08: Jadwal

640 52 2
                                    

"Fio...."

"Engga!"

Tio terus menerus membujuk ku agar aku mau satu kamar dengannya, yang tentu saja aku tolak.

Raut wajah Tio terlihat sangat masam, aku tak peduli dan tak akan mau peduli lagi.

Tanpa basa basi aku langsung pergi ke kamarku, menutup pintunya dan menguncinya.

Tubuhku bersandar pada pintu, sebenarnya aku tak tega. Tapi jika aku tak membuat batas yang jelas, aku meragukan diriku sendiri.

Bukan Tio yang tidak aku percaya, tapi aku lebih takut dan tak percaya pada diri ku sendiri.

Tok

Tok

Tok

"Fioooooo.... Bicara dulu yuu? Bentar aja, cuma kamu harapan aku satu-satunya"

Aku menghembuskan napas jengah, sisi lemah dari diriku ialah tak pernah bisa melihat orang lain memohon-mohon. Aku selalu merasa tak tegaan dan selalu berakhir menuruti mereka.

"Fiooooo.... Ga papa ko kalo ga tiap hari, kita bisa bikin jadwal aja"

Tio masih teguh dengan keinginannya, dan itu membuat ku sangat pusing.

Di sisi lain aku merasa tak tega, namun di sisi lainnya lagi aku merasa jika ini terus berlangsung aku tak tau akhir seperti apa yang akan kita hadapin nantinya.

"Fioooooo"

Aku menghembuskan napas kembali, dengan berat hati aku membuka pintu kamarku. Kembali berhadapan dengan Tio yang saat ini menatap ku dengan sorot mata memohon syarat akan rasa putus asa.

Sialan!

Jangan tatap aku dengan pandangan seperti itu!

"Fioo---"

"Hanya tiga kali selama satu minggu!" potongku.

Anggap saja aku gila, tapi mau bagaimana lagi. Aku benar-benar tak bisa menolak tio. Terlebih dengan tatapannya padaku.

"Deal! Berarti malam ini kita tidur bareng kan?" ucap tio yang terlihat sangat antusias.

Aku mendengus kecil, baru tadi dia menatap ku dengan pandangan memohon sekarang dia malah terlihat seperti anak kecil yang baru mendapatkan hadiah.

"Terserah! Pokoknya cuma tiga hari dalam seminggu!"

Tio mengangguk dengan senyum terukir di wajahnya, aku tersentak saat dia memeluk ku secara tiba-tiba.

"Makasih..." kali ini suara tio terdengar sangat lembut dan tulus.

Untuk pertama kalinya aku merasa di butuhkan oleh orang lain.

Dan itu membuat hati merasa hangat.

Entahlah, tapi aku merasa senang.

"Ehem!"

Aku terkejut saat melihat jamal sudah berdiri di depan pintu kamarku dengan senyum menyebalkannya.

Sedangkan Tio sepertinya sedang mengumpati cowo itu tanpa suara.

"Yo, jangan lupa nanti malem pake pengaman ya? Jangan di bobol di dalem" ucap Jamal yang mambuat aku malu setengah mati.

Sedangkan Tio cuma mendengus dan menyeret ku keluar dari kamar, "Bacot lo!"

Aku hanya bisa pasrah ketika tio membawaku ke kamarnya.

Jantungku berdetak tak karuan

Ya tuhan aku membayangkan apa yang akan terjadi malam nanti.

Sial!

Bisa-bisanya aku membayangkan hal-hal yang tak seharusnya aku pikirkan.

Aku tersentak saat tiba-tiba tio tidur di pangkuanku, saat ini posisinya aku duduk di sofa yang ada di kamar cowo itu.

Dan tanpa permisi tio malah meletakkan kepalanya di atas pangkuanku.

"Yo...."

"hm"

Aku sangat gugup!

"Gue mau mandi"

"hm, ya udah ayo"

Aku mengerjapkan mataku, masih belum paham dengan ucapan tio. Sampai kemudian ketika cowo itu bangkit dan menarik ku masuk ke dalam kamari mandi, otak ku mulai bekerja.

Dengan cepat aku berhenti di depan pintu kamar mandi.

"Tunggu! Ko lo ikutan masuk kamar mandi?!" tanyaku.

Tio menatapku heran, "Ya gue juga mau mandi, kita mandi bareng aja"

Seketika itu aku langsung sadar sepenuhnya.

"SIAPA JUGA YANG MAU MANDI SAMA LO!!"

Aku langsung mendoro tubuh tio menyingkir dari kamar mandi dan menutup pintunya kesal.

Kenapa bisa tio bertingkah polos seperti itu padahal dia punya maksud dan tujuan lain.

Aku terus mendengus kesal, kenapa juga dia harus terjebak di rumah ini dengan tio.

Dengan mantannya sendiri!


Inget baik-baik ya, mantan!


M A N T A N!!


Cowo yang harusnya aku jauhi dan aku hindari!

Kenapa malah sekarang aku semakin mendekat ke arahnya!

Housemate ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang