Entah apa yang kupikirkan hingga aku berakhir sebagai penguntit dibalik semak bersama Anna yang kini berjongkok disampingku. Jangan lupakan alis tebalnya menekuk. Tatapannya semakin tajam dari waktu ke waktu, hingga aku merasa kaca rumah itu akan pecah jika ia gak beralih menatapnya.
"Ekhm, Ann...kau tahu kan ada undang-undang mengenai pernguntitan?" Sindir ku berusaha menyadarkannya.
"Hiss! diamlah. Kau bisa ngebuat kita ketahuan." Bisiknya. Padahal aku sangat yakin kita gak perlu berbisik karena pemilik rumah gak akan mendengar kita. Yah, kecuali ia superhero dengan telinga super.
"Kita harus memata-matainya, kau tahu kan? Aku yakin dia punya jawaban tentang apa yang terjadi pada Lily" ucapnya yakin. Aku tak dapat menahan senyum lega ku saat semangatnya kembali.
Kembali ke beberapa waktu lalu, saat Ia berusaha meyakinkan ku tentang hipotesis dikepalanya.
"...Lalu apa?" Aku tak bisa bilang ‘tidak' saat ia mulai menanyakan kepercayaan. God! Kita sudah bersahabat sejak kecil dan tentu saja aku percaya padanya!
Matanya mulai serius,
"Kau ingatkan gelang Lily?" Tanyanya dengan sorot mata yakin."Ya, barusan kau mengeceknya dengan berlari seperti orang gila. Dan kenapa?" Balasku dengan sindiran. Agar ia ingat untuk tidak melakukan hal bodoh seperti meloncat dari mobil, lagi.
"Lily memakainya dihari aku bermimpi buruk. Didalam mimpiku, sesuatu mengejar kami dengan cepat. Dan aku sadar saat itu aku sedang bermimpi. Mimpi itu paling nyata seumur hidupku Key" Jelasnya memulai. Aku dapat melihat jelas raut takutnya. Seburuk apa mimpi itu? Aku beruntung tidak mengalaminya.
Aku sadar jika kami terlalu menghalau jalan di koridor, hingga aku mengajaknya duduk perlahan."Sesuatu itu mencoba menangkapku dan Lily. Aku berhasil selamat, tapi aku membiarkan Lily tertangkap." Lanjutnya dengan mata berkaca. Aku bungkam. Kali ini...aku percaya apapun itu dugaannya, ia tidak mengada-ada.
"Aku...meninggalkannya. Bahkan didalam mimpi pun-" Ia tak dapat melanjutkan, berganti menutup wajahnya menangis dalam diam.
"Tenang Ann, apapun itu...Lily akan baik saja." Ucapku berusaha membuatnya tegar.
Ia mengusap air matanya dan mulai melanjutkan.
"Aku terbangun, dan...Lily masih ada di sampingku. Aku lega Key, sungguh. Tapi aku tidak tahu kalau ia mungkin saja masih terjebak disana." Aku dapat melihat sejuta penyesalan di matanya.
"Lalu, apa yang membuatmu yakin kalau ia masih disana?" Tanyaku serius.
"Gelang itu. Lily memakainya ketika tidur. Aku punya-" Ia menggantungkan kalimatnya dan mengeluarkan ponsel mulai mencari sesuatu disana.
"Ini" ia menunjukan foto mereka tertidur dengan bergandeng tangan. Sangat hangat. Kehangatan itu sampai menembus hatiku. Jika saja aku punya saudara. Ah! Lupakan! Ini bukan saatnya untuk meratapiku.
"Aku terbangun saat ibu menarik tanganku Key. Membuatku melepaskan tangan Lily. Aku yakin. Karena itu aku terbangun! Karena aku tidak terhubung dengan gelang itu lagi." Jelasnya dengan mata berapi.
"Masih banyak kemungkinan selain gelang itu Ann, apa yang ngebuatmu sangat yakin kalau itu penyebabnya?"
"Manda. Hari itu ia menghentikan ku sambil ngomong, jangan lepas gelangnya. Coba kau fikir, dia tau dari mana soal gelang itu? Dan tadi dia mengintip dibalik pintu. Ia mengawasi Key. Aku sangat yakin ia tahu sesuatu!" Jawabnya dengan yakin.
Aku mencerna sejenak. Kata-kata Anna sungguh berhubungan. Manda, tak ada alasan bagi dia untuk mengintip Lily. Dan juga, ia mengatakan hal yang gak masuk akal ke Ana.
Ditambah, Lily baru mendapat gelang itu dihari yang sama ia tertidur. Gelang dengan liontin dream catcher itu memang mencurigakan.
"Apa yang akan kau lakukan?"
Dan yah, kita disini. Memata-matai tersangka didepan rumahnya.
Kami tidak bisa melihat apapun didalam. Kaca rumahnya didesain tidak bisa diterawang dari luar."Ann, kurasa kita hanya perlu mengetuk pintu rumahnya dan-"
"No! Dia itu licik Key. Mungkin saja banyak benda aneh dirumahnya atau apapun itu yang akan memerangkap kita! Tunggu...apa mungkin ia paranormal?"
Aku memutar bola mata ku.
"Dugaan macam apa itu!""Serius? Paranormal?"
Aku terdiam, suara itu-
"Manda?" Kami berdua menoleh cepat kebelakang. Terlihat pemilik rumah memandang kami sinis dengan tangan terlipat di dada.
Mampus lah.
Baru aku akan mengatakan hal untuk mengelak, Anna bangkit dengan wajah premannya.
"Kau! Apa yang kau lakukan pada adikku hah?!" Bentaknya sambil menarik baju Manda kuat.
Manda terlihat berusaha melepaskan diri,
Mereka terlalu berisik."A-ha, mereka teman baik kok..haha haha" ucapku berusaha menghilangkan kecurigaan tetangga yang melihat. Jangan lupakan tawa canggung yang ku lepaskan membuat sekitar tambah menatapku aneh.
Aku menarik mereka berdua dengan paksa ke halaman rumah Manda.
"Kuncinya" Pintaku pada Manda.
"Hah? Kalian merampok?" Tanyanya dengan sinis, Anna tak henti menggoncang bahu Manda dengan jutaan pertanyaan dari mulutnya.
"Ah lupakan" kataku dan mengambil paksa tas Manda. Ketika menemukan kunci Aku langsung menyeret mereka masuk.
"Oke, Anna... lepaskan tersangka ini!" Ucapku memerintah. Namun seperti tidak ada efeknya. Ia masih berkelahi dengan Manda. Cara berkelahi mereka sangat tidak Aesthetic. Anna yang terus menerus menarik baju Manda, dan Manda yang berusaha melepaskan diri tanpa niat melawan.
Baiklah, saatnya mengeluarkan senjata.
"STOOPPPPP!!"
Mereka tampak terdiam.
"Uhu Apa miss university baru saja berteriak? Wow..." Tanya Manda. Ah, itu hanya sindiran saja. Gadis itu benar-benar!
"Kau tau Manda? F you!" Ucap ku.
"Akhirnya kau paham apa yang ku maksud" sahut Anna seraya merapikan rambutnya. Disertai anggukkan kepala bangga.
"Kalian berdua keterlaluan. Menerobos, bahkan menyanderaku... dirumah ku sendiri!" Protes Manda, tangannya tak henti menepuk-nepuk bajunya yang sudah lusuh karena ulah Anna.
"Hah! Gak usah sok terzolimi! Mengaku aja lah. Kau apakan adikku?" Ketus Anna yang tampak ingin melakukan kekerasan lagi. Namun aku menahannya dan menarik nafas panjang.
"Hhhh, Anna tolong tenang. Dan Manda, kami minta maaf-"
"What Key? Maaf gak pantas untuk-"
Aku membekap mulut Anna, menghentikannya untuk terus mengomel.
"Diamlah, kau mau cepat kelar tidak?" Ucapku memaksa.
Ia tampak memberengut, dan melepaskan tanganku. Tapi untungnya Ia menurut.
"Baik Aku lanjutkan, Kami minta maaf atas perlakuan yang gak sopan ini. Tapi percayalah, ini darurat." Terang ku pada Manda yang mulai mengatur nafas untuk tenang.
"Apa hubungannya denganku?" Tanya Manda. Aksen sinis miliknya itu memang sulit dihilangkan.
"Apa yang kau tahu tentang gelang Lily?" Tanyaku langsung pada point-nya. Raut wajah sinis itu tampak berubah menjadi tegang. Tangannya mulai meremas baju, kurasa Anna benar. Manda memang ada hubungannya.
"Ah, dari reaksi mu...sepertinya kau tahu sesuatu bukan? Katakan saja. Ini menyangkut keselamatan seseorang" Lanjut ku penuh penekanan.
Manda masih membisu. Jujur saja tanganku sudah gatal ingin ikut melakukan kekerasan.
"Katakan lah Hoi!" Ucap Anna sedikit berteriak. Ia sudah cukup frustasi. Aku dapat merasakan itu dengan jelas.
Manda menghela nafas dan duduk di sofa. Aku hanya bisa mengikutinya.
"Apa kalian pernah mendengar Lucid dream?"

KAMU SEDANG MEMBACA
DC : Wake up
FantasyYang ku inginkan hanyalah mengulang waktu agar bisa melihat mata itu terbuka...