatiana memanggil namanya saja tanpa embel-embel Pak. Ayah Tatiana dulu bekerja di keluarga Tano selama 20 tahun maka itulah Adi dan Tatiana bersahabat. Itulah kenapa Adi sudah menganggap Tatiana sebagai adiknya.

"Kita akan cari cara untuk mendapatkan anak itu, kamu tenang aja. Aku selalu ada buat kamu."

Adi mengeratkan pelukannya menyalurkan kehangatan pada perempuan yang sudah seperti adik perempuannya. Hal itu juga akan dia lakukan pada Gisha jika adik kandungnya mengalami hal seperti Tatiana.

"Mas."

Adi tersentak dan melepaskan pelukan bersama Tatiana lalu menoleh ke arah pintu masuk ruangannya di sana ada Nesa yang berdiri dengan air mata yang membanjir.

Apa yang terjadi dengan istri kecilnya itu?

"Cara apa Mas? Cara kamu untuk menyikirkankan aku dan bisa bersama Tatiana? Anak? Anak siapa? Ah karena aku nggak bisa ngasih kamu anak kamu malah selingkuh seperti ini?"

Adi langsung melotot mendengar pertanyaan dari istrinya. Sepertinya Nesa salah paham.

"Enggak Fir, kamu salah paham."

"Aku udah banyak kali aku pergoki kalian dengan posisi pelukan seperti ini, awalnya kupikir itu wajar karena kalian sahabatan."

Nesa tertawa sumbang.

"Ternyata aku salah. Kalau kamu emang udah nggak cinta sama aku, ngomong Mas!"

"Fira, sayang kamu salah paham."

"Enggak lagi Mas. Aku pengen berhenti."

"Enggak ya Fira."

"Aku mau cerai Mas."

"Enggak!"

Mas AdiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang