3.

945 105 1
                                    

Satya sudah selesai memasang kaitan helm fullface miliknya.

Kemudian ia melirik ke arah Sena yang tengah menggunakan helm bogo miliknya dengan serampangan.

Bahkan pemuda manis itu lupa memasang kaitan helmnya.

"Sini deh, eR."

Satya menarik tangan Sena supaya pemuda itu mendekat, kemudian memasang kaitan helm Sena sampai mengeluar kan bunyi klik.

Dan tadi, Satya sengaja memanggil Sena dengan sapaan yang biasa digunakan keluarga Sena-Roro atau eR. Sena lebih suka dipanggil eR atau Roro sebenarnya, namun la juga tidak suka saat orang lain yang belum terlalu dekat dengannya ikut memanggil eR atau Roro. Itu terkesan sok dekat menurut Sena

Setelah Satya selesai memasangkan kaitan helmnya, Sena bersiap menaiki motor Satya. Satya dengan sigap mengulurkan tangannya ke samping, membantu Sena untuk menaiki motornya yang cukup tinggi.

Hup!

Sena dengan mulus mendarat di boncengan motor minerva tersebut. Sebelum menjalankan motornya, Satya terlebih dahulu memindahkan tasnya ke depan, mencangkongkannya dari depan. Kemudian pemuda tampan itu meraih kedua tangan Sena untu la lingkarkan di pinggangnya.

"Udah siap?" Tanya Satya.

Sena mengangguk. "Jangan kenceng kenceng, tya. Aku belum mau mati." Ucap Sena yang hanya dibalas kekehan pelan oleh Satya.

"Makanya pegangan yang erat:"

Setelah berucap demikian, motor dengan harga 5.000 USD tersebut memecah keheningan parkiran sekolah.

Meninggalkan banyak siswa maupun siswi yang menoleh sejenak hanya untuk mencari tahu siapa dalang di balik kebisingan tadi.

Sena begitu lelah hari ini. Hari ini tergolong hari berat, karena sebagian besar pelajarannya membuat kepala pening. Fisika, Matematika Wajib, PPKn, lalu yang terakhir Kimia.

Maka dengan segera pemuda manis itu menyandarkan kepalanya ke punggung Satya. Mengeratkan pelukannya di pinggang Satya kemudian mulai memejamkan matanya sejenak.

Satya meliik sejenak ke arah Sena yang kini tengah memeluknya erat. Memelankan laju motornya supaya Sena yang kini tertidur di punggungnya tersebut tidak terlalu terganggu.

Selalu seperti ini. Sena itu sebenarnya tipikal orang yang mudah mengantuk ketika berada di kendaraan. Jarak rumah Sena dengan sekolah itu ada sekitar enam kilometer. Maka dari itu, Satya melarang Sena pulang menggunakan gojek atau bus.

Satya tidak mungkin membiarkan Sena tidur di punggung driver gojek, atau membiarkan Sena pulang dengan bus lalu melewatkan halte yang ditujunya hanya karena pemuda manis itu ketiduran.

Motor Setya berhenti di sebuah rumah dengan gerbang berwarna hitam. Mengusap pelan tangan Sena yang melingkar di pinggangnya sebelum menepuknya.

"eR? Roro? Udah sampe nih."

Sena masih belum bergerak. Tampaknya kali ini pemuda manis itu tertidur dengan nyenyak di punggung lebar Satya. Membuat Satya terkekeh kemudian memutuskan untuk melepas helm fullfacenya. Berniat membopong Sena masuk ke rumah.

Namun sesaat kemudian Satya merasakan ada pergerakan pada punggungnya. Tangan Sena yang sebelumnya melingkar di pinggangnya juga sudah melongsar. Membuat Satya menoleh lalu tersenyum hingga kedua matanya menyipit.

"Udah bangun hm? Nih udah di depan rumah kamu." Satya berucap.

Sena dengan segera turun. Satya buru buru membantu Sena  turun karena sepertinya pemuda manis itu sangat mengantuk sampai Satya khawatir. Bisa bisa Sena oleng lalu terjatuh.

Namun akhirnya Sena turun dari motor Satya dengan aman. Tanpa mengucap sepatah katapun langsung meninggalkan Satya yang terkekeh menatapnya.

Satya turun dari motornya. Kemudian berjalan sedikit cepat, mengimbangi langkah Sena yang berjalan sempoyongan karena mengantuk. Segera saja pemuda tampan itu memeluk pinggang Sena, menahan supaya tak jatuh.

Satya memapah Sena yang sudah tidak bisa membawa tubuhnya karena terlalu mengantuk. Membawa tubuh mungil itu untuk memasuki rumah.

Satya tak bisa membuka pagar karena sebelah tangannya tengah menahan Sena. Sedangkan gerbang rumah Sena  butuh dibuka dengan dua tangan. Akhirnya Satya memutuskan untuk memencet bel.

Tak lama setelah bel berbunyi, pintu gerbang Sena terbuka. Menampakkan seorang bocah dengan tinggi yang hampir sama dengan Satya tengah menatap Sena datar.

"Terus aja gini" Bocah tadi mencibir Sena. Mengundang Sena untuk memukulnya. Namun diurungkan niatnya karena terlalu lelah.

Cuma temen? { Sungsun } Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang