Sebuah Pintu

10 1 0
                                    

"Jangan buka pintu itu!"

Begitulah, yang tertulis disebuah dinding hitam dengan satu-satunya pintu disebrang papan tulisan itu.

Aku terperangkap, jujur saja ruangan ini cukup mengerikan meski kosong dengan lampu menyala ditengah. Namun aku sendiri tak tau mengapa aku tak segera membuka pintu itu.

Aku terbangun diruangan ini, aku tak ingat apapun yang telah terjadi hingga diriku bisa terjebak disini. Sebelum terbangun, aku seperti merasakan sesuatu yang menyakitkan didada, aku juga tak mengerti apa.

Penasaran, namun takut. Aku berjalan-jalan mengitari ruangan itu, sembari merenung, mencoba menyatukan semua yang tak satu didalam pikiranku. Semua ini benar-benar kacau, bahkan diriku sendiri.

Mencoba memberanikan diriku, menghiraukan kakiku yang bergetar. Akupun mendekat kearah pintu, mengintip melalui lubang kunci, hendak melihat apapun yang ada diluar sana.

Namun itu terlalu terang, aku nyaris tak bisa membuka mataku ketika melihatnya. Aku menjadi semakin ragu tuk membuka pintu, tiba-tiba diriku merasa bahwa ruangan hitam pekat dan remang-remang inilah tempat teraman.

Aku tak tau apa yang ada diluar sana, aku benci ketidaktauan itu. Setelah duduk bingung di sudut ruangan, aku terpikir sesuatu.

"Mengapa disana seperti tempat pulang?" Tanyaku bingung pada diriku sendiri

Nyaliku bergejolak, aku kembali mendekati pintu kayu itu. Aku sedikit membukanya, hawa sejuk seketika menyelimuti. Akupun membiarkan pintu itu sedikit terbuka, benar-benar sedikit, hanya lebar kepalan tangan.

Aku kembali duduk disudut ruangan itu sembari menikmati hawa sejuk yang hadir berkat pintu yang sedikit kubuka. Menikmatinya dari masa ke masa, hingga pada akhirnya, rasa penasaranku kembali bertumpuk seperti jenga.

Namun kali ini, aku sedikit tamak, aku membuka pintu itu 3 kali lebih lebar dari sebelumnya, hingga selebar dua orang. Akan tetapi aku tak menyesali itu sama sekali, aku malah besyukur.

Hawa yang semula sejuk, kini menjadi begitu hangat, terasa seperti memeluk diriku yang sendiri diruangan ini. Aku kembali duduk disudut ruangan, menimati kehangatan ini hingga tertidur selama beberapa waktu.

Lalu akupun kembali penasaran, perasaan ini kembali datang. Aku sama sekali tak bisa merasa puas, aku menikmatinya. Untuk ketiga kalinya, aku kembali membuka pintu itu, dan diriku semakin tamak membukanya.

Kini, pintu itu telah terbuka lebih dari setengahnya, namun lagi-lagi aku tak bisa menyesali perbuatanku, semuanya menjadi semakin nyaman, sekarang hawa hangat itu menyatu dengan aroma yang begitu harum bak berada ditaman bunga, diikuti dengan rasa manis dilidah.

Aku benar-benar terbawa nyaman, begitu menenangkan, menyenangkan, mendamaikan. Ruangan yang semula hitam pekat ini perlahan berubah menjadi ruangan yang entah mengapa, aku merasa begitu indah berada didalam sini.

Akupun bertekad untuk membuka penuh pintu kayu itu, dan nampaknya aku berhasil, serta tak menyesal sama sekali. Kau mengulurkan tanganmu, seseorang yang begitu indah saat kupandang, tak pernah kusangka akan hadir.

Tentu saja, dengan hati yang berbahagia aku menerimanya. Engkau membawaku menjauh dari ruangan itu, saat kusadari, ternyata aku berada dipelukanmu.

Hingga tiba-tiba saja, semuanya runtuh dan perlahan menghilang. Aroma itu, rasa manis dilidah, serta hawa hangat yang kurasa, perlahan menghilang dan terasa menjauh.

Akupun berlari dengan penuh air mata dan membawa rasa sakit didada, menulis seuntai kalimat didinding hitam, dan segera mengunci pintu.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 04, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Stories to tellTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang