Dylan 36 - Pulang

68 9 5
                                    

Raya membereskan  barang-barangnya kemudian beranjak keluar kelas. Mata kuliah hari ini telah usai. Mr. Orland baru saja keluar dari ruang kelas.

Raya menjejakan kakinya dan melangkah menuju parkiran mobil. Begitu sampai di parkiran dering ponselnya bergetar. Raya mengambil ponsel kemudian mengangkat panggilan tersebut ketika ia tahu jika yang menelfonya adalah Devka.

Sembari mengangkat telfonnya Raya membuka kunci mobil dan masuk ke dalam.

"Hallo, Dev."

"Ee, Ray. Sekarang lo ada dimana?" tanya Devka di ujung sana.

Suara bising terdengar di gendang telinga gadis itu. Pasti Devka baru buka cafe. Kemudian Raya menjawab, "baru selesai kuliah. Ini mau pulang. Kenapa?"

"Ohh. Gapapa sih gue cuma .... tanya aja, hehe. Yaudah kalo gitu hati-hati di jalan." Devka mematikan panggilannya.

Raya mengernyitkan kedua alisnya merasa bingung dengan tingkah Devka. Tak ingin ambil pusing Raya melajukan mobilnya menuju arah pulang.

Perjalanan menuju rumah cukup lenggang. Tak begitu banyak kendaraan berlalu lalang sebab belum waktunya pulang kerja. Raya pun menghela napas lega. Begitu juga siklus cuaca hari ini yang begitu cerah. Ah, Raya sangat menyukai suasana siang menjelang sore hari. Matahari tak begitu terik. Gadis itu mematikan AC mobil dan membuka kaca mobil demi menikmati semilir angin sepoi-sepoi. Setidaknya otaknya terasa begitu ringan setelah mendengarkan penjelasan panjang di matkul Mr. Orland.

***

Devka meletakan ponselnya di atas meja, sangat lega begitu mendengar suara Raya yang terlihat baik-baik saja.

"Puas lo?"

Lelaki berkemeja kotak-kotak hitam itu tersenyum kecil merasa puas.

"Makasih."

Devka menghela napas, "kenapa nggak lo aja yang telfon Raya, sih?"

Lelaki itu menunduk seraya memilin jemarinya. "Apa gue bisa memperbaiki hubungan gue sama dia lagi?"

"Bisa."

"Setelah gue nyakitin dia?"

Devka mengangguk. "Raya masih ingin lo kembali,"

"Gue udah nggak punya muka lagi di depan dia,"

"Muka lo masih ganteng. Tapi masih ganteng gue." tandas Devka bergurau.

Dia mendengkus. Pandangannya mengarah ke luar jendela, memperhatikan setiap pengemudi yang berlalu lalang di jam sore ini. Mungkin sudah saatnya pekerja kantoran pulang ke rumah nya.

"Selama satu tahun ini Raya banyak menderita karena lo. Raya selalu sedih setiap dia ingat kenangan kalian. Kedua, Raya udah kehilangan setengah kehidupannya."

Dia mengalihkan atensinya ke Devka. "Maksud lo?"

"Raya punya penyakit jantung kronis. Penyakitnya udah parah. Gue tau berita ini dari Aksara. Dan lo tau kenapa sampai sekarang Raya masih hidup?" Dia diam. "Sahabat kita, Aksara. Dia yang udah bikin Raya hidup lagi. Karena dia Raya jadi punya kehidupan kedua setelah sekian lama."

"M-maksudnya ... Aksara—"

Devka mengangguk lemas. "Aksara udah meninggal. Dia udah ngorbanin nyawanya buat Raya. Lo tahu alasan kenapa Aksara ngelakuin ini semua?" Devka menjeda. "Karena Aksara mau lihat Raya bahagia. Aksara rela berkoban demi Raya karena dia tau kalau kebahagian Raya ada di diri lo."

 [✔] DylanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang