Jeha menyusuri jalanan seraya tersenyum menuju sebuah Restoran Steak tempat dia dan kekasihnya biasa menyantap makan siang mereka. Rambut hitam sepunggungnya berayun-ayun mengikuti irama langkah kakinya menuju restoran. Jeha masuk ke dalam restoran, kemudian mengedarkan pandangannya ke penjuru ruangan. Matanya terhenti pada meja yang terletak di sudut ruangan yang sedang ditempati oleh seorang laki-laki. Laki-laki tersebut yang sebelumnya tengah menundukan kepala, mengangkat kepalanya ketika bunyi denting bell pintu masuk berbunyi. Dia kemudian menolehkan kepalanya ke arah pintu masuk, dan tersenyum seraya melambaikan tangannya ketika melihat Jeha berdiri di depan pintu masuk. Hal ini tak pelak membuat Jeha tersenyum lebar seraya menghampiri meja laki-laki tersebut. Juan─nama laki-laki tersebut sekaligus kekasih Jeha─ seperti biasa memakai jas bewarna navy yang terlapis di dalamnya kaos turtleneck bewarna hitam menambah kesan tampan di mata Jeha. Jeha sendiri sekarang sedang memakai blazer bewarna mocca yang di dalamnya dilapisi dress putih yang panjangnya melewati lutut Jeha.
"Udah lama ju?" tanya Jeha seraya menarik kursi di depan Juan.
"Ga kok, ga lama-lama amat," ujar Juan kemudian memanggil waitress untuk memesan makanan mereka.
Waitress yang merasa dipanggil mulai menghampiri meja yang sedang di tempati Juan dan Jeha. Kemudian menyerahkan buku menu yang berada di dalam pelukannya.
"Je, kamu mau spicy chicken steak? atau mau tenderloin steak sama kayak aku?" tanya Juan sembari melihat buku menu kemudian mengalihkan pandangannya ke arah Jeha.
"Aku spicy chicken steak aja deh, lagi pengen makan ayam," jawab Jeha seraya membalas tatapan Juan.
"Oke," ucap Juan, seraya berbalik menatap waitress yang sedang menunggu pesanan mereka.
"Mbak, spicy chiken steak nya satu, tenderloin steak nya satu, dan milkshake coklatnya dua yah," ujar Juan kepada waitress.
"Oke, mas-mbak mohon ditunggu yah," ujar waitress, mendapat anggukan dari Juan, kemudian beralih pergi ke meja lain.
Jeha melihat Juan yang saat ini sedang menatap ponselnya, "Ju, kenapa? Ada chat dari boss kamu?" ujar Jeha penasaran seraya melirik chat di ponsel Juan. Juan dengan cepat menekan tombol kunci di ponselnya kemudian berkata "Enggak Je. Dari teman aku, minta tolong beliin dia kopi ketika aku balik ke kantor lagi." ujar Juan seraya meminum air putih yang disediakan oleh waitress.
Jeha hanya menganggukan kepalanya kemudian mulai meminum air putih yang tersaji di hadapannya.
"Ju, malam ini kita dinner yuk! sama keluarga aku. Papa, mama dan kak Juli nanyain kamu terus tuh," ujar Jeha
"Kalau malem ini sih aku lembur sayang," jawab Juan seraya mengusap lembut rambut kekasihnya itu, kemudian turun mengenggam jari-jemari Jeha.
"Hm yaudah, kapan kamu bisanya aja. Entar kabarin aja, biar aku bisa tanyain sama orang tua aku," Jeha balas mengenggam jari Juan.
Juan tersenyum, kemudian jarinya naik menuju ke pipi Jeha, mencubit pipi tembam itu kencang.
"Aduh!"
"Kamu lucu aku ga tahan," kekeh Juan.
Setelah puas mencubit pipi tembem Jeha, Juan mulai melonggarkan cubitannya dan mulai mengusap lembut pipi Jeha
"Ju, please, jangan cubit lagi, ntar tambah tembem"
"Yah gapapa, biar tambah imut," Juan tertawa merespon ucapan kekasihnya itu.
"Enggak yah cukup, aku gamau kehilangan klien lagi." ujar Jeha mengingat-ngingat kembali hari dimana seorang klien meragukan dirinya.
Jeha merupakan seorang konselor pada bidang kesehatan jiwa. Di usianya yang menginjak 24 tahun, ia sudah menghadapi berbagai macam persoalan atau permasalahan berbagai macam kliennya. Mulai dari yang bingung akan minat dan bakatnya, mencari tujuan hidupnya, KDRT di rumah tangga dan masih banyak lagi. Kemampuan ia menghadapi klien memang tak diragukan lagi, oleh sebab itu ia sudah memiliki beberapa fasilitas yang tidak dimiliki konselor lain di tempatnnya seperti asisten pribadi, ruangan yang lebih nyaman dibanding ruangan yang sebelumnya ia tempati, dan tentunya kepercayaan para klien yang semakin hari semakin banyak yang ingin berkonsultasi dengannya. Namun, terlepas dari kemampuannya yang diakui oleh banyak orang, juga ada beberapa orang yang tidak mengakui kemampuannya. Yah seperti perkataan yang sering ia dengar dari seorang motivator : meskipun kamu disukai oleh banyak orang, bukan berarti semua orang menyukaimu.
KAMU SEDANG MEMBACA
JEHA
RomanceJeha Zoya Raveena, 24 tahun, seorang Konselor yang menjalin hubungan dengan Juan Mannaf, 25 tahun seorang Programmer di perusahaan ternama. Mendapatkan Jeha merupakan perjuangan dan doa-doa yang Juan usahakan selama bertahun-tahun lamanya. Jeha mema...