2 ~ Toward to The Sun

16 2 1
                                    

Fahmi Pov
.
.
.

Masa Kini
26 Juli 2022

Suara mesin motor sayup-sayup terdengar, hingga kebisingan dalam sekret terlihat meredup semuanya kompak melihat siapa yang datang. Aku memarkirkan motor dengan hati-hati, gadis yang ikut denganku itu memakai rok panjang putih takut-takut rok nya tersingkap atau jatuh. Setelah menghabiskan perjalanan sunyi itu bersama Sanna justru ragaku semakin terasa lelah. Mungkin juga disebabkan karena aku sedari tadi diam hingga mengantuk. Padahal jarak fakultas teknik ke sini tidak terlalu jauh.

Sanna ikut membantu membawa kantong kresek berisi camilan yang sudah kami beli tadi. Tentu saja disambut dengan gembira oleh anak-anak sekret yang kelaparan seperti belum makan seminggu.

"Pas banget, tau aja lo pada kita lagi kelaparan. Tengkyu, Mi," ucap Yoga seraya membuka salah satu ciki, dan memakannya rakus.

Aku tersenyum sambil mengacungkan jempol sebagai jawaban. Ku pandangi Sanna dari kejauhan. Wajah murung yang sedari tadi menghiasi wajah cantiknya kini telah sirna berganti tawa. Perubahan ekspresi yang signifikan. Berbanding 180° saat bersamaku tadi.

Aku pertama kali bertemu dengannya saat ospek kampus. Saat itu, aku ikut dihukum karena membantunya. Gadis semanis itu harus dipermalukan di depan ribuan mahasiswa padahal bukan salahnya sendiri. Tentu saja aku geram. Tidak ada dalam kamusku ada gadis cantik menangis di hadapanku dan aku diam saja. Meski imbasnya, aku ditertawakan dan di cap sebagai pahlawan kesiangan.

Penilaian pertama pada Sanna adalah cantik. Sangat. Gadis itu berhasil menarik perhatian. Tidak hanya aku, tapi semua yang hadir saat itu. Berkat pesonanya ia sampai dikecengin sama kating, bahkan tak segan memberikan hukuman tambahan karena sanna berhasil menarik perhatian  kekasihnya.

Saat itu 

.
.
.

Masa lalu
19 September 2020

Aku memasuki gerbang universitas dengan perasaan ogah. Meski ini adalah kampus impianku, tapi ospek adalah tradisi yang amat tidak aku sukai. Karena seharusnya, orientasi haruslah berbentuk sambutan hangat kepada mahasiswa baru namun justru dikemas buruk sebagai ajang perploncoan.

"Fahmi!"

Aku menoleh kala mendengar namaku terpanggil. Lalu terlihat Yoga, teman lamaku saat sekolah menengah pertama ikut hadir di aacara ospek ini dengan menggunakan jas almamater berwarna coklat muda. Almamater universitas kami.

"Lo masuk sini juga?" tanyaku basa-basi seraya salaman dengan gaya mengepalkan tanganku dan miliknya.

"Yoi bro. Lo fakultas apa?"

"Hukum."

"Sama! gila kok bisa barengan gini sih," ujar Yoga bertanya-tanya.

"Takdir kali," sahutku masih setengah tak percaya.

Sedang Yoga tertawa sebagai balasan. Mungkin takdir, karena setelah lulus SMP kami berdua melanjutkan ke sekolah yang berbeda. Sepertinya ini pertemuan pertama kali setelah kelulusan saat itu.

Saat tengah asyik bercengkrama untuk sedikit mengenang cerita kami saat masa putih biru. Yoga kemudian bertanya. "Lo masih sama Risa?"

Aku mengangguk.

"Langgeng juga yah kalian, semoga jodoh deh."

Aku tersenyum. Risa adalah kekasihku. Risa Apsari nama lengkapnya. Gadis kelahiran garut, kulitnya kuning langsat khas suku sunda. Memiliki lekuk pipi hingga menambah manis seperti dodol garut. Ahh aku jadi merindukannya. Saat melepas kepergianku kemarin ia terus menangis, tidak siap untuk melakukan hubungan jarak jauh. Aku pun sebenarnya juga begitu. Tapi, demi cita-cita yang ingin kuraih aku harus pergi. Aku pastikan akan kembali, dan membahagiakannya.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jul 02 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Floare Where stories live. Discover now