Chapter 2

7 1 0
                                    

27 Juli 2014
05:00 AM

Di pagi hari seperti biasa aku melakukan rutinitas pagi dengan bangun tidur, mandi, beribadah, dan tentunya persiapan berangkat sekolah.

Sementara Ayahku sudah bangun sejak jam 4 pagi. Hal yang membuatku heran adalah kenapa harus ayahku yang menyiapkan makanan bukannya tugas rumah tangga itu milik ibu?

Sementara Ibuku masih tidur di kamar bersama adikku. Selama aku sekolah dari TK sampai sekarang sosok Ayahlah yang selalu ada setiap pagi mengurus persiapan sekolahku.

Terkadang aku bingung dengan dunia ini, kenapa sosok Ayah harus cosplay menjadi seorang ibu juga? Apakah ayah kurang kegiatan?

Yah ... tentunya itulah yang aku pikirkan di usia 13 tahun ini. Benar-benar konyol tapi nyata. Tentunya itu bukan masalah besar untukku, yang terpenting ibuku mau mengambil rapor sekolahku dan mau kuajak rundingan untuk masalah nilai.

Selama pengambilan rapor SD ibuku tidak pernah mengomeli nilai ku yang buruk, tentunya karena aku memiliki bakat lain dari hobi ku.

Sewaktu SD aku menang dalam perlombaan melukis, menggambar, bahkan membuat kaligrafi. Juara 1, 2, 3 selalu kuraih mungkin itulah yang membuat ibuku tidak mengamuk hehe ...

Saat kelulusan SD pun aku memperoleh peringkat nilai terbaik ujian nasional didalam mata pelajaran Bahasa Indonesia dan menerima penghargaan atas nilai tertinggi yang ku peroleh. Sementara mata pelajaran Matematika dan IPA sungguh diluar nalar. Nilai dari kedua mapel itu benar-benar membuatku terharu karena nilainya sama dengan rata-rata nilai ujian. Eh ... Bukan terharu maksudku tapi mengsedih.

Setelah persiapanku selesai aku mulai berangkat sekolah menaiki sepeda, tentunya bersama dua sepupu laki-laki ku yang satu sekolah denganku. Hari ini adalah hari resmiku menjadi siswi di SMP Negeri 01.

Sesampainya disekolahan seluruh siswa berkumpul di halaman sekolah untuk melaksanakan apel pagi. Suasana apel terlihat tertib tapi tidak untuk barisan para lelaki, dari belakang barisan guru sudah terlihat seperti algojo yang siap menghajar siswa yang urakan dan tidak tertib saat berbaris.

Aku tidak peduli dengan siswanya tapi yang aku pedulikan adalah sapu yang terlihat masih baru sedang disalah gunakan. Padahal sapu dirumah ku saja sudah tidak layak dipakai, kan mubasir!

Yang lebih mendebarkan lagi adalah pembagian kelas yang sebenarnya, namaku masuk ke daftar absen kelas 7c dengan urutan nomor absen 18. Akhirnya aku tidak sekelas dengan gadis berambut urai itu, tapi memang sangat disayangkan tidak sekelas dengannya aku jadi harus berkenalan lagi dengan anggota kelas baru. Rasanya benar-benar melelahkan ketika harus berkenalan lagi.

Ruang Kelas
07:00 AM

"Perkenalkan nama ibu adalah Diah Setyowati, panggil saja ibu Diah. Saya disini akan menjadi wali kelas kalian, jadi saya harap kita bisa bekerja sama sampai dua semester kedepan. Nah ... Supaya ibu tidak kesulitan memanggil kalian jadi ibu minta kalian perkenalkan diri kalian masing-masing didepan kelas ya ..."

"Hah ... Sudah kutebak hal ini bakal terjadi, perkenalan lagi doong ..." (Batinku berseru)

Bu Diah kemudian memanggil setiap siswa berdasarkan buku absen untuk perkenalannya. Urutan angka sebelum aku sudah disebutkan semua dan sekarang adalah giliranku untuk maju.

"Nomor absen 18 dengan nama Alena Andara tolong maju kedepan dan perkenalkan diri kamu."

Dengan keberanianku akhirnya aku maju meskipun rasanya panas dingin.

"Perkenalkan nama saya Alena Andara ..."

"Tunggu dulu! Kok sorot mata mereka berbeda saat melihatku. Apa mereka tidak tertarik denganku?" (Batinku bersedih)

"Tempat tinggalku di jalan anggrek nomor sepuluh gang lima dekat dengan sekolahan ini barangkali kalau kalian mau mampir hehe ..." Aku pun melanjutkan perkenalanku.

Suasana dikelas masih saja dingin apalagi para siswa cowok terlihat sangat tidak bersahabat. Karena tidak tahan dengan suasana kelas itu aku akhirnya undur diri.

"Sekian perkenalan dari saya, terima kasih."

"Perkenalan yang sangat singkat ya, terima kasih telah memperkenalkan diri ya Alena

"Iya sama-sama."

Aku kembali ke tempat duduk dan mereka masih saja melihatku dengan tatapan aneh mereka.

Ruang Kelas
09:30 AM

Bel istirahat berbunyi waktu itu aku mencoba bergaul dengan teman baruku, namun hal tak diduga datang setelah aku mengajak mereka mengobrol.

"Hei! Jelek! Kenapa sih kita harus sekelas dengan mu?"

Salah satu siswa laki-laki itu mengejekku didepan kelas, lalu tak lama kemudian teman-teman lainnya ikutan mengejekku. Karena merasa muak aku memutuskan pergi dari kelas, aku berpikir kalau semua yang mereka katakan hanyalah candaan aku pun tidak menggubris ucapan mereka. Aku pergi ke kantin sendirian dan disitu aku bertemu dengan teman lamaku.

"Hai Indah!"

"Hai!"

"Pas banget ketemu sama kamu, aku mau curhat nih."

"Nanti ya? Aku nggak bisa nih aku harus balik ke kelas."

"Loh? Kenapa?"

"Lagi males aja keluar kelas."

"Males? Ini kamu keluar kan?"

"Iya keluar cuman beli makanan aja ke kantin."

"Bentar aja masa gak mau?"

"Emang curhat apa?"

"Penting! Cari tempat duduk yuk!"

"Di kelas ku aja!"

"Ogah, banyak orang."

"Yaudah! aku balik dulu."

"Lah ... Lah ... Kok balik? Tungguin woy!"

Aku dengan terpaksa mengikuti Indah sampai di kelasnya berharap beban pikiranku bisa berkurang namun waktu aku masuk kelasnya, aku melihat dirinya dikelilingi banyak teman dan diajak mengobrol dengan santai oleh teman sekelasnya.

"Indah! Ngapain disitu woi! Aku masih didepan pintu gak kamu suruh masuk nih?" Aku sambil merendahkan nada bicaraku.

Karena tidak enak dengan teman barunya akhirnya aku menunggu dia diluar kelas berharap Indah keluar. Namun setelah beberapa menit dia tidak muncul untuk mencariku.

"Indah ... Indah ... Bener-bener kampret tu orang, lupa kali ya sama temen lamanya? Pergi ajalah!"

Selama istirahat aku berjalan sendirian di koridor sekolahan sambil berpikir apa yang akan aku lakukan selama istirahat.

"Sendirian dan terlantung-lantung begini membuatku bosan!"

Saat itu aku berhenti berjalan dan melihat murid-murid lainnya tertawa lepas dengan candaan mereka, bersama sepanjang waktu dan saling berbagi cerita.

Sejak kecil hidupku kurang beruntung, diusia 6 tahun aku sudah tidak punya teman di sekolah taman kanak-kanak karena kepribadianku yang pendiam. Mereka menjauhiku karena aku kesulitan beradaptasi, temanku hanyalah boneka dan penghiburku disekolah TK adalah Bu Harni. Dia adalah wanita yang sabar, guru yang bijak, sekaligus ibu yang peduli.

"Hah? Nostalgia lagi, tidak masalah kalau aku punya sedikit teman yang penting mereka bukanlah penghianat."

Bel sekolah akhirnya berbunyi saatnya aku melanjutkan pembelajaran di kelas. Saat dikelas pun aku sendirian, ketika jam kosong berlangsung aku dicueki semua orang dikelas. Bahkan teman sebangkuku saja tidak mau berbicara denganku, ketika aku bertanya saja dia cuma menjawab "ya, hm, tidak, oh" apa salahku?

Akhirnya aku diam dan menulis sebuah puisi di sebuah buku kosong untuk menghilangkan kegabutanku.

Senja KesepianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang