Besar dan panjang

8 1 0
                                    

"Hah, ah, sakit!"

"Tahan."

"Ah!"

Tsukki melempar botol air ke wajah Daichi, sungguh ia tidak dapat menahan rasa sakitnya, baginya perlakuan Daichi terlalu kasar.

"Pelan-pelan!"

Keringat bercucuran membasahi tubuh, geli saat bulir bening asin itu melewati selangkangannya. Di hari yang panas ini paling pas rasanya menikmati es krim susu, lelehannya segar melewati mulut.

Daichi kembali mengoleskan cairan bening pada daerah sensitif Tsukki.

"Ah! Itu terlalu banyak!"

"Supaya tidak terlalu sakit." Lalu Daichi kembali melanjutkan kegiatannya, gerakan maju mundur dengan sedikit dorongan membuat Tsukki kembali mendesah.

"Sakit!" Jeritnya menghentakkan kakinya.

"Aku sudah menyuruhmu melakukan pemanasan tapi kau ngeyel."

"Aku hanya terlalu bersemangat melakukannya denganmu."

"Memangnya kau tidak pernah melakukannya dengan orang lain?"

"Aku sering dengan teman-temanku tapi rasanya berbeda saat melakukannya denganmu."

Ah, itu berhasil membuat pria tua itu cemburu, ia mendorongnya sedikit kuat membuat Tsukki mengerang.

"Pelan-pelan, sialan!"

"Beruntung aku mau memijat kakimu, atau sudah kutinggalkan di jalan saat lari tadi."

"Kau yang mengajakku menemanimu berlari tengah hari!"

Sialnya bagi Tsukki, kakinya terkilir karena berusaha mengejar Daichi yang begitu prima berlari tengah hari tanpa berhenti. Padahal ia pikir ini adalah kesempatan romantis untuk membujuk Daichi agar tidak bertarung dengan Tetsurou. 

"Sudah, apakah terasa lebih baik?"

"Ya, terimakasih."

Menyerah untuk terlihat kuat, Tsukki membaringkan tubuh terlentang, tangannya menggosok batang miliknya. "Ini keras!"

"Kau mengocoknya terlebih dahulu tadi."

"Maaf, apa dahimu sakit? Aku lupa kalau botol air ini berisi soda." Katanya sambil memijat-mijat batang botol tersebut saat ia membukanya busa menyembur meleleh ke mukanya. "Ah, sial!" Ia berlari menuju tandas.

"Apa itu katana?"

Daichi melirik Tsukki yang keluar dari kamar mandi. "Ya, ini sudah lama," jawabnya lalu membawa bilah pedang itu ke halaman beserta peti tempatnya.

"Lebih besar dan panjang dari milik ayahku."

"Ini buatan khusus, tapi sepertinya aku akan menempanya kembali."

"Kau bilang itu khusus?"

"Karena pemiliknya orang yang bertubuh besar, katana ini warisan turun-temurun leluhurku, sejak perang dunia kedua sampai sekarang pedang ini hanya aku yang memakainya."

"Semenjak pemiliknya mati?"

"Ya."

Daichi mencoba beberapa gerakan, mengayunkan pedang dengan lihai. Tsukki meringis melihatnya.

"Apa kau sungguh ingin melawan ayahku?" Yang ditanya tak menjawab apapun. Ada perasaan tak rela dalam hatinya saat seseorang mencoba membunuh Tetsurou terang-terangan, sang ayah adalah satu-satunya orang tua kandung yang telah merawatnya dengan penuh kasih sayang.

"Ne, apa kau bisa menempa?"

"Serahkan padaku!"

"Ayahku lebih hebat melakukannya, dia-"

"Ayahmu begini ayahmu begitu, kau selalu membanggakannya." Daichi mendorong Tsukki terlentang di lantai. "Hei, apa ayahmu bisa membuatmu menangis di atas kasur?"

"Cih, mesum!"

"Haha!" Daichi beranjak membenahi pedangnya. "Bagaimana, apa yang dilakukan si Kuroo?"

"Heh? Aku tidak akan membocorkannya pada musuh ayahku."

"Anak yang setia," ucapnya diiringi senyum lebar sebelum Daichi pergi masuk ke dalam rumah.

Jalanan terasa luas tenang, hanya sedikit orang yang berjalan melewati daerah tersebut. Tsukki mengambil langkah santai, sesekali tangannya direntangkan sebelum menarik nafas panjang. Ia ingin menghempas jauh unek-unek yang menggangu kenyamanan isi kepalanya.

"Apa yang harus kulakukan? Ayolah ini terasa seperti salahku."

Kelopak mata ditutup rapat sambil mendongak, perlahan pupil cantik kembali terlihat menjelajahi setiap sudut di sekelilingnya.

"Hem?" Kini tatapannya tertuju pada mobil sedan hitam yang terparkir di seberang jalan. Dua insan terlihat beradu mulut, ia kenal keduanya, sangat kenal.

"Apa yang mereka lakukan?" Bisik Tsukki, ia dengan santai mendekat ke arah mobil tersebut.

"Kita sudah sama-sama tua, berhenti mengungkit hal yang sama bertahun-tahun."

"Kau setua ini dan sama sekali tidak mau memeriksa keadaan keluargamu?"

"Bukan urusanmu," ucapnya pelan.

"Bukankah terbukti perkataan orang tuamu bahwa wanita itu bukan orang yang baik?"

"Cukup!"

Keadaan mulai memanas saatnya Tsukki melerai. "Ayah?" Dua pria dihadapannya menoleh bersamaan, tergambar jelas keterkejutan dari wajah mereka. "Anu, aku tidak peduli apa yang kalian lakukan tapi apakah orang tua lazim bertengkar di jalanan seperti ini?"

Tetsurou dan Kenma tersipu, mereka bertiga masuk ke mobil. Selama perjalanan tak satupun memulai percakapan membuat suasana kian canggung, bahkan ketika sampai rumah mereka masih diam.

Tsukki menyuguhkan teh, memberi kesempatan kedua pria tua itu untuk rileks.

"Aku akan keluar-"

"Duduk di sini!" Potong Tetsurou saat Tsukki hendak beranjak.

Tsukki tahu bahwa ayahnya tidak mempunyai hubungan baik dengan keluarganya, ia pun tidak pernah bertemu kakek-neneknya. Tak pernah ingin mempermasalahkan dan tidak ingin bertanya ke mana ibunya pergi, selama ini sosok Kenma yang selalu hadir untuk mereka, Kenma rutin berkunjung setiap bulan dan mengatur kehidupannya dengan Tetsurou.

"Mereka merindukanmu," ucap Kenma kemudian.

Tetsurou hanya menarik nafas panjang, tangannya disilangkan di dada, sedangkan mata menatap nanar cangkir teh yang sudah kosong. Tsukki merasakan kesepian dari tatapan Tetsurou tersebut namun demikian dirinya tak berani berpendapat.

"Sejak kapan kau tak mengerti diriku?"

Kenma menatap wajah Tetsurou dalam-dalam. "Kau bahkan sama sekali tidak mengerti aku!"

Mendengar itu Tetsurou mengernyit, apa maksudnya? Bukankah mereka berteman sejak kecil dan saling mengerti satu sama lain, apa yang tidak ia mengerti tentang Kenma?

"Apa maksudmu?"

Sedangkan Kenma berdiri mengabaikan pertanyaan Tetsurou, ia menyeret Tsukki keluar dari ruangan tersebut. Mereka berjalan menuju kamar Tsukki, kini giliran pemuda blonde itu yang deg-degan, ia pasti akan kena omel jika Kenma melihat kamarnya yang berantakan.

"Ayah, tolong aku!" Bisiknya sambil melirik Tetsurou yang tersenyum kikuk mengintip dari balik pintu.

Tetsurou kembali pada tempat duduknya, menuangkan teh pada cangkir lalu meneguknya.

"Benar juga, sejak kapan Kenma menjadi banyak bicara? Aku sepertinya sungguh melewatkan sesuatu," gumamnya.

________

Bersambung.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 15, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

My father-in-law is my old enemyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang