"mana ketua PMR?"
Pintu UKS tiba-tiba terbuka lebar, memperlihatkan sosok laki-laki tinggi yang berdiri sendirian di sana. Upacara bendera baru saja selesai, dan aku sebagai ketua PMR sedang sibuk membereskan peralatan kesehatan bersama anggota yang lain.
"saya ketuanya kak, kenapa?" tanyaku sambil menghampirinya.
Pandangan Kak Chenle yang tadinya sibuk menyusuri ruang UKS, sekarang tertuju padaku yang sedang berjalan ke arahnya. "gue gak mau basa-basi, dengerin baik-baik apa yang gue omongin." aku mengangguk tanda mengerti.
"gue sebagai kapten basket, butuh tiga anggota PMR untuk stand by setiap kali kita latihan, sampai kita tanding dua minggu lagi. Dan gue minta lo juga ikut, sisanya terserah lo mau pilih siapa."
Aku yang mendengar tuturan kakak kelasku ini tentu saja terkejut. Bagaimana bisa tim basket kebanggan sekolah tiba-tiba ingin tim PMR terlibat dalam pertandingannya? Padahal, sebelumnya tidak pernah terjadi.
"kok seenaknya sih, kak? Tim basket kalo latihan setiap hari, kami anggota PMR juga ada kesibukan." jujur, aku sebagai ketua PMR sangat sibuk karna memiliki banyak kegiatan. Apa lagi aku tidak terlalu suka dengan kerumunan dan juga suasana yang berisik. Itu sangat mengganggu.
"sayangnya, lo gak bisa nolak. Gue udah izin sama guru pendamping kalian dan mulai besok, tugas lo dimulai. Bye pendek!" apa-apaan itu tadi? Kak Chenle langsung pergi setelah memperlihatkan wajahnya yang sangat menyebalkan.
Aku sangat membencinya dan bertekad, aku tidak akan mudah percaya dengan omongannya. Mengingat mukanya yang menjengkelkan tadi, membuat aku geram dan moodku langsungturun drastis. Huh, semoga tugas baruku ini tidak menyusahkan.
"oper sini woy!" teriakan dan suara decitan sepatu di lapangan basket ini sangat menggangguku.
Setiap sore, aku dan kedua temanku harus menemani tim basket latihan di sekolah. Kami ditugaskan untuk memantau dan siap sedia membawa alat medis, berjaga-jaga jika ada yang terluka nantinya.
Ini sangat membosankan, aku sedari tadi hanya memainkan botol minumku sambil memantau mereka bermain. Lima belas menit kemudian, latihan selesai. Waktu untuk pulang akhirnya datang juga.
Saat aku membereskan tasku, suara milik Kak Chenle tiba-tiba ada di sampingku. "minum!" aku hanya menatap tangannya yang terulur untuk menerima minuman dariku.
"gak mau, beli sendiri"
"ck, lama"
Kak Chenle langsung merebut botol minum yang ada di genggamanku dan menghabiskannya tanpa tersisa. "ih Kak Chenle, kok dihabisin sih! Nanti kalo aku kehausan di perjalanan pulang gimana?"
Ya, setiap kali aku pulang sekolah, aku memilih untuk menaiki bus kota. Orang tuaku terlalu sibuk untuk meluangkan waktunya menjemputku, dan aku tidak mengambil pusing tentang itu.
Kak Chenle hanya terkekeh dan mengembalikan botol minum milikku ke dalam tas. "makasih pendek". aku mematung dan mulutku seolah tidak bisa lagi untuk berbicara saat Kak Chenle tiba-tiba menepuk kepalaku pelan.
Tim basket kebanggan sekolah akhirnya akan bertanding melawan sekolah lain. Aku dan kedua temanku sudah siap di pinggir lapangan, rapi dengan seragam PMR kebanggan kami.
Pertandingan dimulai, para pemain terlihat sangat serius dan tidak henti-hentinya berlari kesana-kemari menggiring bola. Aku merasakan ketegangan di sekitarku, bagaimana tidak, dua tim yang sedang bertanding itu adalah tim yang sangat terkenal di kotaku.
Pada saat-saat terakhir, aku melihat Kak Chenle bersiap-siap mencetak poin, dan berhasil! Pertandingan selesai dan dimenangkan oleh tim sekolahku. Sorakan kegembiraan dimana-mana, aku tentu juga ikut senang dan bangga.
Setelah penyerahan hadiah, Kak Chenle dan timnya berjalan mendekat ke arahku. Aku siap-siap memberikan ucapan selamat, sebelum benda keras tiba-tiba menghantam pelipis Kak Chenle dan mengakibatkan pendarahan.
Semua orang yang melihatnya sontak terkejut. Aku mengedarkan pandanganku, mencari sang pelaku yang ternyata adalah kapten tim basket lawan. Dia terlihat tidak terima dengan kekalahannya dan emosinya tidak bisa dikendalikan.
Tanpa membuang waktu, aku berlari ke arah Kak Chenle yang sedang terduduk kesakitan di tengah lapangan. "Kak Chenle tenang, jangan pegang lukanya. Kakak jangan khawatir ya, biar aku obati pelan-pelan."
Aku mencoba menenangkan Kak Chenle dan dengan sigap mengobati pendarahan yang ada di pelipisnya. Astaga, ini sangat parah. Darah terus mengalir hingga seragam PMRku yang berwarna putih juga ikut ternodai dengan cairan warna merah itu.
"kakak pusing ya? Please ditahan, jangan pingsan ya kak. Kakak harus tetep sadar" ucapku sambil mengusap wajahnya yang terkena darah dengan kapas. Dia hanya diam saja dan terus menatapku dengan lekat. Tanpa aku sadari, salah satu tangannya sedari tadi merangkul pinggangku erat, menyalurkan rasa sakit yang ia rasakan.
Setelah selesai diobati, aku dan Kak Jisung yang menjadi teman satu timnya membantu Kak Chenle berjalan menuju ruang istirahat yang sudah disediakan. Kak Jisung lalu meninggalkanku, karena ia ingin menyelesaikan masalah tadi dengan yang lainnya.
"aduh, kak, di sini gak ada tempat untuk tiduran. Aku cariin matras di luar dulu ya." sebelum beranjak, Kak Chenle menahan tanganku, memberikan tatapan tajam tanda dia tidak memperbolehkanku pergi. Lalu dia menuntunku untuk duduk di sampingnya.
Tiba-tiba Kak Chenle memeluk pinggangku dari samping dan menyembunyikan kepalanya di leherku. Astaga, aku tidak bisa bernapas karena tindakannya yang tak terduga ini. "gue pusing, lo diem aja di sini."
"makasih ya udah nolongin gue. Dan maaf, ini cuma akal-akalan gue biar bisa deket sama lo. Gue seneng banget setiap latihan bisa lihat muka lo yang gemesin." ucap Kak Chenle di leherku lalu terkekeh.
Kejutan apa lagi ini? Kenapa Kak Chenle bisa bersikap semanis ini? Ya Tuhan, semoga ini bukan mimpi.
"kak, maksudnya-"
"gue suka sama lo, pendek."
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐍𝐂𝐓 𝐀𝐒 𝐘𝐎𝐔𝐑-
Fanfiction!!ᴅɪꜱᴄʟᴀɪᴍᴇʀ!! 𝘴𝘪𝘭𝘢𝘩𝘬𝘢𝘯 𝘮𝘦𝘯𝘨𝘩𝘢𝘭𝘶 𝘴𝘦𝘴𝘶𝘬𝘢 𝘩𝘢𝘵𝘪, 𝘵𝘢𝘱𝘪 𝘵𝘰𝘭𝘰𝘯𝘨 𝘵𝘦𝘵𝘢𝘱 𝘵𝘢𝘩𝘶 𝘥𝘪𝘳𝘪 𝘟𝘖𝘟𝘖