19

3.6K 232 0
                                    

Aya mendorong keras pintu ruangan Anta, membuat seseorang di dalam ruangan tersebut mengelus dada lantara hampir terkena serangan jantung.

"Kalau dorong pintu pelan-pelan dong, kamu mau buat saya jantungan?" sewot Anta.

"Hmm, lumayan loh Pak, simulasi mati mendadak."

Jawaban Aya membuat Anta melototkan matanya, namun si pembuat onar malah santai-santai saja.

"Duduk!" perintah Anta melihat Aya tak beranjak dari tempatnya.

"Bapak kenapa manggil Aya? Bapak tahu kan Aya lapar dan pengen banget makan tanpa ada gangguan," curhat Aya.

"Itu bukan urusan saya." Membuat wajah Aya cemberut lantara curahan hatinya tak ditanggapi.

"Ini tugas teman-temanmu, bawa ke rumahmu sekalian diperiksa ya." Anta mendorong tumpukan tugas yang di bawa Aya tadi kembali ke Aya.

"Kok sama Aya, Pak?"

"Kamu kan asisten saya."

Aya mencebik kesal, namun tetap meraih tugas-tugas tersebut.

"Saya belum menyuruh kamu pergi, Ay. Duduk!" Anta seakan tahu bahwa Aya hendak beranjak dari ruangannya membuat Aya yang setengah berdiri kembali duduk. Menunggu Anta yang terlihat sibuk menanda tangani sesuatu, entah apa.

"Beberapa minggu ke depan saya ada urusan di luar kampus, jadi tugas mengajar saya percayakan sama kamu. Saya harap kamu tak membuat hal-hal aneh lagi di kelas saya." Anta berkata demikian sambil terus saja menanda tangani sesuatu tanpa melihat Aya.

"Baik, Pak!" Aya mengangguk mengerti.

"Oh ya. Besok pagi-pagi jangan lupa singgah di tempat foto copy depan kampus. Di sana ada rangkuman materi saya yang sudah dijilid. Kamu ambil itu, bilang saja sama pemiliknya kalau disuruh sama saya."

"Baik, Pak!" Aya mengulang kalimat pertamanya lagi.

"Satu lagi, minggu depan ada undangan dari anak UKM Seni untuk ngisi materi. Kamu gantiin saya ya, poin-poin materinya nanti saya kirim beserta PPT-nya."

"Baik, Pak!"

"Kamu dari tadi cuma baik pak-baik pak, kenapa? Sariawan?"

"Ay laper, Pak. Pengen makan."

"Kalau mau makan, bilang dong."

"Ya, dari tadi Ay bilang, Pak. Bapaknya aja ngotot nyuruh saya ke sini," sewot Aya tak terima.

Sudah setengah jam dia terkurung di sana, namun belum diizinin meninggalkan ruangan.

Anta tampak menutup beberapa dokumen yang sepertinya belum ia tanda tangani.

"Ayo!" Anta berdiri.

"Ke mana, Pak?"

"Makan. Katanya kamu tadi lapar," jawab Anta enteng.

Aya membulatkan mata, "Aya mau makannya sama teman Aya, Pak. Bukan sama bapak!"

Anta mengusap wajahnya kasar. "Yakin temanmu nungguin? Kamu udah hampir sejam di ruangan saya, tidak menutup kemungkinan mereka udah makan duluan."

"Tapi Aya gak mau makan sama Bapak!"

"Yang mau makan sama kamu siapa?"

Deg!

Aya kehabisan kata-kata dibuatnya. Bukankah perkataan Anta tadi seakan-akan mengajaknya makan bersama. Lah ini?

"Saya hanya mengajakmu keluar bersama mencari makan, karena saya juga lapar."

Mulut Aya semakin terkunci mendengar penjelasan Anta. Iya juga ya? Keluar bersama belum tentu makan bersama kan?

"Atau jangan-jangan kamu berharap makan siang bersama saya?" goda Anta.

"Isshhh, jangan GR Pak. Gak sudih Aya makan siang bareng Bapak ya."

"Yakin?"

Aya keluar menghentak-hentakkan kakinya layaknya seorang wanita yang sedang merajuk pada kekasihnya. Mau tak mau menimbulkan gelak tawa Anta.

"Kamu belum ngambil tugas temanmu loh Aya, ruangannya mau saya tutup."

Ucapan Anta membuat Aya balik kanan dan menyenggol Anta yang berdiri di dekat pintu lantas mengambil kumpulan tugas tersebut. Kemudian keluar sembari menyenggol Anta kembali seraya membuang muka.

"Tingkah kamu kayak gitu semakin membuat saya yakin kalau kamu berharap makan siang dengan saya, Ay. Hahahaha."

"IIISSHHH, PAK SETAN JANG USIL DEH!"

"HAHAHAHA!"

***

Dosen Pak Setan! || SELESAITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang