Pagi Hari di Sekolahan
07:00 AM"Astaga Aku terlambat!"
Waktu menunjukkan jam tujuh lewat lima belas menit saat itu aku baru tiba ke sekolahan. Karena semalaman aku susah tidur jadi pagi harinya aku bangun terlambat, bahkan alarm jam yang aku pasang setiap pagi saja tidak terdengar di telingaku.
"Yah gerbangnya sudah ditutup lagi."
Di gerbang sekolahan sudah terdapat dua satpam yang berjaga melihat gerbang itu sudah ditutup aku kemudian mencoba untuk bernegosiasi dengan satpam sekolahan.
"Permisi pak! Maaf bisakah bapak membuka gerbangnya untuk saya?"
"Lho! Kamu kan terlambat, kok enak sekali minta dibukain pintu gerbang."
"Ayolah pak saya batu aja terlambat, janji deh gak bakal telat lagi."
"Heleh ... Semua murid disini mah suka ingkar janji, bilang nggak akan terlambat tapi malah tetap aja dateng telat."
"Kasih kesempatan satu lagi deh pak!"
"Emang kamu kelas berapa?"
"Kelas tujuh pak."
"Oh ... Kelas tujuh, masih baru dong kamu."
"Iya pak."
"Yaudah kali ini bapak ijinkan kamu masuk, tapi ini untuk peringatan terakhir kalinya jika kamu mengulanginya lagi kamu harus dapat hukuman dari pihak kedisiplinan sekolah."
"Iya pak, terima kasih."
Satpam itu kemudian membukakan pintu gerbang untukku. Akhirnya aku masih diijinkan untuk mengikuti pelajaran disekolah meskipun aku terlambat.
Saat apel pagi berlangsung aku pun masuk ke barisan belakang dari kelompok kelasku, disitulah aku merasa tidak nyaman karena teman-teman sekelasku menatapku begitu tajam dan sinis.
Aku tidak terlalu menggubris mereka karena itu hanya membuang-buang energiku, akhirnya sepanjang apel berlangsung aku hanya diam tanpa mengeluarkan sepatah kata apapun.
Apel pagi pun selesai akhirnya aku bisa kembali ke kelas, teman-teman sekelasku masih menjauhiku aku kemudian berpikir untuk apa aku mempedulikan mereka? Toh terserah mereka mau menjauhiku bahkan membenciku aku tidak peduli, yang terpenting aku fokus belajar untuk cita-cita ku di masa depan.
Namun entah apa yang terjadi beberapa hari kemudian aku menerima beberapa banyak cacian bahkan hinaan dari kelas lain juga. Mereka begitu antusias menghinaku bahkan ada yang mengatakan kalau wajahku sangat jelek dan dekil, bahkan ada yang lebih buruk dari sekedar mengataiku jelek, mereka bilang kalau bibirku seperti terbelah karena bercak hitam yang ada di bibirku membentuk garis vertikal dan mereka bilang kalau aku mirip ghost rider.
Memang terlihat lucu ketika mereka menghinaku, dan aku menganggap itu hanyalah candaan. Namun, ternyata yang aku anggap candaan adalah keseriusan yang harus aku hadapai kedepannya. Mereka terus menerus menghinaku bahkan mereka tak segan-segan untuk main kekerasan.
Aku akui wajahku memang tidak sempurna, aku memiliki bekas luka di bagian bibir akibat alergi obat berat. Saat aku berusia 10 tahun aku di diagnosa memiliki riwayat Steven Johnson Syndrome yaitu suatu reaksi buruk terhadap golongan obat tertentu. Efek sampingnya berpengaruh pada kulit, terutama selaput mukosa, kasus ini tergolong sangat langka.
Oleh karena itu bibirku merupakan daerah rawan terkena efek sampingnya, sehingga menimbulkan beberapa luka bakar yang sangat mengerikan.
Masa penyembuhanku juga sangat lama bahkan memakan bertahun-tahun untuk menyembuhkan secara total bekas luka di bibir ku ini. Sekarang pun bekas luka itu masih ada namun tidak terlihat parah. Hanya saja warna bibirku berubah menghitam dan tidak terlihat merah merona seperti orang normal pada umumnya.
Mungkin karena itulah mereka membully ku karena wajahku sangat buruk apalagi kulitku terlihat gelap. Aku telah menyadari segala kekuranganku namun ternyata mereka semakin lama semakin mempermainkan kekuranganku.
Haha ... Dunia ini memang lucu, seseorang yang tidak tahu latar belakang orang lain begitu berani mengatakan keburukan orang lain tanpa sebuah pertimbangan, benar-benar terlihat ironis kan?
"Hey burik! Lu tadi dateng terlambat kan? Kok lu nggak dihukum sih gak adil banget!" Tanya salah satu siswa cowok di kelasku.
"Hey! Diem mulu tuli lu ya?" Lanjutnya sambil menendang bangku mejaku.
Saat itu aku masih tidak menggubris ucapannya aku tetap diam tanpa melakukan perlawan.
"Wah ... Sombong lu ya? Temen-temen beri dia pelajaran!"
Siswa cowok itu mengajak komplotannya untuk menghajarku. Mereka mengacak-acak buku dan tas ku hingga berserakan di lantai, tidak hanya itu saja mereka bahkan berani menghimpitku dengan dua meja bangku satu di depan dan satu meja lagi dibelakangku. Aku sempat merasa sesak akibat terjepit diantara dua bangku.
Namun aku tetap diam saja dan tak melakukan perlawanan apapun, aku takut kalau aku semakin melawan mereka semakin terus-terusan menggangguku.
Aku terus bersabar namun sepertinya diamku tidak dihargai, mereka tetap saja mengganggu bahkan mereka sampai berani menginjak buku tulisku dan mengotori seragamku dengan sepatu mereka aku pun memutuskan untuk angkat bicara.
"Beraninya kalian mengotori seragamku!"
"Apa lo!?"
"Dasar pengecut! Beraninya sama cewek!"
"Apa lo bilang!?"
Saat itulah mereka merasa emosi dan menyerangku dengan berbagai tendangan hingga aku terjatuh. Mereka terus mengotori pakaian sekolahku dan buku dibuang di luar kelas, aku merasa muak dan memutuskan untuk pergi ke kamar mandi.
Sesampainya di kamar mandi aku mulai menangis sejadi-jadinya, baru pertama kali ini aku merasakan luka yang sangat dalam, sejak aku masih SD aku pernah mengalami pembullyan namun tidak seberat ini.
Disitulah aku menangis di keheningan tanpa seorang tahu akan kesedihanku. Aku luapkan semua emosi dan ke kecewaaan di hatiku dengan memukul air di ember.
Jam pelajaran terus berlangsung setelah sedikit reda aku memutuskan untuk kembali ke kelas. Itulah pertama kalinya aku menerima bullying di SMP, terluka dan merasa putus asa adalah makananku setiap hari. Ketika aku pulang dari sekolah hanyalah rasa memar yang tertinggal di tubuhku karena hentakan meja yang selalu ditendang ke arahku.
Disitulah aku mulai merasa diam lebih baik dari pada aku terus menunjukkan siapa diriku, ketakutanku melebihi jati diriku. Semuanya benar-benar terasa gelap dan hampa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Senja Kesepian
Teen FictionMenikmati suasana senja setiap hari adalah rutinitas Alena ketika jiwa dan hatinya berpacu dengan kekosongan. Kesepian terus bersamanya bahkan dirinya pun tidak diakui oleh banyak orang karena satu titik kelemahannya. Gadis itu terus berkelana denga...