Love Maze (2)

1.4K 196 118
                                    

[ warn! part ini gak containing banyak dialog, mungkin bakal membosankan🙇 ]
.
.
.
.

"Riki, kok Papa panggil gak nyaut sih sayang?"

Jaeyun melongokkan kepala di pintu kamar putra kesayangannya.

"Eh maafin Riki Pa. Riki lagi baca buku" jawab si kecil.

Jaeyun ulaskan senyum maklum. Anaknya ini kalau udah berkutat sama bacaan memang kayak punya dunianya sendiri.

Dihampirinya anak lelaki berusia 6 tahun tersebut. Menggeram gemas dalam hati ketika bocah manis itu memandangnya dengan kedua bola mata bulat yang lucu pakai tatapan polos.

"Sesuka apapun Riki sama sesuatu, sefokus apapun Riki saat membaca, Riki gak boleh abai juga sama sekitar, ya sayangnya Papa?" ucap sang Papa, beri putra kecilnya pengertian sehalus mungkin.

Riki, sang putra, mengangguk sembari mem-poutkan bibir mungilnya. "Oke Papa, sowwy for that umm?" katanya dengan nada merayu.

Jaeyun terkekeh gemas. Ahh, anaknya ini bikin tambah sayang aja setiap harinya.

"Yahh, kok malah ngobrol disini sih? Daddy udah kelaperan nunggu kalian di ruang makan lho, jahat banget"

"Daddy lebay. Ayo Pa, kalau kita kelamaan disini nanti ada rusa ngambek" Riki menggandeng tangan Jaeyun, melewati Heeseung begitu aja.

Jaeyun tertawa kecil ketika dilihatnya Heeseung yang cemeberut parah. Pria dewasa itu memang sering banget dibuat cemberut sama Riki.

Ah ya, hello from the future!

Udah 7 tahun berlalu sejak kejadian dimana Jaeyun ditinggalkan oleh mantan suaminya, Park Sunghoon.

Usai menerima surat menyakitkan itu, Jaeyun kehilangan arah. Memberitahu Sunghoon soal kehamilannya pun merupakan ide yang buruk. Dia gak bisa tidur sama sekali sampai pagi menjemput. Walau begitu, mau gak mau dirinya harus tetap menandatangani surat perceraian yang dibawakan langsung oleh pengacara keluarga Park.

Jaeyun sama sekali gak memberitahu Pamannya mengenai perceraian itu. Hanya Bu Aini dan Winter yang tahu. Itupun karena Jaeyun gak datang untuk membantu catering selama tiga hari, buat wanita paruh baya itu khawatir dan berakhir mendatangi kediaman Jaeyun.

Kala itu, Winter menjerit histeris ketika didapatinya Jaeyun yang pingsan dengan wajah pucat total di lantai dapur. Mereka membawa Jaeyun ke dokter, dan saat pria itu sudah siuman, Winter memeluknya sambil menangis terisak. Karena merasa bersalah, Jaeyun putuskan buat menceritakan tentang perpisahannya dengan Sunghoon.

Bu Aini marah, sangat marah karena putra tak sedarahnya disakiti. Maksudnya, kenapa ada yang tega untuk sakiti malaikat seperti Jaeyun?

Janda beranak satu itu sempat menyarankan agar Jaeyun tinggal di rumahnya aja. Tapi tentu hal itu ditolak. Jaeyun gak suka merepotkan orang lain, sekalipun orang itu secara sukarela menawarkan kebaikannya tanpa pamrih.

Bukan hal mudah, tinggal sendiri di tengah masa kehamilan dimana seharusnya ia mendapat curahan perhatian dari suami tercinta. Morning sickness sering datang dengan gak tahu dirinya kapanpun ia mau.

Tapi semuanya berubah pada bulan keempat kehamilannya.

Lee Heeseung. Tetangga baru yang menempati rumah kosong di samping rumahnya. Salah satu rumah mewah di daerah sana yang udah cukup lama gak berpenghuni, tapi tetap dirawat dengan baik. Jelas, cuma orang kalangan atas yang mampu membelinya.

Pria itu definisi sempurna. Wajahnya itu mahakarya Tuhan, pembawaannya ramah dan hangat, dari tutur katanya udah kelihatan kalau dia adalah orang berpendidikan tinggi, and the last but not least, tentu Heeseung adalah pria muda yang sukses. Dia merupakan CEO dari sebuah perusahaan startup yang namanya udah melalang buana di negeri ini.

Dear JaeyunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang