Prolog

5K 341 12
                                    

"Mama dan papamu meninggal di tempat."

Dunia Zahra hancur sejak masih berusia 5 tahun. Dua orang tercinta pergi untuk selamanya. Membuat gadis kecil itu harus hidup sebatang kara.

Zahra adalah putri tunggal, seorang pengusaha bernama Wirahadi Gunawan. Dan belum lama ini, bisnisnya mengalami peningkatan pesat.

Semua orang merasa janggal atas kejadian yang mer3nggut nyawa Wirahadi dan istrinya.

Akhirnya kakak kandung Wirahadi menawarkan diri untuk mengasuh sang keponakan. Serta mengelola seluruh asset dan harta yang dimiliki oleh Wirahadi.

Sebelum Zahra tumbuh dewasa dan mampu mengelola sendiri harta yang sudah mutlak menjadi hak miliknya.

Sang paman yang baru saja mengalami kebangkrutan, kemudian ikut tinggal di rumah Zahra.

Zahra kecil merasa tidak nyaman, melihat keluarga sang paman menguasai rumah megahnya. Namun, dia hanya bisa pasrah, karena hanya mereka lah yang mau mengurusi Zahra.

Awalnya kehadiran keluarga sang paman, sedikit mengobati rasa rindu Zahra kepada mama dan papanya. Meskipun kakak sepupunya terlihat tidak suka kepada Zahra.

Mulanya Zahra diperlakukan dengan baik seperti anak kandung sendiri. Hingga satu tahun lamanya.

Ketika Zahra memasuki masa sekolah, mereka mulai memperlakukannya dengan tidak adil.

Zahra disuruh pindah dari kamar kesayangannya. Tidak pernah dibelikan mainan seperti kakak sepupunya. Dipaksa hidup mandiri, dan harus menerima jika makanan paling enak di meja makan sudah dihabiskan oleh kakak sepupunya.

Zahra dituntut harus selalu mengalah dengan kakak sepupunya.

Mereka seakan tak peduli bahwa Zahra lah sang pemilik h*rta, yang mereka nikmati sekarang.

"Kamu sekarang tidur di sini, ya!" ucap paman Aji kepada Zahra.

Zahra mengamati kamar berukuran kecil itu, yang biasanya digunakan sebagai kamar para pembantu.

"Kamarku kenapa?" tanyanya polos, dengan mata berkaca-kaca.

"Kamarmu sekarang ditempati kak Sari. Kak Sari pengen tidur di sana," ucap paman Aji.

Padahal sejak kecil Zahra sudah sangat nyaman dengan kamar itu. Ada banyak boneka di atas ranjang, ukiran lemari pakaian yang indah, serta tembok yang dihiasi oleh gambar-gambar kartoon kesayangannya.

Almarhum ayahnya juga memasang lampu kelap-kelip ketika malam, agar Zahra merasa senang.

Terdapat banyak buku anak-anak, yang akan dibacakan sang ayah sebelum tidur dengan nyenyak.

Begitu banyak kenangan indah yang pernah terjadi di kamar itu. Namun sekarang Zahra dipaksa pergi, karena harus mengalah dengan orang baru.

Zahra kecil tidak bisa tidur di kamar barunya yang kotor dan bau. Dia hanya bisa menangis, karena menahan rindu.

Rumah yang dulu terasa nyaman dan menyenangkan kini menjadi asing setelah ditinggali oleh para benalu.

Gadis kecil itu terisak sambil memeluk baju almarhumah ibunya.

"Mama, besok Zahra minta digorengin ayam goreng boleh!" tanya Zahra di tengah keheningan. Berbicara kepada sepotong baju yang sedang dia peluk. Seolah itu adalah sosok sang ibu.

"Kok mama diam aja sih?" Zahra mencium kain lembut itu. Sekaligus mengelap wajahnya yang basah oleh air mata.

"Mama marah ya?" ceracau-nya lagi, dengan suara serak.

"Yaudah Zahra nggak minta aneh-aneh lagi deh. Zahra nggak bakalan nakal lagi, tapi ibu jangan pergi!"

Gadis kecil itu malah semakin terisak karena begitu rindu dengan almarhumah ibunya.

"Zahra boleh nggak sih kangen sama ibu?"

***

Ketika makan bersama, Zahra hanya pasrah melihat ker4kusan mereka.

"Aku mau paha ayamnya, Ma!" seru kak Sari setelah duduk di kursi.

Sang ibu langsung mengambilkan.

"Sama sayap!"

Dengan tak tahu diri, gadis kecil itu minta dua potong. Sang ibu langsung menuruti.

Sisa dua daging di atas piring, tentu saja untuk paman Aji dan istrinya.

Sementara Zahra hanya terdiam manyun di tempatnya. Kehilangan selera makan.

"Daging ayamnya habis, kamu makan pakai sayur aja, ya!" ucap Tante Susi, menuangkan sup bayam ke piring Zahra.

Mereka semua makan dengan lahap, kecuali Zahra yang mencebikkan bibir, menahan tangis.

Padahal dia sangat ingin sekali makan ayam goreng.

***

Puncak k3k3jaman mereka terjadi ketika Zahra diajak ke suatu tempat yang sangat asing bagi anak itu.

"Mulai sekarang kamu tinggal di sini, ya?" ucap paman Aji sambil mendorong tubuh mungil Zahra ke depan. Ke arah anak-anak yang sedang bermain di sebuah gedung sederhana.

Zahra tampak ketakutan.

"Nggak pa-pa sayang, di sini kamu banyak temennya," bisik tantenya.

Zahra menggeleng takut.

"Tante sama paman nggak bisa jagain kamu tiap hari. Jadi lebih baik kamu dititipkan di sini aja, ya," ucap sang Tante.

"Nanti paman bakalan sering-sering ke sini, kok," sahut paman Aji.

Zahra masih tetep menggeleng.

Paman Aji menghela napas kasar, memberi kode kepada penjaga pantai asuhan untuk membawa Zahra.

Zahra berontak, tapi tenaganya kalah kuat dengan ibu panti itu. Dia meronta sambil menangis terisak-isak.

Namun, tangisan menyedihkan itu tak didengarkan oleh sang paman.

Sang paman dan istrinya justru tersenyum puas, karena berhasil bebas menikmati h4rta adiknya tanpa perlu mengurusi keponakannya.

Sementara itu, tak jauh dari mobil mereka. Seorang pria berjas rapi sedang mengamati di balik kaca mobilnya.

Pria tampan itu menggeleng-gelengkan kepalanya. Dia berjanji akan merebut kembali h4rta Zahra yang sudah dirampas oleh pamannya sendiri.

Bersambung....

Lee Min Ho sebagai Erwin

Nabila Ayu sebagai Zahra

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Nabila Ayu sebagai Zahra

Nabila Ayu sebagai Zahra

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
SELIR CEOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang