02.

6 0 0
                                    

Terbiasa melakukan apapun demi orang lain walaupun itu menyakiti diri sendiri.
(Meghan E. Dvante)

***
Aku berdiri di depan lapangan tepat di samping OSIS pendamping MPLS. Mereka menatapku datar. Aku tahu mereka jengkel dengan apa yang aku lakukan tadi.

"Sampai kapan gue disuruh berdiri di sini?laper gue, lelet bener!"ucapku.  Tatapan tajam berpusat ke arahku.

"Kenapa kalian menatap gue tajam?gue salah?heran gue, gue beropini selalu salah di mata OSIS yang di hormati sejagat raya."ucapku.

"Alasan kamu teriak tadi kenapa?saya sebagai wakil ketua OSIS merasa terganggu dengan kamu. Bisa tidak meluangkan waktu sedikit untuk menghargai orang yang berbicara di depan?"tanyanya. Aku tersenyum kecut.

"Haha ... apa yang lo bilang tadi?menghargai?lo juga gak menghargai peserta yang kepanasan di lapangan, wajar dong gue teriak. Lo nya aja ditempat dingin kek gini. Kalau lo mau mengatur apapaun ngaca dulu, mereka diam bukan berarti mereka terima dengan apa yang lo lakuin dengan alasan mereka junior sedangkan lo senior!"jawabku.

Ctak!!

Sebuah botol plastik mengenai kepalaku. Aku memegang kepalaku di kala botol tersebut jatuh di bawahku. "Sialan!"umpatku. Aku melihat kearah botol plastik itu terlempar. Emosiku sudah di ubun-ubun ketika segerombolan cowok dengan jas OSIS yang melekat di tubuhnya berjalan gagah dan dingin memasuki lapangan.

"Ketua OSIS datang."

"Mampus lo."

"Serem banget."

"Botol siapa itu?"

"Berani ya melemparkan botol ke cewek depan itu."

Itulah bisikan peserta di tengah lapangan. "Kayak asing banget, kayaknya gue kenal siapa orang itu."batinku sambil melihat mereka jalan melewati diriku.

"Semuanya diam!"

suara tegas dan keras menggema di seluruh lapangan. "Gue hitung sampai tiga, seluruh peserta MPLS harus meninggalkan lapangan,kecuali yang berada di depan, bisa dimengerti?!

"Siap bisa."jawab mereka serentak.

Aku melototkan mataku,"Apa-apaan ini!"ucapku tidak terima. Seluruh peserta MPLS berhamburan meninggalkan lapangan ketika suara hitungan mulai terdengar. Aku mendengus kesal melihat itu. Apa mereka tidak tahu kalau aku itu lapar?!!

Tatapan datar dari manik matanya terlihat sangatlah jelas, tubuh jangkung sedikit berotot tercetak jelas. Rambut panjang yang dikuncir membuat dirinya terlihat cool,bibir merah jambu,rahang tegas semakin membuat aura pesonanya terlihat. Bragidja Calvo Vanorgaz nama begitu jelas di jas yang dikenakan.

"Lari lapangan 5 kali!"perintahnya.

"Cik ... apa-apaan?!gak mau gue!apa salah gue?"

"10 kali!"

"Gue laper sialan!"

"15 kali."

Aku mengepalkan tanganku, aku benci dia. Mau tidak mau aku harus melakukan apa yang diperintahkan, jika aku terus membantahnya putaran lari akan dinaikan 2 kali lipat. Aku menatapnya sengit.

"Bajingan!"umpatku padanya.

***

"Vo lo gak kasihan sama cewe itu?apa gak berat itu terlalu hukumannya?gue lihat  mukanya pucat,lo tahukan?cewek itu yang lo bonceng waktu berangkat sekolah." kata Bijar.

Pandangan Calvo berfokus pada cewe yang sedari tadi berlari mengitari lapangan disertai sinar terik matahari. "Vo lo denger gue kan?"tanya Bijar. Calvo hanya diam, lalu meninggalkan Bijar dengan segala pertanyaan yang dilontarkan. Bijar hanya menggelengkan kepala melihat sikap dingin Calvo.

Aku terus melaksanakan hukuman yang diberikan oleh ketua OSIS sialan itu, siapa lagi kalau bukan Calvo. Kepalaku sangat pusing ditambah perut perih serta rasa lapar yang membuatku semakin lemas. Aku berhenti sejenak, sinar matahari begitu terik. Aku mencoba untuk tetap berlari namun gagal pandanganku mulai kabur, aku tidak tahan akhirnya aku memejamkan mataku erat-erat.

Aku membuka mataku pelan. Aku sedikit kesusahan menyesuaikan cahaya yang begitu terang ditambah suhu yang begitu dingin. Aku menoleh ke kanan dan ke kiri, namun tidak ada seorang pun di sini.

"Buset ini gue dimana?bukannya tadi gue di lapangan?"batinku. Aku mencoba mengingat kembali yang telah terjadi kepadaku. Pingsan. Satu kata yang menjawab semuanya.  Aku menyibakkan selimut, lalu pergi dari ruangan tersebut.

***
"VANTEEEE!"panggilnya.

Aku berjalan ke sumber suara itu. Aku duduk tepat di depannya. Tanpa permisi aku meminum teh miliknya.

"VANTEE KENAPA LO HABISIN MINUMAN MOZA?!" pekik Moza.

"Haus."

"Iya kan lo bisa pesan sendiri Vanteee!"

"Berbagi itu indah."

Aku berdiri dari kursi yang aku tempati meninggalkan Moza yang kesal karena aku menghabiskan es teh miliknya.

"Noh gue beli kan, baik kan gue," ucapku. Membawa dua gelas es teh dan satu piring mie goreng. 

"Gak, lo baik kalau ada maunya."jawab ketus Moza.

"Ya bodo amat, gue mau makan. Laper."

Aku memakan mie goreng kesukaanku dengan lahap.

"Btw kak Bijar kok mau ya gendong lo? padahal lo kan berat."

"Hah? maksud lo?sejak kapan gue di gendong Bijar?Bijar siapa?"tanyaku santai.

"Sekretaris OSIS."

Aku menganggukkan kepalaku. Aku melanjutkan makan tanpa pusing memikirkan siapa itu "Bijar"

"Mohon perhatian diharapkan semua peserta MPLS berkumpul diruang aula sekarang juga, hitungan 1-10."

"Bangsat!"

***

hayyie happy reading



Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 26 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

MEGHAN D'VANTETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang