Setelah kejadian kemarin, Choi Beomgyu tak lekas memulih. Luka non-eksistensinya menjadi timbul dan bernanah akibat ulah Choi Soobin.
"Benar, kan, kau terluka? Jangan mengada-ngada." Bisiknya dengan ibu jari yang terpoles cairan merah.
Malam telah menjumpa. Di kamar yang ditiduri enam anak laki-laki berbau apak dan lapuk ini, tak bisa rasanya ia terlelap. Atas kejadian silam. Atas jiwa keluarga yang terenggut seketika. Dan atas ... Shin Ryujin.
Brag! Beomgyu melompat turun dari matras kaku yang ia tiduri dengan kedua lelaki lainnya, Kang Taehyun dan Hueningkai. Sesuatu menubruk keras pintu kamarnya. Terlalu lebar terbuka.
Tiada satupun terbangun agaknya. Hanya dirinya dan keheningan. Pelan ia melangkah menuju pintu kamar yang berada di pojok kanan samping jendela tak bertirai besar. Hawa dingin menerpa dikala pintu meniup mati seesa lilin penghangat ruangan.
Beton dingin dibawah kaki menarik naik bulu kuduknya. Disaat kenop tercapai, sesuatu tiba-tiba membanting tubuhnya ke bawah. Berat dan amis.
Dengan rambut acak-acakan dan tangan bersimbah darah, ia mencekik kerah setelan tidur Beomgyu. Memelototinya dan berbisik histeris. "Kau selanjutnya."
Terkejut ia. Kedua retina Beomgyu membelalak penuh kala bongkahan daging bersalinan putih baru saja terjun dari lantai diatasnya. Tepat di atas jendela yang rapuh. Dengan aliran darah yang membasahi kusen kayu.
Tidak mungkin.
"Shin Ryujin?!"