W-9

200 45 0
                                    


Setelah membunyikan alarm mobilnya dan tau dimana posisinya, Leya kemudian melangkahkan kakinya. Sekarang pukul sepuluh malam lebih sedikit, dan dia baru mengambil mobilnya kembali setelah wacana dari tadi siang yang berujung ngobrol panjang lebar antara dia dan ketiga pria di apartemen Gerald. Gerald tidak termasuk, hanya Yuta, Hadi dan Delvin. Gerald pergi karena hari ini jadwal dia ngegym.

Untuk urusan jokes Yuta, cukup nyambung dengan Leya. Kalau Hadi jangan ditanya. Dia dari dulu udah sering jahilin Leya yang ujung-ujungnya akan terjadi keributan antara Hadi dan Andra. Kenapa jadinya Andra? Karena Leya selalu mengadu pada pria itu, entah dia yang salah atau nggak. Hasil akhirnya tentu Hadi yang akan kena sasaran omel Andra.

Frekuensi jokes antara Leya dan Delvin tidak begitu kuat. Makanya, terkadang pria itu ikut nimbrung kadang diam. Tapi menurut Leya diantara teman Gerald yang dia kenal sejak SD, Delvin terbilang paling normal meskipun Andra jadi orang terdekat Leya. Kenapa Leya memilih Delvin jadi orang paling normal ketimbang yang lain? Karena setelah mengenal Andra makin jauh, pria itu cukup porno, kalau menurut Leya. Jadi sebelas dua belas sama Hadi dan Gerald.

"Leya." Seseorang memanggilnya, dia pun memutar tubuhnya. "Anjir kapan lo balik." Ucap orang itu antusias, lalu memberikan pelukan singkat pada Leya. Dia adalah Jean Jefferson. Teman SMA Leya.

"Semingguan lah gue di Jakarta." Jawabnya sambil tersenyum simpul.

"Brengsek banget lo gak kontak gue."

"Gue dirumah aja, keluar juga baru kemarin. Ini aja karena mobil gue ketinggalan semalam. Makanya mau gue ambil."

"Kok bisa?!"

"Gue minum sampe kalap terus yang anterin balik temen abang gue."

"Kalandra?"

"Bukan."

"... Yaudah masuk dulu lah. Kita ngobrol bentar."

"Ngg.. gak disini deh. Gue malu anjir gara-gara pingsan semalam."

"Lagian sih lo.. yaudah ikut gue. Gue tau tempat enak."

"Oke." Leya ngangguk. "Lo pake apa kesini?"

"Motor.. biasa"

"Yaudah lo duluan tar gue ngikutin dibelakang."

"Sip."

Sepanjang jalan mobil Leya mengekori motor Jean. Sampai sekitar tiga puluh menitan. Mereka sampai di Bar and resto, yang tempatnya cukup santai. Tidak seperti Oberon yang semalam didatangi Leya, dan berakhir pulangnya diangkut oleh Delvin dengan cara di bopong, yang memang notabenenya tempat itu adalah night club.

Meski Leya lahir dan besar di Jakarta, setidaknya sampai dia SMA. Tapi empat tahun di Melbourne, membuatnya tak tahu tempat-tempat tongkrongan baru. Seperti Oberon dan tempat yang baru dia datangi. Meski untuk sebagian rute di Jakarta dia masih hafal.

"Apolo." Leya bersuara.

"Itu gue yang kasih nama."

"What.. tunggu, jadi ini tempat punya lo?" Leya bertanya dengan mulut menganga.

"Tepatnya Kakak gue. Gue cuma taruh saham doang." Leya ber 'O' ria sambil menganggukan kepala. "Udah yuk masuk."

Jean jalan lebih dulu diikuti Leya, kemudian Jean membawa Leya kemeja bar.

"Mau pesan apa?"

"Gue yang ringan aja Je. Gue balik ke apartemen Gerald. Kalau gue balik kayak semalem. Kena omong lagi gue." Leya mengeluh dengan sedikit nada kecewa. Tanpa menunggu, Jean langsung memcan dua minuman dengan rendah alkohol.

"Gerald sekarang udah jadi Kakak yang sesungguhnya? I mean ..perhatian gitu?"

"Ya.. better lah. Tapi gue sendiri yang minta ke dia jangan terlalu dekat. Soalnya buat gue.. agak canggung. Untungnya dia ngerti. Aneh aja dia yang tadinya biasa aja sama gue tiba-tiba perhatian kan?" Jean mengangguk. "Makanya apa-apa alasannya bawa nyokap." Ucap Leya sambil terkekeh. "Lo ke Oberon mau ngapain tadi?."

WreckedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang