Part 2

35.3K 1.4K 150
                                    

Zahra kalau pakai kerudung wkwk

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Zahra kalau pakai kerudung wkwk...

***


Zahra, pewaris tunggal almarhum Wirahadi harus menjadi korb4n keg4nasan sang paman yang ingin merebut harta warisannya.

Gadis kecil tak berdosa itu dibawa ke suatu tempat misterius oleh segrombolan preman. Dan sang paman tertawa puas melihatnya.

"Siapa yang berani melakukan?" tanya salah satu preman, merasa tidak tega melihat bocah kecil yang terisak di depan mereka.

"Dia tampak cantik sekali." Nuraninya memberontak, ingin melepaskan anak malang itu.

"Miris sekali dunia ini. Rela menyingkirkan apapun hanya demi du1t!"

"Termasuk dirimu!" sahut temannya.

Pria berambut gondrong itu tersenyum tipis. "Kita semua sama, hanya cara berdosa-nya saja yang berbeda."

Semua orang terdiam.

"Kita cari cara lain untuk melenyapkannya," ucap salah seorang dari mereka melangkah meninggalkan Zahra yang terikat di atas meja.

Sementara itu di tempat lain. Pak Aji sedang duduk di sebuah ruang rapat bersama beberapa pemimpin dari perusahaan ternama di Indonesia.

Setiap pemimpin dikawal oleh satu orang pria kepercayaan mereka. Salah satunya adalah Erwin Zamzami yang terus melirik pak Aji dengan tatapan tajam di belakang bosnya.

Pak Aji merasa terintimidasi dengan tatapan itu.

"Kenapa pengawal anda melirik saya seperti itu," protes pak Aji kepada Dendy Wijaya.

"Dia tidak yakin dengan kinerja anda!" ucap pak Dendy dengan wajah tenang.

"Apa haknya?" Pak Aji menaikkan sebelah alis.

"Sebelumnya dia adalah suksesor Wirahadi Gunawan dalam bidang marketing. Setelah itu saya merekrutnya. Bisa dibilang, dia adalah orang yang paling tahu luar dan dalam perusahaan yang anda kelola sekarang," jelas Pak Dendy lalu menyesap secangkir kopi di atas meja.

"Tidak usah khawatir, saya akan mengelolanya dengan baik," jawab Pak Aji.

"Seharusnya Zahra yang duduk di situ," seru Erwin dengan wajah dingin dan datar.

Pak Aji tertawa. "Tentu saja, suatu saat nanti Zahra akan duduk di sini. Sekarang dia baru masuk sekolah dasar. Saya akan akan menjaga seluruh aset yang dimiliki adik saya untuk masa depan keponakan saya."

Erwin menyeringai lebar, aura wajahnya menyorotkan kebencian. "Lalu kenapa anda berusaha menyingkirkan Zahra?"

Semua orang di meja itu terbelalak lebar mendengar ucapan Erwin. Mereka yang merupakan sahabat dekat Wirahadi sekaligus klien dalam dunia bisnis mendadak merasa curiga dengan pak Aji.

"Apa maksudmu, Zahra sedang sekolah sekarang. Dia sangat bahagia, dan tidak kekurangan kasih sayang," jelas pak Aji gugup.

"Banyak orang yang bilang bahwa keluarga dari pihak ayah itu selalu ruwet. Saya lebih setuju jika Zahra ikut keluarga dari pihak ibunya saja," celetuk salah seorang yang sejak kemarin mengampanyekan hal itu.

"Keluarga dari pihak ibu Zahra sangat tidak memungkinkan untuk merawat Zahra, mereka tinggal jauh dari ibu kota."

Suasana di tempat itu mendadak tegang.

"Sudah-sudah lebih baik kita segera memulai rapat. Saya tidak punya banyak waktu untuk berdebat," ucap pak Dendy yang memiliki mega bisnis paling besar di antara mereka. Dan tentu saja paling ditakuti.

Erwin tersenyum tipis melihat tekanan yang dia berikan kepada pak Aji.

***

"Apa kita berikan r4cun saja?" saran salah satu preman.

"Kasihan ah, gue nggak tega."

"Bakalan repot nanti kalau diberitakan dia t3w4s karena dir4cun, cepat atau lambat kita bakalan ikut ketangkap juga."

Pria bertatto elang di lengan menyahut. "Pak Aji kabarnya sudah bekerja sama dengan polis1 yang akan jadi penyidik pada kasus ini, kita akan terselamatkan. Tak hanya itu, Pak Aji juga memb4yar beberapa wartawan untu membuat berita yang bisa menyelamatkan pelaku utama."

"Lalu bagimana?"

"Ah sudah lah, lebih baik kita segera selesaikan sesuai arahan Pak Aji saja."

"Serius?"

Kemudian mereka dengan paksa, mengganti pakaian Zahra dengan baju sekolah, seolah-olah Zahra mengalami kecel4kaan setelah pulang sekolah. Jurnalis yang disuruh pak Aji pasti sudah bersiap mengembangkan berita.

***

"Kita harus berhati-hati, sepertinya Pak Aji bukan orang sembarangan," ucap seseorang di seberang sana.

"Ya," jawab Erwin datar sebelum memutus panggilan. Kemudian fokus mengemudikan mobil mengikuti pak Aji yang entah pergi kemana. Bersama keluarganya.

Erwin menggertakkan gigi dengan tangan terkepal, setelah mobilnya berhenti di sebuah mall. Mengamati keluarga pak Aji yang turun dari sana.

Tidak ada sosok Zahra di sana. Padahal kemarin bocah mungil itu sudah dijemput pulang. Lalu kemana dia sekarang?

Firasat Erwin mendadak tidak enak.

Pria itu mengempeskan mobil pak Aji dengan kesal. Lalu ikut membuntuti masuk ke dalam mall.

Mereka beberbelanja banyak barang, tapi tidak memikirkan Zahra sama sekali. Erwin menyangkan seniornya yang meninggal di usia terbilang muda, sebelum membuat surat ahli waris. Ya, memamngnya maut bisa dipersiapkan?

Erwin berusaha memanfaatkan momen dimana putrinya pamit buang air kecil. Diam-diam pria tampan itu melangkah mengikuti, kemudian ikut masuk ke dalam kamar mandi.

Sari menjerit kaget, untung saja Erwin langsung membekap mulutnya. "Katakan padaku dimana Zahra sekarang?" bisiknya penuh penekanan.

Sari menangis sambil menggeleng pelan. "Cepat katakan! Kalau kamu ingin sdelamat."

Sari memundurkan langkah dengan tersengal-sengal. Setelah Erwin melepaskan cengkraman.

"Cepat katakan!" bentaknya pelan.

"A-aku tidak tahu!" jawab Sari ketakutan.

Erwin melotot sambil mengeraskan rahang. "Apa dia ada di rumah!"

"I-iya!" jawab Sari.

"Jangan berbohong!"

"Tidak, Zahra memang baru pulang sekolah. Kami tidak sempat mengajaknya!"

Erwin mendengkus kesal, kemudian mendorong tubuh Sari dengan kasar. Lalu pergi dari kamar mandi itu sebelum dia berteriak minta tolong.

***

Erwin langsung bergegas menuju ke rumah Zahra. Kemudian bertanya kepada satpam yang berjaga di rumah itu. Jawaban yang diberikan berbeda dengan keterangan Sari.

Setelah Erwin mendesak, akhirnya satpam itu mengaku bahwa Zahra diserahkan kepada segerombolan preman oleh pak Aji.

Erwin yang tersulut emosi, langsung menjadikan satpam itu sebagai pelampiasan.

Arrghhh... Dia benar-benar tidak tahu harus kemana mencari preman-preman yang membawa Zahra.

Ponselnya berdering, Erwin langsung buru-buru mengangkatnya. Ternyata dari pak Dendy.

"Erwin, saya menemukan berita seorang anak sekolah tak sengaja tertabr4k mobil. Anak itu mirip Zahra."

Kedua tangan Erwin langsung melemas, hingga ponsel itu terjatuh dari genggaman.

Bersambung....

SELIR CEOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang