3. Telat

48 8 0
                                    

Pagi hari pun tiba setelah hari kemarin. Cahaya menyilaukan menyorot mataku hingga terbangun dari mimpi. Baru saja seseorang membukakan jendela kamarku hingga aku merasakan silau dimata meski mata telah tertutup. Perlahan aku membukakan mataku, mengucek mataku sejenak agar aku bisa sepenuhnya bangun. Dan aku melihat bunda di sana.

"Bagus, ya! makan donat di atas kasur. Wadahnya nggak dibuang, semutnya jadi adain pasar malem kan?" kata bunda.

Astaga aku lupa membuang wadah itu semalam. Semalam kak Fardan memberikanku donat dan aku memakannya di kamar sambil mengerjakan tugas sekolah. Namun sebelum donat itu habis, aku sudah ketiduran. Benar saja kata bunda tadi, semutnya berkumpul di wadah bekas donat. Karena terkejut, aku segera beranjak dari ranjang.

"Astaga bunda! Ini banyak banget." kataku.

"Jangan tanya kenapa. Bunda udah bilang jangan makan di atas kasur. Wadahnya juga nggak dibuang. Kamu 'kan udah besar, perbaikilah sifat kekanak–kanakannya, masa iya harus bunda omongin dulu baru paham." oceh Bunda.

"Iya, Nda." balasku dengan suara serak khas orang bangun tidur.

"Beresin cepet. Terus mandi, sarapan." tintah Bunda.

Bunda pun pergi meninggalkan kamar. Helaan napas malas keluar dari mulutku seketika, aku mengeluh lagi karen malas membersihkannya. Mau tidak mau pun aku terpaksa harus membuang bungkus donat di tempat sampah.

Setelah membuang wadah donat, aku ke kamar mandi untuk membersihkan badan dan segera kembali ke kamar untuk mengenakan seragam sekolah. Tidak lupa dengan buku-buku pelajaran yang juga aku masukan.

Aku keluar kamar setelah semuanya sudah beres. Sebelum mengawali hari, kita sarapan. Jadi aku pergi ke dapur untuk makan. Dan di situ pula ada kak Fardan dan Bunda yang sudah terlebih dahulu melahap sarapannya.

Aku menuju ke sana dan langsung mendudukan diriku di kursi. Aku mengambil nasi goreng serta omelet dan langsung memakannya.

"Ayah mana, Bun?" tanyaku.

"Ayah udah berangkat tadi pagi-pagi." balasnya.

"Berarti aku berangkat sama kak Fardan lagi 'kan, ya?" deduksiku.

"Gak!" tolak kak Fardan.

"Lah? Kenapa kak?"

"Mobil kakak mogok. Makannya tadi pulangnya sama Gina." balas kak Fardan.

"Terus? Berangkatnya gimana?" tanyaku.

"Berangkat sendiri ajalah. Lagian 'kan ini nggak terlalu siang juga, tepat waktu pasti." kata bunda.

Helaan napas pasrah kukeluhkan ketika aku harus berangkat sendiri menuju sekolah. Tau kah jika aku merasa dianak tirikan, ditambah mempunyai kakak tidak berguna seperti kak Fardan yang sehariannya membuatku selalu emosi.

***

Di pinggir jalan setelah aku turun dari angkot, aku melangkahkan kaki menuju sekolah. Angkot yang aku tunggangi tidak melintas di depan sekolah, jadi aku berjalan sendirian tanpa ada yang mengajakku berbincang atau sekedar mengajak ngobrol. 

Aku berjalan sambil menendang batu kecil yang ada di depanku dan menggiringnya mengikuti langkahku.

Namun mataku terpaku pada seorang wanita kurus yang terlihat muda dengan perut yang buncit, dia terlihat sedang hamil. Wanita itu baru saja menjatuhkan belanjaanya dengan tidak sengaja. Dia nampak kesulitan mengambil barang barangnya karena perut yang buncit. Aku yang kasihan melihatnya pun mendekatinya berinisiatif untuk membantu mengambilnya.

Desir Senja ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang