Prolog

70 2 0
                                    

Masa depan
13 Maret 2024
.


.
.

"Saya tidak setuju!" ucap pria kemeja baby blue tegas. Netra matanya menatap lurus sosok perempuan yang baru saja menyampaikan aspirasi. Baginya narasi yang dikemukakan terlalu kolot untuk event mereka yang telah di design untuk kaum milenial. "Itu tidak cocok untuk tema kita."

Alis perempuan yang sedari tadi di tatap nampak mengkerut, menjadi ciri dirinya sedang tidak mengerti. Ia merapihkan rambut dan menguncirnya, hingga terlihat name tag di sisi kanan baju bertuliskan Susanna Lelyana.

Suasana rapat mulai memanas. Kedua belah pihak yang beradu argumentasi tetap teguh pada pendapat masing-masing."Ide ini jauh lebih dibutuhkan. Kita sebagai generasi milenial, harus bisa mengembangkan budaya dan kreativitas mahasiswa. Ide ini sangat cocok dengan visi organisasi kita," lanjut Sanna tak terima penolakan. Kedua sosok itu sama-sama batu pada persepsi masing-masing, hingga rapat hari ini berjalan alot.

Fahmi, sang ketua organisasi mulai merasa jengah. "Konsep yang saya usung juga mendukung visi organisasi kok, cuma sedikit diracik dengan gaya modern yang lebih disukai sama sasaran pasar. Kita juga butuh vendor untuk suplay dana. Kamu jangan lupain sponsor dong, San," tegas Fahmi, keukeuh menolak gagasan Sanna dan bersikukuh memegang gagasannya. Sudah tidak asing Fahmi dan Sanna terlibat adu argumentasi. Hingga membuat peserta rapat yang lain merasa jengah karena rapat sudah berjalan cukup lama namun hingga kini tak kunjung menemukan titik terang.

"Sebaiknya, rapat kita tunda lagi," usung Yoga. Salah satu anggota BEM Universitas Cempaka.

Sanna menggeleng, "gak bisa! kita sudah terlalu molor buat rapat. Harus segera dibuat konsep dan lain-lain. Agar sekertaris segera buat proposal." Sanna tentu saja menolak. Ini adalah rapat yang kesekian, tentu saja harus segera diatasi.

"Masalahnya, kalian berdua batu. Ini adalah rapat yang kesekian. Berapa kali kita rapat? Kita rapat online 5 kali saat Fahmi balik kampung buat tenangin pacarnya yang baru kehilangan orang tua. Sekarang lebih baik ditunda lagi, sampai lo berdua bisa temuin solusinya."

Fahmi melepas kancing teratas kemeja baby blue yang ia kenakan, berharap bisa mengusir kekesalan yang sudah menumpuk. Meski saran dari Yoga nampaknya berhasil mencairkan suasana tegang. Fahmi masih merasa pengap dan butuh ruang untuk bernafas.

Yoga benar. Sanna mengakui itu. Netra matanya mengarah kepada Fahmi. Cowok blasteran sunda - Jerman itu nampak lelah. Tak heran, dia baru saja pulang dari Garut dan langsung ikut rapat tanpa istirahat terlebih dahulu.

Lalu ia mengangguk setuju. Melihat keadaan Fahmi, seketika Sanna jadi merasa bersalah. Sekaligus gagal menjadi wakil ketua dari organisasi ini, karena selama Fahmi pergi ia bahkan tidak bisa menangani masalah ini dengan baik. Egonya telah menguasai, ia akui.

Ting

Lalu kemudian Notifikasi WhatsApp berbunyi. Mata bulat dengan dihiasi bulu mata lentik milik Sanna yang tadinya tampak sayu itu kini mulai menghangat. Bibir merah muda nampak manis saat ujungnya melengkung keatas. Obat dari kegundahan hati telah menunjukkan diri, tak heran wajah kusut yang tadinya menghiasi diri kini tampak berseri-seri.

Sunshine, aku tunggu di kantin fakultas ya. Ada kejutan buat kamu.
2:30 PM

Floare Where stories live. Discover now