1. Catatan Lama

319 18 5
                                    

Tahun 2020.

Sore hari itu, aku sedang mendudukan diri di kursi tua sambil membaca sebuah majalah lama. Tidak lupa ditemani dengan biskuit keju dan secangkir teh hangat sebagai cemilan. Menoleh ke arah jendela, dimana langit sudah mulai memunculkan tanda-tanda akan turun hujan. Aku berdiri dari dudukku mendekati ke jendela untuk melihat rintikan hujan yang perlahan turun. Percikan air yang ada di jendela mulai terlihat jelas.

Setiap kali hujan turun kala senja, aku selalu teringat dengan seseorang di masa laluku. Meski sekarang kita tidak lagi bersama, terkadang aku merindukannya. Aku selalu ingin kembali di tahun itu, tahun dimana dia selalu membuatku tersenyum ketika aku menangis. Aku merindukan pelukan hangatnya, senyumannya, tawanya, bahkan suaranya. Dan sekarang aku hanya bisa tersenyum dan menghela napas sambil mengingat wajahnya dulu.

Tadi pagi aku baru saja selesai membereskan rumah, dan tidak sengaja aku menemukan benda-benda peninggalanku di masa SMA-ku dulu yang aku kumpulkan dalam sebuah kardus.

Sudah lama sekali aku tidak melihat benda itu. Aku mengeluarkan semua isi kardus itu. Benda pertama yang aku ambil adalah sebuah kantong berisi polaroid. Aku mengeluarkan semua isinya, dan melihat-lihat kenangan sekolahku saat SMA yang mungkin sudah dua puluh tahun yang lalu. Rasanya baru kemarin hal itu berlalu, waktu memang berjalan secepat itu hingga tidak terasa tragedi itu sudah melampau 20 tahun yang lalu.

Betapa menyenangkannya masa-masa itu, yang sudah tidak bisa terulang kembali. Aku meneteskan air mata melihat foto diriku dan sahabatku, Rhena. Aku selalu mengingat kelakukan random dia, cara dia memarahiku, menasehatiku, hingga menjahiliku.

Aku juga sudah lama tidak bertemu dengannya.

Juga terdapat sebuah buku bersampul cokelat yang merupakan buku harian yang kutulis kisah semasa sekolah dulu. Aku tersenyum menatapmya sambil mengusap buku yang terlihat usang itu dengan jari jemariku. Sudah lama sekali aku tidak membuka buku itu hingga terlihat usang dan berdebu. Aku membuka halaman pertama, di situ terpampang sebuah poto polaroid dan coretan lainnya yang digambar menggunakan tangan.

Buku yang kutulis berdasarkan perjalanan kisah kami semasa SMA. Di mana saat itu, aku selalu menginginkan kenangan indah dan cerita yang berakhir bahagia. Aku sangat tersentuh dengan orang yang kuceritakan di dalam buku. Semuanya begitu berarti untukku, setiap detik, setiap menit. Sebuah buku usang berwarna coklat. Itu adalah buku harianku dulu. Aku menulisnya agar aku selalu mengingat dia, agar aku ingat bagaimana tawa dan tangis kita saat itu. Aku tidak ingin melupakan hari itu.

'Teruntukmu, Ondi Mahesa...aku menuliskan semua tentangmu dan kita pada buku harianku tuk menjadikan namamu abadi dalam pikiranku, sebagaimana kau datang seperti hujan yang terbawa angin. Meski tulisanku memang tidak seberapa dari bait lagu yang pernah kau tulis dan menyanyikannya untukku, aku bisa membuat namamu indah dalam tulisanku melalui kalimat yang kurangkai dari beberapa kata. Saat aku mengingat malam itu lampu panggung memang menyorotimu, dan suara teriakan yang menyebut nama kalian, namun aku merasa jika akulah yang bersinar karenamu. Sampai kapanpun, sosokmu akan tertulis abadi dalam buku harianku.'

Kenangan dua puluh tahun yang lalu. Aku membuka halaman pertama.....

Desir Senja ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang