Eps 3. Adel Bilang Aku Mimikri
Kehadiran Delima bak dewi fortuna turun dari kolong langit bagi keluargaku, khususnya Kikan dan Tristan. Sedangkan aku? Jangan tanya, maksudku jangan salah, aku hanya menganggap sebatas hubungan atasan dan bawahan, apalagi baru hitungan seminggu.
Walaupun kuakui hasil kerja Adel lebih bagus daripada Sofyan karena catatan keuangannya terperinci dan rapi, tetapi harga diriku sebagai bos tak mau ketularan terbawa arus kedua anak itu.
Entah dengan jampi-jampi apa sampai Tristan dan Kikan mendadak lengket kayak permen karet. Kuperhatikan, hanya dalam jangka waktu 3 x 24 jam saja, kupingku sudah mendengar obrolan Tristan dan Adel. Tepatnya, Tristan lagi belajar sains alias IPA sama Adel di meja kasir laundry. Padahal aku tahu betul kayak apa pendiamnya Tristan. Kalau nggak dicolek nggak bakal mau ngomong. Lagi melek saja susah disenggol apalagi kalau tidur?
Satu pekerjaan rutin yang rasanya pengen kupanggil sosok Diana dari istirahat panjangnya adalah bantuin aku membangunkan Tristan untuk Salat Subuh. Itu pekerjaan yang menguras kesabaran sampai level maksimum.
Aku pun tahu betul, jarang-jarang Tristan mau nengok ke rumah samping lihat usaha laundry papinya kalau nggak sekadar minta uang jajan. Terakhir, Tristan itu introver, kurang suka keramaian. Boro-boro mau diajak arisan keluarga kayak kemarin. Ia lebih suka baca buku di pojokan.
"Bener kata Kikan, kalau Kak Adel itu smart, Papi. Cara njelasinnya mudah nggak kayak guru aku di sekolah. Mendingan aku belajar privat saja sama Kak Adel!" ucapnya tampak semangat. Aku baru pulang sore itu dan mendapati dia di ruang laundry.
Tujuanku ke tempat laundry tentu saja bukan mau nengokin Adel, melainkan minta laporan keuangan hari itu.
"Memangnya apa sih yang diajarin dia?"tanyaku kepo malamnya. Jangan sampai aku kalah pamor di depan anak-anakku.
"Segala macam pelajaran tahu, Pi. Sepertinya Kak Adel itu multitalenta."
"Apa?" Aku tertawa geli, baru begitu saja dibilang multitalenan eh talenta.
Aku juga multi bahkan multiple talenta, kali! Apalagi sejak mami kalian pergi. Siapa yang bangunin kalian tidur? Siapa yang nyiapin sarapan? Siapa yang antar ke sekolah? Siapa yang kemarin ambil rapor? Siapa yang ikut pontang-panting cari bahan prakarya? Siapa yang bikinin surat ijin ke guru kalian? Siapa yang ikut cari kaus kaki kalau hilang sebelah?
Guee! Papi kalian! Multitalenta banget kan?
Sampai Kikan mau acara market day saja, aku yang kelabakan cari bahan-bahannya ke pasar lalu ikut menyiapkannya untuk di jual di sekolah. Turun dari mobil, angkut barang lalu menyiapkan di meja bazaar halaman sekolah. Tahu apa yang bikin keki? Dilihatin dan didekatin emak-emak temannya Kikan. Katanya, kalau yang jual kebab papinya Kikan, maulah repeat order saban hari. Duh, asal tahu saja, mereka itu cuma manis di mulut, berat di dompet.
"Pi, kayaknya boleh juga loh saran kak Adel."
"Buat siapa? Buat Papi?" Dadaku mendadak berdebar. Adel kasih saran apa lewat Tristan?
"Bukan! Masa buat Papi? Ya buatku lah!"
Oh, kirain. Mataku makin ingin keluar saja. Giliran selama ini aku kasih petuah-petuah dibilang pemaksaan kehendak, lah Adel yang baru dikenal sudah mau dituruti saja.
"Apa?"
"Kak Adel bilang, supaya aku banyak teman dan hidupku berwarna, maka sesekali aku harus seperti bunglon."
"What?"
"Mau ganti kulit mengikuti situasi dan kondisi. Jangan orang lain yang harus ngikutin maunya kita. Papi kan tahu, selama ini aku cuma suka main futsal, boleh deh sesekali aku berubah selera main badminton ngikutin beberapa temanku. Katanya, orang ngalah bukan berarti kalah.
Namun menyesuaikan diri, supaya tidak dimusuhi atau dibiarkan sendiri. Ini namanya strategi mimikri."
KAMU SEDANG MEMBACA
DURIAN DAN DELIMA
RomanceDuan Rinaldy Antara yang sering dipanggil Durian, harus merasakan sedihnya hidup setelah istrinya meninggal setahun lalu. Duda keren dengan dua orang anak, Tristan dan Kikan ini berusaha memenuhi permintaan mendiang istrinya yang dulu sering ditenta...