Keesokan harinya, sebelum jam pelajaran dimulai. Tiba-tiba seseorang datang menghampiri Danu.
"Dan lu ditunggu pak kepsek dikantor" ujarnya.
"Gue?" jawab Danu bingung sembari mengarahkan telunjuk kewajahnya.
"Iya, lo" cowok itu lekas pergi meninggalkannya.
Danu berfikir sejenak, ia merasa bahwa saat ini dirinya tidak bersalah. Namun saat dirinya mulai menghentakkan kaki kearah kantor hatinya merasa ganjal.
"Oh iya, apa gara-gara?" lirih batinnya me-rewind masalah kejadian sebelumnya.
Sesampainya depan kantor, ia hendak mengetuk pintu. Lalu Danu dipersilahkannya untuk masuk.
Danu berdiri mematung dihadapannya. "Maaf, ada apa ya pak?" tanya Danu pelan.
"Kamu gak merasa punya salah sama seseorang?" jawab pak Toni dengan intonasi tinggi. Pak toni seorang kepala sekolah di SMA Bina Tama.
Danu meresponnya heran. "Maksud bapak apa ya?" balas Danu santai.
"Kamu itu berani-beraninya mengatai cucu saya dengan yang enggak-enggak! Apa kamu tau, itu akan mencemari nama baik saya juga, paham?!" bentak pak Tono.
Dugaan Danu benar. ia sudah menduga akan berurusan dengan Kepala sekolah. Lalu ia pun mengakui atas kesalahannya. "Maaf pak, jikalau saya sudah lancang sama cucu bapak"
"Kamu pikir cucu saya ini berprestasi karena ada saya, begitu?!"
"Saya ti___" ucapnya menggantung, dan dipotong oleh pak Toni.
"Sudah cukup! Saya tidak mau mendengar alasan apapun dari kamu. Sekarang kamu harus bertanggung jawab atas ucapan kamu sendiri"
Danu mengernyitkan keningnya seketika. "Hah tanggung jawab, maksudnya apaan?" lirihnya batinnya bingung.
"Istirahat tepat, kamu harus berdiri ditengah lapangan sekolah" ujarnya sambil mengarahkan telunjuk didepan wajahnya.
"Oh iya satu lagi. Jangan lupa kamu harus minta maaf sama Denara dan mengakui atas kesalahanmu sendiri, paham?" lanjut ujarnya dengan tegas.
"Sial!" batinnya kesal.
Kali ini ia benar-benar terperangkat didalam masalah. Masalah yang memasukkanya kedalam penjara kehidupannya Denara. Ia tidak habis pikir jikalau dirinya telah masuk daftar hitam kepala sekolah sekaligus harus merelakan harga dirinya demi melakukan hukuman seperti itu.
Danu hanya bisa menelan air ludahnya dalam-dalam, dan melihat pak Toni dengan tajam.
"Kenapa kamu melihat saya seperti itu? Apa kamu gak terima?!" tanya pak toni lagi sambil mata menyipit.
Danu menggelengkan kepala, sambil tersenyum terpaksa. "Tidak pak, saya bakal lakuin ko hukuman dari bapak" balasnya pencitraan. Sebenarnya ia sama sekali tidak terima dengan hal itu, namun apalah daya jika Danu tidak mentaatinya maka ia akan mendapatkan hukuman yang lebih banyak lagi.
"Baik kalo begitu, setelah ini kamu pergi dari kantor saya"
Setelah itu Danu hendak keluar dari kantor sambil menggepalkan tangannya keras-keras.
Tetttt....
Suara bel sudah terdengar begitu nyaring. Bagi Danu jam istirahat adalah waktu yang paling ditunggukan. namun sekarang tidak. Malahan jam istirahat sekarang membuat detak jantungnya lebih kencang sambil bercucuran keringat. Danu sebelum melangkahkan kakinya ia menatap Denara tajam. Tatapan antara dendam, benci, dan tidak suka pada sikap gadis manja dan polosnya itu.
"Awas liat aja, apa yang bakal terjadi sama lo, selanjutnya." dendam batinnya menatap tajam, sambil menghirup nafasnya dalam-dalam.
Kedua kaki itu terus berjalan menyusuri tengah lapangan, sedangkan trik panasnya matahari terus menyorot begitu sangat menyengat. Namun setelah dirinya menempati ditengah lapangan tersebut, semua mata orang tersorot kearahnya. Seorang Danuarta Anggara memang terkenal nakal dikalangan sekolah, akan tetapi dirinya tidak pernah mendapatkan sanksi semamalukan itu. Jadi tak heran banyak sekali orang yang menatapnya aneh dan terheran-heran.
"Weii... liat-liat ngapain tuh si Danu berdiri ditengah lapangan?" ucap salah satu teman cowoknya yang sedang berlalu lalang.
Semakin lama, semakin ramai. Dan banyak orang yang keluar untuk melihat dirinya.
Tiba-tiba sahut Kellen dari balkon lantai dua. "Eh Danu ngapain lo berdiri disitu segala?" sahutnya kencang, sehingga Danu mengalihkan pandangan kearahnya.
"Eh itu bukan berdiri, tapi lagi jemur diri, sekalian sauna kaya ala barat-barat gitu" lagi-lagi celetuk Joni terdengar begitu kencang.
"Mana ada sauna ditengah lapangan, yang ada sauna itu dipinggiran pantai, jojon sarjoni...." Balas Kellen greget.
Kedua temannya itu datang dengan wajah tanpa dosa. "Eh Dan, daripada lu berdiri ditengah lapangan gini, mendingan lu ikut kita istirahat aja, ayok" seru Kellen.
"Eh Jon, ini semua gara-gara lo! Kalo lo tadi gak banyak omong sama Dena, gue gak bakal dapat sanksi kaya gini!" ucap Danu berdengus sebal pada Joni.
"Oh jadi selama ini lo dapet sanksi gara-gara cewek itu?. Wah keterlaluan..." Joni menggelengkan kepalanya, seakan akan ia berbuat tanpa dosa.
"Lo watados banget sih Jon, gue malu anjirr..." jeda sejenak. "pokoknya lo harus ikut tanggung jawab!" ancam Danu menggertaknya.
"Eh Dan jangankan ikut tanggung jawab masalah lo, gue aja masih banyak tanggungan beban gue sendiri" ucapnya melas.
"Ya ini juga gara-gara lo, yang bikin gue kaya gini, coba dari awal kalo lo gak bilang sama De___" Ucapnya terpotong seketika saat pak Toni bersahut kencang saat berjalan menuju kearahnya.
"Ada apa ini, ko malah ribut segala?!" bentak pak Toni pada mereka.
"Terus kalian ngapain kesini?"
"Enggak pak. Kita kesini cuma mau ngajak Danu ke ka__" Kellen memotong ucapan Joni seketika lalu dengan spontan langsung menginjakkan kakinya.
"Gini pak, maksudnya kita mau bicara bentar sama Danu" kata Kellen dengan alasannya.
"sudah bicaranya?" tanya pak Toni kembali.
"Sudah pak" balasnya mengangguk pelan.
"Kalo gitu tunggu apalagi, kenapa kalian masih disini?. Oh apa kalian mau ikut berdiri juga?" ancam pak toni tegas.
"Enggak pak. Makasih banyak" Kellen menyangkalnya, lalu ia pergi sambil menarik Joni secara paksa.
"Ayok Jon"
Dari setiap sudut semua telah menyoroti mereka, antara Danu yang sedang dihakimi oleh pak Toni. Tak lama kemudain setelah bel berbunyi kembali, dirinya diperbolehkan untuk pergi menuju kelasnya.
Toni Harianto.
menjabat seorang kepala sekolah sekaligus kakek dari seorang Denara. Pak Toni begitu terkenal dengan ketegasannya, dan membuat banyak siswa dan siswi takut dan menyeganinya. Namun disisi lain ia sangat perhatian dan sayang terhadap cucunya Denara, jadi Tak heran jika banyak siswa yang sangat enggan bermasalah dengan Denara, karena jika berurusan dengannya, maka ia harus berurusan dengan pak Toni juga.
Karakter: Tegas, Baik terhadap staff sekolah, namun terkadang sensitif.
KAMU SEDANG MEMBACA
Backstreet Dena & Danu
RomantikSatu kalimat yang mengganjal dihatinya. "Dan, aku boleh jujur gak?" tanyaku. ."Iya" jawabnya ."Sebenernya aku suka, suka kamu yang lemah". "Kenapa begitu?"tanyanya terheran-heran. "Karena dirimu yang lemah membuatku luluh dan sayang sama kamu," jawa...