Tebas saja kepalanya!

9 1 0
                                    

Setumpuk buku usang terpajang di meja, debunya tebal melapisi bagian luar buku. Satu buku diraih, kertasnya saling merekat, ketika dibuka nampak bagian dalam lapuk dan sebagian kertasnya dimakan rayap. Bab pertama menampilkan aturan wajib beladiri, asas-asas dalam seni beladiri dan lain sebagainya yang mengatur adab dan cara kerja beladiri.

Dasar tidak perlu dipelajari lagi, dalam militer beladiri dipelajari dengan baik, Daichi sudah mempelajarinya saat di akademi polisi pun kegiatan rutin setiap hari di asrama. Pengalaman bergulat sudah banyak didapat sejak Sekolah Menengah Pertama, perkelahian yang serius yang mempertaruhkan nyawa juga dilewatinya dalam banyak sesi. Namun, setelah lulus sekolah Daichi cukup jarang menemui pertarungan hidup dan mati, saat bertugas Daichi jarang menemukan penjahat yang kuat, sekedar beradu tembak dari jarak jauh. Ia sesekali menaiki ring tinju, tapi itu tidak membuatnya puas, terlalu banyak aturan dan ketentuan yang membuat pertarungan akan berhenti setelah salah satunya terjatuh dan tidak bisa bangkit. Pernah dirinya berkunjung ke tempat pertarungan bebas, jiwa petarungnya bergejolak, jelas tempat itu sangat berkelas untuk menguji kekuatan, sayangnya konsekuensinya sangat besar. Daichi tidak bisa menanggungnya, ia seorang polisi dan ia tahu ada Intel kepolisian yang menyusup di sana.

Pada bab berikutnya diterangkan sejarah dan fungsi beladiri, begitulah bab-bab selanjutnya dibuka, dari mulai kuda-kuda sampai teknik bertahan dan menyerang. Selesai dengan satu buku yang menurut Daichi membosankan, bagus untuk dipelajari pemula tapi dirinya akan melawan penguasa neraka, bukan bocah ingusan yang baru belajar sat set sat set.

Untuk melemaskan otot-ototnya, Daichi melakukan beberapa pemanasan ringan, ia kemudian melakukan olahraga yang berat dengan barbel dan alat berat lainnya yang ia miliki di rumahnya. Merasa cukup lelah, pria itu rehat sejenak, men-cek ponsel untuk melihat pesannya pada Tsukki, namun nampaknya hasilnya masih sama, kekasihnya itu tidak membalas pesan yang dikirimnya siang tadi. Apa rasanya dicuekin anak kecil? Heh!

Lupakan hal sepele, Daichi harus fokus melatih tubuhnya agar kembali bugar, diusianya kini ia kehilangan sebagian kekuatannya, hal itu terjadi setelah ia memasuki dunia politik dan sempat menjadi anggota dewan setelah pensiun dini. Hanya diberikan waktu satu Minggu saja untuk mempersiapkan diri sesuai kesepakatannya, dan kini tersisa empat hari sebelum hari paling bersejarah itu tiba. Pertarungan ini menentukan izin dari Tetsurou untuk Daichi mendapatkan Tsukki yang mana anak kandung dari musuhnya itu. Tapi poin terpenting adalah bahwa kedua orang tersebut saling membenci dalam waktu yang lama, entah sebenarnya drama itu berlangsung atau tidak, pertarungan antara Daichi dan Tetsurou tidak terelakkan dengan atau tanpa sebab tertentu.

Apa yang mungkin menjadi cara ampuh untuk menaklukkan Tetsurou dalam pertarungan? Sedangkan ia tahu musuhnya itu lebih banyak melewati pertarungan dibanding dirinya setelah mereka lulus.

Sebuah nama tidak dapat diakui dengan mudah, ada banyak ujian untuk mendapatkan pengakuan tersebut. Hari itu mata kapak menempel tepat di punggung lehernya, tubuh ditahan di atas meja dengan tangan dikunci di belakang.

"Kau akan menyesalinya!" Kalimat itu keluar untuk yang kedua kalinya.

"Menyesal? Memang apa yang bisa kudapatkan dari tikus kecil sepertimu?" Moncong pistol ditekankan pada dahi yang berdarah membuat si empunya meringis. "Penawaranmu itu tak berarti apapun untukku, tapi bermain-main dengan pria keras kepala sepertimu memang sangat menyenangkan. Haha!"

Baik, negosiasi tidak berhasil, tidak ada cara lain selain melancarkan rencana kedua. "Kau memang bodoh!" Bisiknya dengan suara berat— berhati-hati dengan kapak di lehernya serta pelatuk yang siap ditarik.

Riiiing! Dering telepon terdengar nyaring. Pistol ditarik, tangan beralih meraih ponsel di saku, terlihat nama seorang yang dikenal pada layar. Seusai menggeser simbol bergambar telepon berwarna hijau, ponsel diletakkan di samping telinga. "Surprise!" Teriak dari seberang diiringi ledakan dari arah pintu tepat dibelakang si penerima telepon berdiri.

My father-in-law is my old enemyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang