1.AGRA DANUARTA

12 8 19
                                    

|Tandai typo!

Malam ini suasana rumah sakit Budi hospital begitu mencekam. Pasalnya dokter yang menangani anak sulung dari sahabat Danuarta belum juga keluar dan membawakan kabar tentang keadaan Vanala. Beni dan Intan selaku orang tua Vanala sangat khawatir memikirkan keadaan anaknya. Berbagai doa dan harapan ia mohon kepada tuhan agar anak satu-satu lekas pulih dari kondisi komanya. Derai tetes air mata dari wanita paruh baya itu berhasil membuat siapapun yang melihatnya pasti akan menatapnya sendu. Termasuk Agra.

Laki-laki itu sedang berdiri didepan pintu tempat Vanala dirawat. Mata yang sedari tadi menanti dokter keluar kini menoleh kearah Intan. 

Pikiran laki-laki itupun mudah diterka. Ia sangat mengkhawatirkan Vanala.

"Kamu yang sabar ya! Vanala pasti baik-baik saja kok." Kata mama Agra-Seli mencoba menenangkan Intan.

"Gimana aku mau sabar, mbak? Vanala aja sampai sakarang belum siuman dari komanya." jawabnya parau

"Kita doakan saja semoga ada keajaiban dari tuhan agar Vanala cepat pulih." tambahnya lagi, mengusap bahu Intan. 

Setengah jam menunggu, akhirnya yang ditunggu tunggu keluar juga. Dokter yang didampingi suster itu akhirnya keluar dengan berbagai ucapan yang ia tahan sedari tadi. Dengan segera Beni dan intan mendekat kearah dokter disusul dengan keluarga Agra.

"Bagaimana kondisi anak saya, dok?" tanya Beni penuh harap.

Dokter itu terdiam beberapa saat dengan tatapan sendu. "Kami mohon maaf. Dengan berat hati kami sampaikan bahwa usia pasien tidak akan bertahan lama dan diperkirakan kurang dari satu tahun. Karna penyakit ginjalnya sudah mencapai tingkat stadium akhir. Kita tidak dapat melanggar kehendak tuhan. Semoga saja, pasien bisa bertahan lebih dari itu." 

Dada Intan terasa sesak, nafasnya memburu, Jantungnya tersentak jauh kedalam-dalamnya mendengar ucapan dokter yang begitu menyakitkan ditelinganya. Hati siapa yang tidak sakit jika mengetahui usia anaknya tidak akan lama lagi. Tanpa pamit, air mata perih kembali mengalir dipipi Intan.  Pandangannya kabur, tubuhnya lemas, wanita itu sudah tak sanggup menahan badannya.

***


"Kamu udah sadar." ucap Beni ketika melihat istrinya perlahan membuka mata. Laki-laki itu kemudian membantu istrinya untuk bersandar di tempat tidur pasien dan mengusap air mata yang kembali jatuh.

"Sssht. Udah gapapa!-"

"Vanala, mas. Hikss..."

"Vanala pasti sembuh kok. Kita berdo'a sama allah semoga Vanala cepat sembuh. Udah, kamu jangan mikir terlalu jauh! Vanala pasti baik baik saja." balasnya mencoba menenangkan Intan. Perasaanya seperti Intan, sakit sesakit-sakitnya. Namun ia tidak boleh lemah dihadapan wanita itu. Laki-laki itu lalu memeluk tubuh Intan dan mengelus surai hitamnya. "Minum dulu yuk!" tambahnya lagi, memberikan segelas air putih yang ia ambil diatas nakas.

***

Dilain tempat, keluarga Agra tengah berdiam diri ruang tamu rumahnya. Tidak ada suara diantara mereka. Hanya tatapan kosong yang gak tau mau memikirkan apa. Danu-ayah Agra pun mencoba memecahkan keheningan.

"Kamu suka sama Vanala?" bukannya menjawab, laki-laki yang merasa diajak bicara itu justru menatap aneh kearah Ayahnya. "Kok, diem?"

"Yah... Sekarang keadaannya lagi khawatir. Vanala lagi sakit. Kok ayah malah bahas masalah perasaan," ucap Seli menengahi.

"Justru itu, Ma! Karna ayah khawatir makanya aja nanya kek gini-" Jawabnya. Sedangkan laki-laki yang menjadi topik pembicaraan hanya bisa diam mendengarkan.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 11, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

AGRATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang