Bab I - Selalu Sendirian

7 2 0
                                    

Happy Reading! ^^

"Bukan kesendirian yang menciptakan sepi."

-Lunarian Enra

***

Empat tahun kemudian.

Pukul setengah tujuh pagi, saat matahari masih bersembunyi di balik awan kelabu sisa awan hujan tadi subuh, Lunar berjalan menuju sekolah yang cukup jauh dari rumahnya, melintasi trotoar kota yang belum begitu ramai oleh anak sekolah atau pegawai kantoran. Udara dingin pagi selepas hujan sama sekali tidak mengganggu Lunar, karena ia menggenakan jaket dan kain yang membalut lehernya agar tetap hangat. Jalanan kota yang biasanya bebas polusi sebelum pukul sembilan pagi, tak pernah membuat Lunar bosan melaksanakan kegiatan rutin yaitu jalan pagi menuju sekolah.

Dua tahun terakhir, dia tidak pernah naik angkutan umum lagi. Dia juga bukan keluarga berada yang memiliki kendaraan pribadi. Dia hanya gadis biasa yang nyaris merasa tidak memiliki apa-apa dalam hidupnya bahkan, dirinya sendiri. Dia benci semuanya, termasuk gedung sekolah yang sudah terlihat dari kejauhan adalah tempat yang ia benci.

Senin pagi yang kelabu, tahun ajaran baru kelas dua SMA, Lunar telah melewati gerbang sekolah. Tiba-tiba, mobil sedan melaju cukup cepat melewati genangan air di dekat Lunar berjalan. Air menciprat ke rok baru yang ia kenakan. Langkahnya terhenti dan tentu sambil menahan kesal melihat roknya yang kotor, juga mobil sedan yang selalu ia kenal.

"Eh, maaf!" teriak seorang murid perempuan dari mobil. Dua buah kepala muncul dari kaca mobil sebelah kiri—di sebelah kemudi dan kursi penumpang belakang. Dengan nada suara tak merasa bersalah dan setengah tertawa, dia minta maaf kepada Lunar yang mencoba menahan diri untuk tidak marah dan membalas—demi hari yang baik.

Mobil tersebut kembali melaju tanpa dosa meninggalkan Lunar yang masih tertahan oleh amarah, sambil disaksikan dan dibisik-bisiki oleh murid-murid yang baru datang. Lunar mencoba menarik napas dan membuangnya kasar. Dia sudah berfirasat buruk sejak dari rumah, untungnya dia membawa rok bersih sebagai cadangan ganti kalau saja hal tak diinginkan terjadi padanya.

***

Ding dong! Ding dong!

Bel masuk pertama di tahun ajaran baru, terdengar sampai ke setiap sudut sekolah, bahkan sampai ke luar gerbang. Murid-murid yang berjalan santai, mulai berpacu lari demi melewati gerbang sekolah yang dilindungi oleh satpam sangar. Tubuh besar dan tangan yang berotot, siap menarik pagar hingga tertutup rapat dan tidak mengizinkan siapa pun lewat. Namun, meski berbadan besar, satpam masih punya kebaikan yang dicintai murid-murid, membiarkan mereka tetap lewat hingga satu menit selepas bel berbunyi. Setelahnya, ia tak akan beri ampun, meski dibujuk dengan apa pun.

Semua murid berbaris rapi di aula sekolah untuk upacara pembukaan tahun ajaran baru. Ingar bingar para murid di aula menggema memenuhi langit-langit aula. Hanya Lunar yang diam di barisan paling depan, menatap kosong ke depan. Dia tidak suka semua upacara atau semua hal yang membuatnya berkumpul di keramaian. Lunar lebih suka sendirian, sebab dengan begitu dia tidak merasakan pahitnya kesepian.

"Halo!" Seno melambaikan tangannya tepat di depan wajah Lunar yang melamun. Dia juga berdiri di barisan paling depan, di samping Lunar.

Lunar tersentak dari pikiran kosongnya, kemudian menghela napas kasar dan menatap ke arah kepala sekolah yang telah naik ke atas podium. Tidak memedulikan Seno.

"Lunar, nanti kita makan siang bareng, ya," bisik Seno mendekatkan kepalanya telinga Lunar.

"Sen, upacara gak boleh ngobrol atau bisik-bisik!" peringat Neon, murid laki-laki yang berbaris di belakangnya. Dia menatap Seno penuh rasa jengkel.

Arah Pulang Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang