Bab 23

1.5K 247 5
                                    

"Non, ada telepon buat Non." ucap sang asisten rumah tangga yang biasanya mengasuh Helen.

"Siapa? Wartawan?"

"Bukan katanya temen Non."

Hera mengerutkan kening. Seingatnya Katherine sudah ia beri nomer baru. Banyak temannya yang belum tahu nomer barunya. Kemungkinan besar mereka akan menghubungi rumah. Hera bangkit dari sofa lalu mengambil gagang telepon.

baru sepatah kata Hallo yang ia ucap wajah Hera berubah pucat. Pria di ujung sana mengetahui siapa dirinya, mengetahui jika selama ini Hera  berbohong. Juan membongkar semua kepalsuannya, menguliti, menghakimi tanpa tahu perasaan Hera yang sebenarnya.

Hera melongok jendela rumah . Masih banyak wartawan di depan. Ia akan menyelinap pergi dengan hati-hati. Bagaimana pun pertengkaran mereka nanti. Hera harus menjelaskan, mereka harus bertatap muka secara langsung.

💮💮

Juan melihat jam tangan sembari mengetukkan jemarinya di meja. Hera yang membuat janji tapi wanita itu yang mangkir. Ini sudah lebih setengah jam menunggu tapi hilalnya Hera tak nongol jua. Bukannya gadis itu pandai berbohong, membuat janji palsu pun pasti mudah. Kenapa Juan masih percaya. Dia sudah kepala tiga dan kembali dibohongi oleh anak usia sweet Seventeen. Juan menggeletukkan gigi. Ia kesal, marah, murka dan rasa lain yang berbaur menjadi sekumpulan awan hitam yang menutupi hati nurani.

"Om."

Seseorang dengan hoodie hitam dan celana training kedodoran memanggilnya. Kemudian orang itu melonggarkan sedikit tudung hoodienya. Baru terlihat siapa yang ada di hadapan Juan kini.

"Ini aku. Aku gak bisa lama-lama Om."

Juan meringis, apa sekarang gadis itu malu karena ketahuan berkencan di tempat umum dengan pria yang usianya dua kali lipatnya. Perasaannya terlukai. Ia yang lelaki kenapa jadi melankolis begini. "Kenapa? Kamu takut teman kamu bakal lihat?"

"Bukan. Ada masalah lain yang..."

Juan tak perlu penjelasan. Ia langsung memegang tangan Hera mengajak gadis itu ke luar restoran. Kalau malu masih bisa dikondisikan. Mereka dapat bicara di tempat tersembunyi kalau perlu di lubang semut sekalian.

"Maaf," ucap Hera memulai percakapan. Mereka berada di dalam mobil. Tempat ini yang dirasa Juan paling aman asal mereka tidak membuat mobil goyang-goyang maka polisi tak akan datang.

"Cuma itu yang kamu mau bilang setelah kebohongan kamu ketahuan? Kalau cuma maaf masalah selesai. Pemerintah gak bikin penjara."

Sinis, Sadis dan tajam. Itu penggambaran untuk mulut Juan sekarang. "Aku awalnya mau jujur tapi Om baik banget. Aku suka Om dari pertama kali kita ketemu. Om baik. Tapi kalau aku ngaku siapa aku sebenarnya. Om pasti akan langsung menjauh."

Jawaban Hera dapat diterima. "Kamu benar. Aku akan langsung menghindari seorang gadis kaya, manja, agresif, liar serta tak punya empati."

Penggambaran sosok Hera jauh dari itu. Bolehkah si gadis merasa tersinggung atau harus memaklumi jika Juan sedang diliputi amarah.

"Apa kau merasa lucu ketika berhasil mengerjaiku? Menjadi gadis lemah, miskin dan butuh pertolongan. Harusnya kamu berhenti saat kita putus malah kamu melanjutkan hubungan kita sampai jauh! Sampai..." Juan sudah tak sanggup berkata lagi.

"Aku suka sama Om makanya aku mau melanjutkan sandiwaraku."

"Sampai kapan? Sampai aku menikahimu atau sampai aku menemukan siapa keluargamu lalu lamaranku akan ditolak mentah-mentah oleh ayahmu sebelum leherku di tebas olehnya. Aku pria berusia 33 tahun, meniduri anak gadisnya yang berusia tujuh belas tahun. Usiamu tujuh belas bukan dua puluh. Aku pdofil. Aku manusia tidak punya etika! Semua gara-gara dirimu, gara-gara kebohonganmu!! "

Juan kecewa, perasaan cintanya yang tulus harus dibalas dusta. Demi tuhan ia ditipu oleh gadis belia. Dengan konyolnya Juan mengajukan pernikahan.

"Maafin aku Om. Aku benar-benar suka sama Om, aku cinta sama Om. Aku ngaku, aku salah tapi di sini bukan aku yang cuma bohong tapi Om juga! Om mau pacaran sama aku tapi Om juga pacaran sama Mbak Lidya. Om malah berencana menikahinya."

Hera tak mampu lagi bersikap tegar. Air matanya jatuh. Ia teruskan kata-kata yang disimpannya lama. "Aku emang bohong soal umur dan statusku tapi Om nipu aku. Om mau menikahi perempuan lain tapi Om Lamar aku."

"Jadinya kita sama-sama berbohong kan? Yah aku juga menduakanmu. Aku mengaku salah. Bukan cuma kamu yang jadi penipu tapi aku juga."

Juan bersikap lebih kuat. Seorang lelaki gengsi bila menitikkan air mata tapi yang Hera tak ketahui, hati Juan remuk. Bukan kebohongan Hera yang membuatnya hancur tapi jarak usia mereka, status mereka mengubah segalanya. Lebih mudah menggapai Hera jika gadis itu cuma perempuan biasa. Hera putri Rudolf, salah satu pengusaha kaya dalam bidang usaha perikanan dan kelapa sawit. Pria itu tak akan memberikan putrinya yang belia untuknya, sekali pun Hera telah ia rusak.

"Jadi kita sama-sama bohong kan?
Tapi perasaanku nyata. Aku cinta sama Om. Om juga cinta sama aku kan?"

Hera butuh diyakinkan. Juan yang menatap ke depan menengok sebentar. Gadis ini jelas tak berbohong soal perasaannya tapi Juan ragu apakah tiga, Lima tahun perasaan Hera akan tetap sama. Juan takut jika menuruti kata hatinya, ia akan jadi debu. Hera akan menemukan pria lain setelah mereka berpisah tapi untuk Juan, ia akan jadi lapuk, menjadi pria patah dan pria pahit lidah karena kerusakan hatinya sudah terlalu parah.

"Aku tidak tahu. Aku tidak tahu apa yang mesti ku lakukan padamu. Semuanya memang mudah ketika kamu hanya seorang gadis miskin yang perlu perlindungan tapi kamu sekarang adalah gadis kaya yang bahkan bisa mendapatkan barang kesukaannya dengan menjetikkan jari. Kamu seorang pelajar, harusnya belajar bukannya pacaran apalagi menjadi seorang istri."

Hera sudah tahu jawabannya. Ia paham posisi Juan bagaimana. Hera membuka pintu mobil, berinisiatif pergi sebelum dipersilahkan. Secara tidak langsung Juan menolaknya, Hera menyesal karena telah menjadi pembohong besar tapi sikap Juan yang begini membuatnya semakin terpuruk. Jika Juan ragu lantas bagaimana dengan hatinya yang bercokol kuat untuk pria itu? Yah tugasnya belajar dan tugas Lidya nanti sebagai pendamping Juan. Hati Hera bukan sesuatu yang penting untuk dipertimbangkan. Lukanya gampang sempuh, itu kan yang pria itu pikirkan.

Hujan tiba-tiba turun, menemani Hera yang berjalan pelan sambil menitikkan air mata. Wajahnya yang menyedihkan berbaur dengan air berkah dari langit. Sambil terus melangkah, Hera tahu telah patah dan lelah. Ia yang salah langkah, ia yang jadi pedebah tapi kenapa lukanya yang paling parah.

Sedang Juan menelengkupkan wajahnya di setir mobil. Untuk pertama kalinya sebagai seorang pria, Juan menangis karena cinta. Lukanya tak seberapa tapi harga dirinya yang terinjak. Baru merasakan dicintai, lalu mencintai dengan tulus tapi semuanya cuma tipu daya. Kehilangan Naima tidak semenyakitkan ini tapi perpisahan dengan Hera mampu membuat hatinya terjun bebas. 

Cinta untuk Juan hanya sebuah luka dan rasa sakit. Ayahnya benar ketika mengatakan untuk jangan pernah jatuh cinta. Ketika rasa cinta ada, logika terabaikan, Nalar tergadaikan dan seorang pria dilemahkan.

🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀

Kutuk aja si Ferdinant di alam baka. Udah bikin Emran menderita, mati aja kata-katanya masih menggema di pala Juan.

Jangan lupa vote dan komentarnya

Light in my heart Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang