Winter baru keluar dari kamarnya dia melihat Karina sedang mengobati lukanya. Winter mendekati Karina dan duduk di sebelahnya.
"Sini aku bantuin" Winter mengambil alih kapas yang di pegang Karina. Tanpa mengetahui bagaimana reaksi Karina. Melihat Winter mengobati lukanya senyum tipis Karina terpancar dari wajah cantiknya. Winter mengobati luka Karina dengan hati-hati seakan dia sedang mengobati lukanya sendiri.
"Udah selesai" senyum Winter puas dengan hasil kerjanya. Luka Karina sudah terbalut rapih.
"Makasih" hanya itu yang mampu Karina katakan. Dia kehabisan kata-kata. Setiap kali di dekat Winter Karina selalu gugup dan salah tingkah. Dia tidak bisa banyak bicara. Bingung dengan kata-kata yang akan di ucapkannya sendiri. Kalimat yang sudah di susunnya rapih-rapih jika ada di dekat Winter seketika jadi berantakan. Memang sebesar itu efek Winter buat Karina.
"Sama-sama" balas Winter. Karina hendak menaruh kotak obatnya lagi namun tangannya justru di tarik Winter dengan tiba-tiba menyebabkan dirinya oleng, menimpa badan Winter. Karina mengerjapkan matanya beberapa kali, posisi wajah Karina dan Winter sangat dekat sekarang. Karina berada di atas badan Winter. Cukup lama mereka berada di posisi itu hingga Karina tersadar dan segera menyingkir dari atas badan Winter. Dia gugup, wajahnya sudah merah padam.
"M-maaf Win, a-k-ku gak sengaja tadi" bahkan Karina tidak bisa berbicara dengan lancar. Matanya tidak berani menatap Winter langsung. Dia terus mengalihkan pandangannya ke arah lain. Winter yang melihatnya jadi terkekeh kecil. Lucu melihat Karina salah tingkah seperti ini.
"Gak papa kali kak, santai aja" Winter kembali membenarkan posisi duduknya, lalu dia mengambil remot tv. Hari ini tidak ada jadwal jadi dia bisa bersantai di dorm. Malas juga jika harus keluar.
Karina bernafas lega, Winter tidak marah dengannya.
"Yang lain kemana?" tanya Winter menoleh ke Karina yang sedang menaruh kotak obat di nakas dekat tv.
"Keluar, katanya bosen di dorm" Winter mengangguk. Dia kembali fokus ke layar tv.
Karina melirik Winter, dia bingung ingin bergabung dengan Winter di sana atau kembali ke kamarnya saja? Kalau dia bergabung dengan Winter, mungkin dia akan membuat Winter merasa tidak nyaman. Akhirnya Karina memilih pergi ke kamarnya.
"Kakak mau kemana?" tanya Winter melihat Karina hendak masuk ke dalam kamarnya.
"Ke kamer" seharusnya Winter sudah tahu jawabannya tapi dia justru bertanya lagi.
"Ngapain?" pertanyaan bodoh itu justru keluar dari mulut Winter. Kenapa Winter mendadak jadi kepo? Itu bukan Winter sekali.
Karina menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Kenapa Winter harus bertanya seperti itu? Karina kan jadi bingung jawabnya.
"Mau tiduran aja" hanya itu yang Karina katakan pada Winter. Karena memang Karina tidak tahu ingin melakukan apa, tadi niatnya dia ingin menonton tv setelah mengobati lukanya, tapi Winter datang.
"Dari pada tiduran mulu mending kakak nemenin aku aja di sini" Winter menepuk tempat di sebelahnya. Karina mau tidak mau akhirnya dia duduk di samping Winter. Tidak ada pilihan lain. Winter yang memintanya itu berarti Winter tidak keberatan jika Karina berada di dekatnya. Karina suka jika Winter bersikap seperti biasa lagi.
Winter menyenderkan kepalanya di bahu Karina. Tubuh Karina mendadak jadi tegang. Sebisa mungkin dia menahan dirinya agar tidak meloncat kesenangan. Karina tersenyum senang. Tangan Winter mengambil tangan Karina dia menggenggamnya.
"Jangan suka sama Winter kak" Karina terdiam mendengar perkataan Winter.
"Winter perempuan kakak juga sama. Kita gak bisa bersatu. Tuhan nyiptain manusia itu berpasang-pasangan. Kalo kakak suka aku yang juga sama perempuannya kaya kakak, berarti kita udah menyalahi aturan Tuhan" Winter berbicara seperti itu dengan tangan yang masih menggenggam tangan Karina. Dia memainkan jari jemari Karina.
"Kakak cantik, pinter, berbakat pasti banyak cowok yang suka sama kakak" lanjut Winter lagi. Karina masih diem, tidak ingin memotong perkataan Winter.
"Aku sayang sama kakak, tapi sebagai sahabat sekaligus seorang adik. Aku gak bisa balas perasaan kakak lebih dari itu"
"Bisa aja aku maksain perasaan aku buat suka sama kakak, tapi aku gak mau bohongi kakak. Aku gak mau buat kakak hidup dengan cinta palsu yang aku berikan"
"Kakak berhak hidup dengan cinta tulus yang akan di berikan oleh pasangan kakak nantinya dan itu pasti bukan aku" lanjut Winter. Dia terpaksa mengatakan semua ini pada Karina agar Karina segera menghapus perasaannya untuknya. Winter tidak mau membuat Karina semakin dalam mencintainya. Sebelum terlambat Winter ingin memperbaiki pola pikir Karina. Karena pada dasarnya hubungan seperti itu tidak akan ada masa depannya. Apalagi profesi mereka sebagai idol. Mereka akan di benci dan di caci maki oleh semua orang jika mereka menjalin hubungan terlarang itu. Dan bisa saja karir mereka hancur. Semua pengorban mereka untuk berada di titik ini akan sia-sia. Winter tidak mau semua itu terjadi kepadanya maupun pada Karina.
"Jadi berhenti suka sama aku kak, dan hiduplah seperti orang lain hidup"
"Kita hanya perlu berjalan mengikuti arus, jika kita berjalan melawannya, pada akhirnya kita tetap akan di arahkan di jalan yang sama"
"Tidak perlu mencoba untuk membuat aturan sendiri, di mana perempuan bisa menikah dan hidup bahagia dengan perempuan juga. Semua sudah ada aturannya. Kita hanya perlu menjalaninya saja. Perempuan harus menikah dengan laki-laki itulah aturannya"
"Jika kita membuat aturan sendiri bukankah kita bertindak seakan-akan kita ini Tuhan?" Winter menoleh ke Karina yang masih diam saja.
"Kamu benar, aku bukan Tuhan yang berhak membuat aturan. Tapi tentang perasaan siapa yang bisa mengaturnya?" Karina membalas tatapan Winter.
"Cinta datang dengan sendirinya, bahkan di saat aku tidak menginginkannya"
"Kamu pikir aku menginginkan jatuh cinta sama kamu? Jawabannya gak sama sekali" Karina mengalihkan pandangannya ke layar tv di depannya.
"Beberapa kali aku yakinin diri aku buat jangan suka sama kamu yang sama perempuannya dengan aku, tapi hasilnya tetap sama"
"Seperti yang kamu bilang, kita hanya perlu mengikuti arus, jika kita melawannya kita akan di arahkan ke jalan yang sama, ya seperti itulah aku"
"Mencoba untuk tidak suka kamu tapi tetap saja suka sama kamu. Lalu aku harus bagaimana?"
"Di mata semua orang, orang seperti aku ini di anggap tidak normal, pesakit yang harus di jauhi"
"Jika ini penyakit, pasti ada obatnya bukan?" Karina menoleh kembali ke Winter. Ternyata Winter masih memandangnya.
"Sekarang bilang ke aku, apa obatnya? Biar aku cepat membelinya"
"Jika mahal, aku akan bekerja lebih keras agar bisa membelinya"
"Apa kamu pikir orang-orang seperti aku ini bahagia memiliki perasaan itu? Jawabannya tidak"
"Kata orang cinta bisa membuat bahagia, tapi tidak untuk orang seperti aku" Karina tersenyum lembut menatap Winter.
"Orang normal kaya kamu gak akan bisa mengerti orang gak normal seperti aku"
"Maaf, sudah membuat kamu merasa tidak nyaman dengan perasaan aku selama ini"
"Dan makasih udah kasih aku nasihat, walau sulit, aku akan mencobanya, jika gagal aku akan mencobanya kembali terus seperti itu sampai aku berhasil jadi manusia normal" Winter mengeratkan genggamannya pada Karina. Matanya sudah berkaca-kaca. Dia melukai Karina lagi.
"K-kak a-a-aku_____"
"Ah itu Giselle dan Ningning udah dateng, aku ke mereka dulu ya" Karina memotong ucapan Winter. Dia menghampiri Giselle dan Ningning yang baru masuk.
Winter menatap kepergian Karina dengan sendu, 'Maaf' ucapnya.
~💘SELESAI💘~
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Alone💘
FanfictionMungkin cinta sedang mencoba memegang tanganmu Yang tak bisa kusentuh Mungkin cinta sedang mencari sebuah tempat Yang tak pernah ada ~💘💘~