Awan Kecemasan

5 4 0
                                    

Setelah nyawanya terkumpul Chariva mulai melakukan ritual paginya. Setelah selesai ia keluar untuk mencari udara segar, setelah ia berjalan mengelilingi rumah sakit tersebut ia berinisiatif menuju rooftop, saat iya ingin menuju rooftop maniknya menangkap sosok yang paling ia takuti berada di rumah sakit yang sama, seketika ribuan pertanyaan berputar dikepalanya, rasa takut, kecewa, marah, benci seakan semuanya kembali hadir dalam pikirannnya saat ini.

Dengan jarak yang tidak begitu jauh dengan sosok itu berhasil membuat tubuhnya bergetar hebat, keringat mulai meluncur bebas dikulitnya yang mulus itu melalui sela pori-porinya, pakaian rumah sakit yang dikenakannya semula kering menjadi basah menyerap keringat yang mengalir deras, ia ingin sekali beranjak dari tempatnya berdiri namun rasanya ia tidak sanggup, kakinya lemas seakan tidak ada tulang dan otot di dalamnya, sekuat tenaga ia berusaha untuk membalikkan badannya dan segera pergi dari situ namun usahanya sia-sia ia tidak mampu bergerak, ia mematung disana.

Kemudian ia memejamkan matanya mengumpulkan seluruh sisa tenaga yang iya punya untuk segera beranjak dari tempat ia berdiri sejak tadi. Saat ia berbalik tubuhnya langsung menabrak sesosok pria yang tidak asing baginya, yang baru saja ditemuinya kemarin malam, ia adalah pria yang menabraknya kemarin.

"T-tolong b-bawa gw p-pergi dari sini."Dengan wajahnya yang pucat dan suara terbata-bata Chariva menatap kedua manik indah milik pria tersebut, dengan susah payah mengeluarkan kata kata tersebut, meskipun Chariva tergolong orang periang jika dilihat namun di situasi kali ini satu kata pun sulit sekali keluar dari mulutnya, seperti ada yang menahannya dari dalam sana.

Tanpa pertanyaan pria itu langsung menggendong ala bridal style Wanita yang meminta tolong dihadapannya itu menuju bangsal rumah sakit tempatnya dirawat kemarin. Chariva langsung menenggelamkan wajahnya di dada bidang milik pria tersebut dan menutup matanya rapat-rapat kemudian mengalungkan kedua tangannya di leher pria tersebut, kemudian berlalu meninggalkan tempat tersebut.

Entah apa yang ada di pikiran pria tersebut sekarang sudah 2 kali ia mencoba menurunkan Wanita yang sedaritadi ada di gendongannya, namun cengkraman tangan Wanita itu sangat kuat pun dengan matanya yang masih tertutup rapat, seakan itu tidak akan terbuka lagi.

"Kita udah sampai lo mau sampai kapan ada di gendongan gw."Kalimat itu tidak sedikitpun diberikan respon oleh si empunya tubuh. Karenanya pria itu hanya bisa terdiam menunggu jawaban yang entah kapan akan keluar dari mulut Wanita itu.

Chariva ingin mengatakan sepatah kata pada pria yang menggendongnya itu namun lidahnya kelu, "S-s-sebentarr p-p-p-ple-e-e-ease."Hanya dua kata yang bisa ia keluarkan saat ini, pita suaranya seakan membeku... ia belum bisa sepenuhnya mencerna apa yang dilihatnya tadi. Batinnya terguncang, hatinya Kembali tersayat.

Mendengar kalimat yang keluar dengan suara yang begetar hebat, membuat pria tersebut bisa memahami situasinya, ia yang sedari tadi berdiri disamping ranjang kemudian duduk diatasnya, rasa pegal itu mulai muncul sudah 2 jam sejak kejadian itu belum juga melepaskan cengkaramannya, isak tangis yang belum juga usai itu membuat baju pria itu basah, namun tak kunjung juga deraian air mata itu berhenti.

Bingung harus melakukan apa, itulah yang pria itu rasakan sebab ia tidak bisa menggerakan badannya yang dipenuhi semut itu, ia juga tidak tahu kapan itu akan usai. Sabar dan menunggu adalah satu satunya hal yang bisa dilakukannya saat ini.

Ia merasakan cengkraman Wanita itu mengendur pada akhirnya, ternyata ia sudah terlelap di pelukannya, tanpa pikir panjang ia segera turun dan merebahkan tubuh Wanita itu. Sangat sulit awalnya, sebab kesemutan yang ia rasakan membatasi pergerakannya, namun ia berhasil melewati itu dan segera pergi meninggalkan Wanita yang sedang terlelap itu, kemudian merebahkan tubuhnya diatas sofa yang ada disana.

"Tuan perlu baju?"Tanya salah satu ajudan

"Iya tolong belikan, saya tunggu"Jawab pria itu tanpa senyuman

"Baik tuan."

Setelah beberapa lama ia mendapatkan baju yang dibutuhkannya dan segera mengganti pakaian yang basah karena air mata di kamar mandi yang ada diruangan itu juga. Setelahnya ia duduk Kembali di sofa dan memainkan ponsel yang ada digenggamannya.

Ia menatap lamat lamat Wanita yang sudah tertidur lelap dihadapannya itu, matanya yang sembab dan masih tersisa air mata di pipi nya serta sedikit cairan disekitar hidung membuat pria itu tergerak membersihkannya dengan tisu yang ada di nakas.

Saat ia ingin berjalan Kembali ke sofa tangannya diraih oleh tangan Wanita itu, sentuhan lembut dan udara dingin yang melekat ditangan Wanita itu membuatnya tersentak kaget.

"Tolong jangan pergi, takut, jangan, please, jangan pergi, jangan."Kata-kata itu keluar dari mulut Wanita itu sambil menggenggam tangan pria dihadapannya erat, seakan tak ingin dilepasnya."

Pria itu terheran sebab Wanita itu sedang tertidur namun ekspresinya seakan nyata, akhirnya pria itu Kembali dan duduk disana sembari mengusap puncak kepala Wanita itu. Hal itu berhasil membuat eskpresi Wanita itu menjadi tenang. Waktu sudah menunjukkan tengah malam namun genggaman itu tak kunjung dilepaskan, rasa kantuk itu tak dapat ia tahan lagi kemudian ia merebahkan kepalanya dan ikut terlelap disana.

Be Cut OutTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang