Chapter III.

240 41 3
                                        

"Loh?", Bunda melotot kaget melihat siapa yang tadi mengetuk pintu siang-siang seperti ini. "Kamu ngapain di sini? Tumben. Dulu aja harus disusul Jovan sama Yumna biar mau pulang."

"Ada urusan proyek di dekat sini. Jadi Jevan mampir. Bunda tidak sibuk? Tumben di rumah", masih tetap dengan muka datarnya. Sepertinya Jevan akan gatal-gatal kalau menunjukkan senyum tampannya, sekalipun untuk bunda.

"Kamu bisa aja ngelesnya. Minggu ini Bunda agak senggang. Jadi bisa sering-sering di rumah. Lagipula sudah lama juga Bunda tidak memasak makan malam. Kamu mau makan malam di rumah kan?". Melihat anaknya mengangguk, senyum Bunda semakin lebar. "Naiklah. Istirahat saja di atas. Bunda akan di dapur dan mulai memasak. Turunlah nanti untuk makan malam", lagi-lagi anggukan yang di dapat, tapi tidak apa. Cukup dengan Jevan bersedia di rumah sampai makan malam, bunda sudah sangat bahagia.

Jevan mulai melangkahkan kakinya ke atas. Langkahnya pasti tapi ragu. Jangan tanya bagaimana bisa, karena Jevan juga bertanya. Beberapa kali harus terhenti di tengah tangga, akhirnya Jevan sampai di anak tangga paling atas. Perlahan ia menuju pintu kamarnya. Saat tangannya berhasil membuka pintu, matanya langsung menemukan suasana familiar yang -tanpa ia sadari- ia rindukan.

Tanpa menghiraukan kasur empuk yang sudah lama –meskipun minggu lalu ia sempat tidur di sini satu malam– ia tinggalkan. Jevan langsung bergerak menuju pintu kaca yang masih tertutup tirai. Balkon. Sudah lama juga ia tidak menikmati semilir angin di balkonnya. Tangannya sudah terulur hendak membuka pintu, tapi urung karena suara yang juga familiar terdengar samar. Matanya menangkap siluet perempuan pemilik kamar seberang yang entah berbicara dengan siapa. Suaranya kecil. Seperti ingin ceritanya didengar tapi tidak ingin ada orang lain mendengar.

Yakin dan ragu yang dirasakan perempuan itu juga Jevan rasakan. Jelas dan samar. Jevan seperti berkaca. Perasaan mereka seakan memulai ulang pemilihan, antara kubu menyesal dan kubu sudah di jalan yang benar, kembali atau lanjut berjalan, sanggup dan menyerah. Rasanya ramai dan riuh. Saling melempar pendapat dan sanggahan. Saling menjatuhkan dan tiba-tiba menguatkan. Berusaha menjadi yang terbaik. Tapi tidak ada yang tahu hasilnya. Bahkan mereka sendiri.

Setelah lama diam, dan sedikit menguping –yang sayang tidak terdengar jelas–, tangan Jevan mulai memutar kenop pintu yang sedari tadi sudah ada di genggamannya. Kakinya melangkah keluar. Memandang balkon seberang. Sudah kosong. Pengecut. Jevan memaki dirinya sendiri dalam hati.

***

"Kamu mau masak?". Langkah mama terhenti di ujung dapur, tepatnya di pintu dapur yang langsung menuju taman belakang. Tadinya mama mau mengambil gunting rumput untuk sedikit berkebun sebelum memasak untuk makan malam. "Tumben. Biasanya harus mama seret dulu dari kamar biar mau bantu, meskipun cuma potong bawang".

"Ish, mama ini. Anaknya mau masak malah di bilang tumben", Jiya cemberut. Ceritanya marah. Tapi mama malah tersenyum. "Kamu lucu kalau marah. Nanti saja Kak masaknya. Masih lama kan makan malamnya".

Mama berjalan mendekat. Melihat sudah sejauh mana anak sulungnya bekerja. "Iya mama. Ini Jiya juga baru potong-potong bawang. Masih bingung mau masak apa", tersenyum kecil memperlihatkan matanya yang hilang. Sedetik kemudian kembali serius "Sebenarnya Jiya mau masak makanan kesukaan Riani. Dia bilang hari ini dia pulang kan ma?".

"Ya ampun. Bisa-bisanya mama lupa". Raut muka mama langsung menunjukkan ekspresi berpikir, bingung dan merasa bersalah sepertinya. "mama lupa belum belanja Kak. Kamu sudah mandi?", Jiya menggeleng. "Kalau begitu, temani mama belanja dulu ya. Kamu siap-siap dulu, mama mau bersihkan peralatan di taman belakang dulu. Dua jam lagi kita berangkat. Itu kamu tinggal aja", Mama -secepat yang beliau bisa- menuju taman belakang, melanjutkan pekerjaan yang sudah terlanjur ia mulai. Jiya juga sama. Membereskan potongan-potongan dan ia simpan ke dalam kulkas.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 17, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Daisy (For You)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang