Bab 9

2K 178 5
                                    

Apa yang Sheryn bilang tentu menjadi buah pikiran Hera. Ares normal, dia anak baik, ini Cuma fitnah tapi Hera sendiri tidak yakin jika prasangkanya benar. Mengingat Ares yang punya tatapan lain ketika melihat Cakra atau perihal Ares yang tidak pernah punya pacar atau tertarik pada perempuan bahkan adiknya itu tak pernah terlihat dekat atau membicarakan soal gadis yang ditaksir. Maka Ia putuskan setelah Ares lebih santai akan ia tanyakan.

“Res,..” Hera masuk ke kamar sang adik yang tidak dikunci. Di dalam kamar adiknya dipenuhi Koleksi poster  boyband korea. Ada juga band rock atau beraliran metal dari luar negeri. Di meja belajar sang adik dipenuhi figur action Marvel. Mereka kadang berebut barang itu jika kebetulan sama-sama menjumpainya di toko.

“Kenapa?”
Hera menggigit bibir bawahnya, sembari berkacak pinggang ia mengamati lekat-lekat adiknya. Kalau di konfrontasi langsung Ares akan sangat tersinggung.

“Gue bisa minta nomernya Cakra gak?” pura-pura saja tidak punya.

“Buat apa sih kak?” di mulailah ekspresi sebal Ares terpasang.

“Gue pernah diajak dia ke tempat dia latihan tinju. Gue kepengen ke sana lagi. Tempatnya nyaman, enak buat nongkrong sekalian cuci mata. “

Ares tidak menjawab, wajahnya langsung muram. “Kak jangan aneh-aneh. Cakra ke sana buat latihan, dia pengen jadi petinju. Gue minta jangan ganggu Cakra. “

“Aneh-aneh gimana?” Hera menunjukkan senyum konyol padahal hatinya ketar-ketir. “Kalau gue ngajak Cakra jalan kan wajar dong begitu sebaliknya.”

“Cakra gak mungkin ngajak kakak ke sana lagi!” sanggahan itu lumayan keras mungkin dapat didengar sampai bawah.
“Cakra gak suka sama kakak.”

Hera berlagak sok cantik dengan mengibaskan rambutnya. “Yah kalau Cakra naksir gue..wajar kan. Dia pasti bakal seneng kalau gue temenin latihan.” Ia belum melanjutkan ucapannya namun Ares sudah melotot tidak terima. Kecurigaan Hera semakin meruncing, kalau ia tak pandai bermain peran mungkin sekarang ia sudah memasang mimik panik dan curiga.

“Pikiran kakak terlalu jauh. Gak mungkin Cakra mau. “

“Siapa bilang? “ Hera bermain dengan emosi Ares terlalu jauh. “Cakra selalu kasih perhatian lebih waktu gue gonceng dia kemarin. Dia juga sempat marah waktu gue mau pulan sendirian. Kayaknya Cakra emang ada rasa ama gue. Wajar kan karena gue cantik..” ucapnya menekan kata terakhir yang sepertinya berhasil menyulut hati terdalam milik Ares. Seorang penyuka sesama jenis memang sensitif dengan kecantikan khas perempuan.

“Lo jangan sok kecantikan! Lo gak sesuai sama selera Cakra! Cakra gak mungkin milih lo buat jadi pacarnya!”

“Santai aja kali...” jawabnya disertai senyum gugup. Amarah Ares mengerikan namun yang lebih mengerikan jika yang Sheryn ucapkan ternyata benar. “Dia ngajak gue gak satu dua kali. Gue gak tanggapin, baru sekarang gue pikirin. Makanya gue minta nomer dia sama lo, gue yakin kok Cakra ada hati sama gue.” Ternyata Hera masih ingin memancing di air keruh namun yang didapatkannya malah sentakan kasar pada bahunya.

“Yakin amat kalau Cakra milih lo! Gue yang akan bikin Cakra gak suka ama lo. Cakra pernah bilang emang gak pernah suka sama gaya lo yang begajulan itu!”

“Lo gak bisa ngatur perasaan seseorang. Emang mungkin Cakra bilang begitu karena gak enak sama lo. Gue kakak lo, temennya! Cuma temennya dan gak punya hak buat nentuin dia naksir sama siapa!” Kenapa setelah mengatakan semuanya Hera yang merasa dikelabuhi dan sakit hati.

“Pergi lo dari kamar gue!” amarah Ares memuncak dan jawaban dari semua keraguannya terpampang nyata.

“Lo suka sama Cakra kan?”

Light in my heart Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang