Hukuman Ayah

156 15 0
                                    

"Ayah lepasin tangan ayesha, sa-sakit yah" Aku berusaha untuk melepaskan genggaman ayah yang cukup kuat.

Sesampai dirumah ayah menarik lenganku dengan kuat membuatku tidak bisa berjalan dengan tegap. Bahkan aku berjalan bukan karena murni, tetapi tarikan ayah yang semakin erat.bisa aku rasakan nyeri di pergelangan tanganku. Ketika ayah melepasnya kulitku memerah.

"Istighfar yah, istighfar" Suara lembut bunda terdengar mengingatkan ayah. Biasanya ayah kalau lagi marah dan mendengar ucapan bunda langsung luluh,tapi sepertinya tidak kali ini.

Mata ayah menatap lurus kepadaku. Pandangan ayah berhasil menguliti ku sampai sampai aku merinding dibuatnya. Rahang ayah mengeras dan tangannya mengepal kuat. Sudah pasti ayah marah besar.

"Ayesha katakan sejujurnya? Apakah kamu mencuri uang itu? Jawab ayesha" Tanya ayah dengan suara bergetar hebat.pandangan ayah masih terfokus padaku. Sedangkan aku hanya menunduk merasa terimtidasi.

Aku diam terpaku karena tidak tau jawabannya. Aku harus bagaimana menjawab pertanyaan ayah? Ohh semesta mengapa kau sejahat ini.

"Jawab ayesha kalau ditanya orang tua tuh dijawab" Sentak ayah dengan wajah menahan amarah.

"Yah? " Teriak bunda mengimbangi suara keras ayah.

Demi Allah, baru kali ini ayah membentakku. Seperti ada ribuan anak panah yang menghunus tepat di jantung ku sakit. Sesak. Bahkan setetes demi setetes air mataku sudah berjatuhan.

"Ayesha gak tau ayah" Ucapku dengan suara bergetar lantaran takut dipukul ayah.

"Benarkah? Apa uang itu mempunyai kaki sehingga bisa berjalan sendiri dan masuk ke dalam tas mu? Begitu kah? "

Aku menggeleng bukan seperti itu maksudnya. "Ta-tapi itu sudah terbukti uang itu bukan milik ayesha yah, ayesha gak mencuri uang itu"

"Ohh kamu masih gak mau ngaku?baiklah sepertinya tidak ada cara lain, ayah akan mengirimu ke pesantren besok juga" Putus ayah.

Aku terkejut mendengarnya. Bahkan hukuman ayah tidak pernah terpikirkan olehku. Aku kira ayah akan memotong uang jajan ku, menyita handphone ku. Tapi aku salah menebaknya. Semesta mengapa kau mengutuku seperti ini.

"Ayesha gak mau titik"

"Kamu harus masuk ke pesantren, keputusan ayah sudah bulat. Besok ayah akan mengantar mu ke pesantren" Setelah berkata begitu ayah langsung pergi meninggalkanku dan diikuti oleh bunda sepertinya bunda juga tidak setuju dengan keputusan ayah.

Aku bangkit dan menghampiri Ara yang tengah duduk di sofa. "Ara bagaimana ini, gue gak mau masuk pesantren" Satu satunya harapan ku adalah Ara. Ara adalah adiku dia hanya beda dua tahun denganku. Aa hanya mengendikkan bahunya, tanpa membuka suara. "Ra, gimana nih, gue gak mau masuk pesantren pliss"

"Gue juga bingung sa,lo tau kan ayah gimana"

Sumpah yah ngomong sama Ara emang percuma. Bukannya ngasih solusi malah bikin tambah mumet aja nih kepala kan sebel.

Akhirnya aku memutuskan pergi ke kamar ayah, kebetulan kamar ayah  tidak tertutup sempurna. Terlihat bunda dan ayah sedang berdiskusi, beruntunglah aku masih bisa mendengar suara mereka.

"Tapi apa harus dimasukkan ke pesantren yah? Menurut ku itu sungguh berlebihan yah. Kita bisa cari cara lain tapi gak harus pesantren yah" Itu suara bunda, saat ini bunda duduk di ranjang sedangkan ayah berdiri di depannya.

"Kalau kita sebagai orang tua ngakk bisa mendidiknya,ya cma itu cara satu satunya bund"

"Aku minta maaf, yah, ini pasti aku terlalu memanjakannya"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 25, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

GUS AGAMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang