Prolog

11 4 2
                                    

Halo, readers!

Mempersembahkan karya lama yang diberikan polesan wajah baru untuk menikmati hari-hari.

Selamat membaca!^^

***

Di sudut ruangan persegi yang tak begitu besar, seorang gadis menangis terisak tak kunjung henti. Kondisinya sangat menyedihkan, tak hanya pipinya yang bermandikan air mata, pelupuk yang sembab, seragam yang ia kenakan camping, kotor dan bau. Tak kalah dengan pakaian, rambut panjang nan lurus juga sama menyedihkan, tak lagi simetris panjangnya. Gadis itu menangis sambil memeluk lutut dan menenggelamkan wajah ke atas lututnya.

Dor! Dor! Dor!

Pintu kamarnya berisik sejak awal dia masuk dan menyudut di sana. Dia hanya melihat sesekali ke arah pintu yang bergetar hebat, lalu kembali menggelamkan kepalanya. Dia tidak sanggup berdiri, pun tidak sanggup bertemu siapa-siapa termasuk adiknya yang tak menyerah menggedor-gedor pintu, berharap sang kakak akan membukakannya.

Hingga malam menjelang, pintu tersebut bergetar lebih hebat. Ayah dari sang gadis tersebut berusaha membuka paksa pintu kamar putrinya.

Duar! Duar! Duar!

Tiga kali dobrakkan, engsel pintu tersebut rusak dan membuka pintu dengan lebar.

"Lunar!" Rano mendapati putrinya masih berada di sudut ruangan kamar yang gelap dengan kondisi menyedihkan. Putrinya ternyata telah tumbang tak sadarkan diri, suhu tubuhnya panas dan darah segar mengalir dari hidungnya.

"Ayah, ayo bawa Kakak ke rumah ke rumah sakit!" ucap Odran dengan wajah cemas.

Rano langsung mengangguk dan membopong Lunar menuju garasi mobil. Luna—ibu dari gadis itu—juga sama cemasnya, mengikuti langkah mereka menuju garasi. Dia melihat wajah putrinya yang lemah dan pucat—tidak sadarkan diri.

"Kamu tunggu di rumah saja," cegah Rano saat melihat Luna hendak membuka pintu mobil.

"Gak bisa! Aku harus ikut!" tolaknya.

"Aku ibunya!"

"Tidak usah, Luna! Kamu jaga saja Odran di rumah!" tolak Rano. Sama-sama bersikeras.

"Kamu juga tunggu di rumah, temani ibumu," ujar Rano seraya menyentuh bahu Odran yang juga ingin ikut. Kemudian, Rano berlari menuju kursi kemudi dan menyalakan mobil. Odran hanya bisa pasrah menunggu di rumah dan melihat mobil ayahnya yang sudah ke luar dari pagar rumah.

"Rano! Aku ikut! Mau kau bawa ke mana putriku!"

"RANO!!!"

Luna berusaha mengejar mobil yang melaju kencang. Dia pun tersungkur di depan jalan dekat rumahnya.

Odran menatap sedih sang ibu. Tiba-tiba, ekor matanya menangkap sebuah bayangan di jendela tetangga, depan rumahnya. Tirai jendela tersebut tampak bergerak setelah disingkap kecil oleh seseorang, Odran pun menggambil batu di dekatnya dan melemparnya tepat ke jendela tersebut.

[*]

***

Ikuti terus kelanjutan ceritanya hanya di wattpad!!

Jangan lupa tinggalkan jejak dengan vote. Boleh juga kritik dan saran yang membangun untuk pengembangan cerita yang lebih baik lagi. Terima kasih! ^^

**********Update setiap tanggal kelipatan lima*********

Follow me at:

Instagram : @akhzabiru_

Twitter : @akhzabiru_

Facebook : Akhza Biru

Terima Kasih! Arigatou Gozaimasu! Thank You!

Arah Pulang Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang