Kado Pernikahan Sang Papa

103 24 4
                                    

Gabhoy bergegas menghampiri Idhan dan Lesti usai pesta acara pernikahan mereka. Tangannya dengan paksa menarik Idhan untuk ikut dengannya, tetapi Idhan memberontak, dan tentu saja Lesti tak tinggal diam. Bersama dengan para bodyguard-nya yang berjumlah lebih banyak, Lesti melindungi Idhan dari sikap kasar Gabhoy.

Braaaak.

Lesti menendang perut Gabhoy sepenuh tenaga. Membuat pria berusia 35 tahun itu nyaris kehilangan nyawa. Rusuk Gabhoy rasanya retak, atau mungkin patah. Untuk taraf seorang wanita, Lesti terlalu kuat. Bahkan meskipun yang diserang itu adalah pria terkuat kedua setelah sang pangeran mahkota keluarga Aji Adinegara, Aji Muhammad Fildan Adinegara.

"Kamu harus mengembalikan putera Adinegara. Jika tidak kamu akan berurusan dengan hukum dan penduduk Kutai Kartanegara," ancam Gabhoy. Benar saja, meski Fildan bukan Aji Sultan alias raja atau keturunan raja. Tetapi secara status adat, Fildan adalah keturunan bangsawan Kutai yang dihormati. Ia berjasa kepada kabupaten bahkan pemerintahan propinsi. Bahkan banyak bagian dari wilayah di kalimantan Timur yang dimilikinya, namun ia jadikan lahan bagi masyarakat menyambung hidup. Dengan pungutan yang begitu meringankan karena sistem bagi hasil yang adil.

"Kamu menguasai dia yang di cintai puluhan ribu manusia di Kaltim. Kamu mau cari mati?."

Lesti bersikap setenang mungkin meski tak bisa dipungkiri hatinya ketakutan. Siapa yang tak merasa ngeri diancam seperti itu. Melawan puluhan ribu manusia yang tak terhitung jumlah pastinya. Sekuat apapun Lesti, pasti tak akan sanggup. Bahkan meskipun pewaris tunggal perusahaan batubara terbesar di Kalimantan Timur itu mengerahkan anak buahnya. Mungkin masyarakat pecinta Idhan itu jauh lebih banyak.

Idhan maju mendekati Lesti, memegangi lengan isterinya dengan tangan kanan dan tatapan hangat. Idhan tersenyum kecil, mengecup singkat pipi isterinya, lalu berbalik menatap Gabhoy.

"Kamu kakak Idhan, tapi kok kamu jahat sama isteri Idhan?. Kamu nakal," seru Idhan seraya merangkul dengan posesif pinggang isterinya, "berani kamu sentuh isteri Idhan,  Idhan bikin kamu gak bisa bangun lagi besok hari."

Lesti menatap kagum pada suaminya. Ancaman itu terdengar seperti seorang anak kecil yang memakai kata - kata orang dewasa. Sangat berani nan ajaib jika mengingat kondisi Idhan yang masih amnesia.

Gabhoy dengan dibantu bodyguard-nya segera berdiri. Matanya melotot tajam seolah ingin menerkam Idhan saat itu juga. Tetapi tatapan Idhan yang menajam membuat keberaniannya sedikit menciut. Gabhoy yang begitu kuat sudah pernah menjadi santapan kekuatan Idhan.

"Pastikan kamu mengembalikan Idhan ke rumah Adinegara. Atau ancamanku akan menjadi kenyataan," ucap Gabhoy seraya pergi dari ballroom Hotel Aston. Meninggalkan Lesti dan keluarganya yang tersenyum penuh kemenangan.

"Huffh. Syukurlah," ucap Ny. Nurma dari arah belakang Lesti dan Idhan. Ia berjalan dengan santai seolah tak terjadi apapun. Diikuti kedua orangtua Lesti yang juga menampakkan raut wajah yang sama, tenang dan damai. Padahal puteri mereka sudah ketar ketir, bahkan mungkin pingsan jika Idhan tak memegangi, sangking ketakutannya.

"Hei, Aji Fildan," sapa Tn. Adam kepada menantunya. Tetapi pria itu tak menjawab. Namanya itu masih begitu asing untuknya.

"Dhan," seru Tn. Adam karena Idhan tak menanggapinya.

"I-iya Pa. Papa panggil Idhan?."

"Ya iyalah. Siapa lagi yang bernama Aji Fildan?."

Idhan mengkerutkan keningnya tak mengerti.

"Nama asli kamu kan Fildan, Idhan hanya nama panggilan. Itupun hanya orang tertentu yang menggunakannya," terang Tn. Adam panjang lebar, tetapi Idhan hanya menggaruk keningnya, masih tak paham.

YANG TERSAYANGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang