Spoiler lagi, kali ini pakai POV 2. Tebak siapa yang sedang diceritakan? Apa? Kakashi? Ampuuuunnn😭😪.
Baca aja yuk, selebihnya ada di apk Novel Life.
Kamu sedang berjibaku dengan segala perangkap, merangkai satu persatu bagian hingga akhirnya siap guna. Kamu tersenyum puas, merasa senang karena usahamu begadang semalaman terbayarkan.
“Akhirnya aku bisa tidur nyenyak!” serumu gembira. Kamu meletakkan perangkap tersebut di meja kerjamu, lalu beringsut ke ranjang untuk beristirahat. Harimu terasa melelahkan karena harus mengerjakan tiga perangkap sekaligus.
Namun keinginanmu tidur tertunda, sebab perutmu bergemuruh minta diisi. Membuatmu mendengkus dan berpikir bahan apa saja yang ada di dapurmu. Beberapa sayur dan ubi masih tersedia, tetapi seleramu tidak menginginkan makanan-makanan itu.
Alhasil, kamu memilih keluar dari rumah—taklupa mengenakan mantel—dan berjalan ke arah rumah Tsunade. Rumah kalian berdekatan, hanya tersekat satu petak di belakang, dan kamu bisa dengan mudah berkunjung ke sana.
“Tsunade, apa kau ada makanan?” tanyamu tanpa permisi, langsung masuk dan mendapati Tsunade yang menyeruput air rempah. “Astaga, kau tidak membaginya padaku? Jahat sekali!” gerutumu.
“Kau akan langsung menghabiskannya jika aku menawarimu.”
Kamu tertawa pelan, lalu berjalan ke arah dapur untuk melihat makanan apa yang tersaji. Begitulah kamu, selalu merasa santai berkunjung ke rumah anggota ‘Para Pemburu’. Bahkan, tidak segan menanyakan lauk yang mereka punya, saat kamu merasa lapar.
“Aku lapar, Tsunade. Kau ada makanan apa?”
Kamu mengacak dapur Tsunade, membuka berbagai tempat penyimpanan dan melihat-lihat. Beberapa ubi dan sayuran, lalu potongan daging ayam dan sapi, serta jamur-jamur yang dibudidaya. Kamu tersenyum puas, mengambil satu bungkus potong daging.
“Hei, aku ambil satu bungkus!” serumu pada Tsunade, lalu tertawa riang karena Halma hanya mendelik padamu. Ya, kamu merasa Tsunade benar-benar teman yang baik, dan dia membiarkanmu mengacak dapur. Bahkan, memasak di dapurnya.
“Kau tidak ke rumah Hinata?”
“Hem?” Dahimu berkerut. Kegiatanmu memotong daging sejenak terhenti, lalu menoleh pada Tsunade yang beringsut mendekatimu. “Hinata? Ah, dia sedang tidak enak badan sejak kemarin. Aku tidak ingin mengganggunya.”
Hinata—gadis yang baru satu tahun bersama ‘Para Pemburu’, tetapi sanggup membuat jantungmu berdegup kencang. Kamu terpana saat pertama kali jumpa, lalu wajahmu memanas kala gadis itu tersenyum padamu. Getaran aneh langsung kamu rasakan, dan takperlu menunggu lama hingga kamu sadar ... bahwa kamu jatuh cinta pada Hinata.
“Menyebalkan! Kau merecokiku setiap hari—meski sedang sakit sekalipun!”
Kalimat Tsunade membuatmu tertawa lagi. “Kau bisa sakit? Benarkah?”
Tsunade melempar bantal sofanya, lalu kamu gesit menghindar. Bunyi peralatan memasak yang jatuh akibat lemparan pun terdengar, tetapi kamu lebih sibuk menghindari amukan Tsunade. Gadis itu benar-benar tidak memberikanmu celah, hingga akhirnya kakimu terantuk kursi sofa dan terjatuh.
Membuat Tsunade yang sedari tadi mengejar, turut jatuh di atas tubuhmu.
“Ugh ...,” keluhmu, merasa Tsunade menindihmu. “Tsunade, menyingkir! Kau berat sekali.”
Lagi, Tsunade menyerangmu, tetapi kali ini memukul pelan pelipismu.
“Aku heran, wajahmu tampan tapi perilakumu menyebalkan!”
“Oho, aku memang tampan sejak lahir!”
“Kau menyebalkan!”
“Hei, jangan menjambak rambutku!”
Kalian bergulat seperti anak kecil, berguling-guling di lantai. Sesekali kamu yang ada di atas Tsunade, menahan tangan gadis itu berbuat anarkis. Kemudian Tsunade yang menggulingkanmu, lalu memukul pelipis serta wajahmu. Membuahkan jeritan dan raungan pelan di rumah Tsunade.
Hingga akhirnya, saat Tsunade kamu gulingkan kembali—menahan tangan gadis itu—dia justru menarik tanganmu. Membuatmu terjatuh tepat di atas tubuhnya, dan bibir kalian pun bertemu.
Kamu membeku, tetapi satu detik berikutnya kamu berdiri. Kamu tidak berani menatap Tsunade, menggaruk tengkuk dan pipi, lalu kembali berjalan gontai dan limbung ke arah dapur.
Rasanya aneh, kamu mengakui itu. Ada satu rasa tidak nyaman saat bibir kalian bertemu, dan selama kamu memotong daging, hanya ada seruan bahwa kejadian itu tidak disengaja. Kamu tidak sengaja, dan kamu yakin Tsunade berpikir demikian.
“Ya, itu tidak disengaja,” batinmu mengukuhkan diri.
“Aku menyukaimu, Gaara.”
Lagi, kegiatanmu terhenti. Tubuhmu membeku saat satu ungkapan singkat Tsunade menyapa pendengaranmu.
“Aku menyukaimu sejak pertama kali bertemu.”
KAMU SEDANG MEMBACA
NAARI : SILUMAN RUBAH (Naruto version)
Fiksi PenggemarKehadiran siluman rubah berhasil menebar teror. Musim dingin yang sulit menjadi semakin berbahaya. Bersama anggota "Para Pemburu", Hinata bergegas menyusun rencana untuk mengamankan warga. Menentukan kapan kedatangan siluman sekaligus membuat pengha...