1. On One Day🍁

730 77 3
                                    

Winter bukan penyuka sesama jenis atau yang biasa disebut lesbi, itulah alasan kenapa ia tidak bisa membalas perasaan Karina. Ia sudah dekat dengan Karina semenjak masa traineenya. Dan ia sudah menganggap Karina seperti kakaknya sendiri. Tapi beda dengan Karina. Dia memiliki perasaan lebih padanya. Tidak tahu kapan itu terjadi, dan sampai sekarang Karina masih memiliki perasaan itu padanya. Ia sudah mencoba memberi pengertian pada Karina agar menghilangkan perasaan aneh itu. Tapi Karina menolaknya mentah-mentah dan tetap ingin mempertahankan perasaan itu.

Terkadang Winter merasa tidak enak dengan leadernya itu, Karina sangat baik dalam memperlakukannya, tidak hanya padanya tapi juga pada member lain. Tapi jika di lihat dari sudut pandang yang berbeda, Karina jauh lebih perhatian padanya. Tapi bukan berarti Karina tidak perhatian pada member lain, dia juga perhatian pada member lain, tapi jika dengannya perhatiannya berbeda.

Karina sudah beberapa kali menyatakan perasaannya pada Winter. Tapi selalu saja berujung penolakan halus darinya. Wajar jika Winter menolaknya, karena pada dasarnya yang memiliki perasaan lebih hanya dirinya saja. Walau sudah di tolak, ia tidak pernah menyerah. Hati kecilnya bilang, suatu saat Winter pasti akan membalas perasaannya itu. Walau tidak tahu saat-saat itu kapan? Setidaknya ia harus berjuang dulu.

Seperti sekarang, Karina masih mencoba menyatakan perasaannya pada Winter.

"Winter, aku suka sama kamu" Karina sebenarnya sangat gugup setiap kali mengatakan itu, walau sudah sering ia mengatakannya, tapi tetap saja ia selalu di landa ke gugupan.

"Maaf kak, aku kan udah bilang, aku bukan penyuka sesama jenis. Aku suka cowok kak, bukan cewek" Winter sedikit menghela nafasnya lelah. Apa tidak ada kegiatan lain yang bisa Karina lakukan selain menyatakan perasaannya padanya? Ia sangat bosan mendengarnya, tapi Karina sepertinya tidak pernah bosan melakukannya. Kadang ia benci ketika Karina lagi-lagi menyatakan perasaannya, karena setelah itu mereka selalu di landa rasa canggung dan ia tidak menyukai itu. Tidak bisakah Karina menganggapnya sebagai adik atau sahabat saja? Bukankah itu jauh lebih baik ketimbang mereka berdua harus menjalin hubungan yang aneh menurutnya itu. Ia tidak masalah jika Karina menganggapnya sebagai adik, Karina lebih tua satu tahun darinya, jadi ia tidak masalah. Ia juga sudah menawarkan hal itu, tapi Karina tetap tidak mau, dan ingin hubungan mereka lebih dari adik kakak, lebih tepatnya seorang kekasih.

"Ya udah gak papa, mungkin nanti lama-lama kamu juga bisa suka sama aku" Karina tersenyum, dan Winter tentu tahu arti senyumnya itu. Tapi ia tidak bisa berbuat banyak, selain membiarkan Karina yang sekarang sudah pergi dari hadapannya.

"Win, bentar lagi kita mau tampil, ayo siap-siap" Winter sampai melupakan itu. Untung Giselle mengingatkannya.

Mereka sekarang sedang berada di New York. Kebetulan grup mereka di undang untuk tampil di sebuah parade terbesar di sana. Sebenarnya Winter sedikit takut harus keluar negeri dalam keadaan pandemi yang masih merebak seperti ini. Tapi mau bagaimana lagi, itu semua sudah tuntutan pekerjaannya. Mau tidak mau, suka tidak suka mereka tetap harus melakukannya. Ia hanya berharap semoga mereka tidak sampai terkena virus tersebut selagi menjalankan pekerjaannya.

Selama menunggu giliran, Winter dan Karina tidak banyak terlibat dalam pembicaraan. Seperti yang Winter bilang, setelah Karina menyatakan perasaannya padanya, mereka berdua selalu di landa rasa canggung seperti ini.

"Gue gak nyesel deh tampil di sini" ucap Giselle memandang banyaknya orang-orang yang meneriaki nama grup mereka. Bahkan mereka sampai membawa wortel dan kubis sebagai ganti lightstick mereka yang belum ada. Ia sampai di buat haru melihatnya. Winter yang ada di sampingnya juga merasakan hal yang sama. Dia bersyukur sudah di undang ke acara ini, dan bisa bertemu dengan MY secara langsung seperti ini.

Selagi mengobrol dengan Giselle Winter kadang mencuri pandang ke arah Karina. Ia masih merasa tidak enak dengannya. Karina memang terlihat baik-baik saja, tapi tidak tahu dengan hatinya.

Posisi Karina dan Winter terbilang cukup jauh. Winter dan Giselle berada di depan patung sedangkan Karina dan Ningning berada di belakang patung. Sedikit menjaga jarak. Tapi terkadang karena situasi jarak mereka jadi berdekatan. Seperti sekarang mereka harus mengambil gambar bersama, jadi terpaksa harus saling berdekatan. Yang terpaksa hanya Winter, tidak dengan Karina. Ia justru senang bisa berdekatan dengan Winter lagi, setelah di landa rasa canggung sedari tadi.

Setelah menyuguhkan penampilan yang luas biasa, akhirnya acaranya selesai juga. Mereka bisa kembali lagi ke hotel dan beristirahat. Mereka akan ada di New York selama satu minggu. Setelah itu akan kembali lagi ke Korea.

Winter sudah berada dalam kamarnya. Mereka semua memiliki kamarnya masing-masing.




'Ting toong'

Suara bel kamarnya membuat Winter mengurungkan niatnya kembali untuk pergi ke kamar mandi. Ia menuju pintu untuk melihat siapa yang telah memencet bel kamarnya.

'Karina?'

Sedikit bingung dengan kehadiran Karina di depan pintu kamarnya. Karena tidak mau membuat Karina berdiri lama-lama di depan kamarnya, Winter lalu membuka pintunya.

"Hai" Karina tersenyum canggung setelah Winter membuka pintunya.

"Kakak masuk aja dulu" tidak enak jika mereka berdua harus mengobrol di depan pintu seperti ini. Jadi Winter mempersilahkan Karina untuk masuk terlebih dahulu.

"Ada apa?" tanya Winter langsung, setelah mereka masuk ke dalam kamarnya.

Karina tampak ragu, "E-em, aku boleh gak nginep di kamer kamu?" tidak berani menatap mata Winter langsung. Takut berujung penolakan.

"Emang kamer kakak kenapa?" walau tahu niat Karina sebenarnya, tapi lebih baik Winter bertanya terlebih dahulu, takut nanti ia kegeeran.

"Gak kenapa-kenapa" wajah Karina memerah karena malu. Tidak seharusnya Winter menanyakan hal itu, bukankah dia sudah mengetahui niatnya menumpang di kamarnya? Apa mungkin dia hanya berniat untuk mempermalukannya? Tapi Winter tidak sejahat itu.

"Kalo gak boleh gak papa kok" Karina menggaruk leher belakangnya yang tidak gatal, dan hendak keluar dari kamar Winter. Namun Winter sudah lebih dulu menahan lengannya.

"Ya udah kalo kakak pengen nginep di kamer aku. Lagian aku juga males kalo harus tidur sendiri" lihatkan? Walau Winter tidak membalas perasaan Karina, tapi ia tidak memperlakukan Karina dengan buruk. Menurutnya Karina tidak bersalah, jadi tidak pantas jika ia menjauhinya, apalagi sampai bersikap kasar padanya. Baginya Karina tetap sahabat sekaligus pemimpin di grupnya. Jadi ia tetap harus memperlakukan Karina dengan baik.

Mendengar jawaban dari Winter, membuat senyum Karina kembali terbit di bibirnya, "Makasih"

Winter mengangguk, "Kalo gitu aku mau mandi dulu ya kak, kakak kalo mau tidur duluan gak papa kok"

"Ok" hanya itu yang Karina ucapkan sebagai balasan atas perkataan Winter. Setelah itu Winter menuju ke kamar mandi. Selagi menunggu Winter, Karina menyenderkan kepalanya di headboard ranjang. Ia sudah memakai piayama tidurnya. Dan tentu saja sudah mandi tadi di kamarnya sendiri. Tidak mungkin ia berkunjung ke kamar Winter, tapi belum mandi. Bisa ifeel nanti Winter padanya.

Winter mandi sangat lama, hal itu membuat Karina sampai mengantuk. Alhasil ia jadi tertidur. Tidak lama kemudian, ternyata Winter keluar dari kamar mandi.

Melihat Karina tidur dengan posisi tidak nyaman, Winter langsung menghampirinya dan membenarkan posisi tidur Karina. Setelah itu ia menidurkan dirinya di samping Karina. Dan mulai menuju alam mimpinya.































































~💘Love Alone💘~

"Betapa banyak cinta yang menjadi angin tak terkendali
Karena tak dapat memiliki"

***

Love Alone💘Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang