pertama,
i got a bad attitude
Kesepuluh jemarinya yang terpoles cat kuku merah terlihat mengetuk-ngetuk konstan diatas meja bermotif marble. Sementara itu, alis tebal yang membingkai figur seksi dan femininnya terlihat berkerut sesekali, mendengarkan argumen lawan bicaranya dengan seksama dan tenang. Air wajahnya terlalu dingin, seperti bongkahan batu es, mengalir seperti air pada telaga."Kami sungguh percaya diri dengan rancangan kerja yang telah tim kami susun sedemikian rupa." Pria dihadapannya memberi sebuah seringai kemenangan sebelum menutup. "Promosi besar-besaran akan kami lakukan dengan poster fisik, brosur, dan menghubungi influencer berpengaruh—"
"—ya," sela wanita itu, kontan saja berhasil membuat seluruh pasang mata menuju kearahnya. Dengan senyum tercatut pada labium red wine itu, dia tersenyum, bertopang dagu dengan raut bosan. "Apakah kau tahu berapa rate card milik satu influencer berpengaruh? Melalui presentasimu beberapa saat lalu—1, 2, 3, 4... dan masih banyak lagi. Oh, wow, kau menggunakan banyak sekali influencer."
"Lantas?" Tangan pria itu bersedekap, "Kim Jennie, perusahaan tidak akan bangkrut hanya karena menyewa beberapa influencer."
Kim Jennie, tungkai bawahnya yang jenjang segera melangkah menuju kearah podium. Dengan anggun mengambil sebuah spidol berwarna hitam. Menuliskan berbagai hitungan pada papan tulis dengan tegas—menjadi pusat atensi adalah makanannya sehari-hari, dan Jennie, kini haus akan hal itu. Tepuk tangan terasa seperti alkohol yang membuat kewarasannya tetap terjaga.
"Mari lakukan hitungan kasar. Jika satu influencer membutuhkan 1 — 2 juta won. Maka setidaknya kita butuh sekitar 40–80 juta won untuk biaya influencer. Biaya brosur mungkin akan lebih murah, namun jika kau melihat iklan lingerie terpajang pada sebuah brosur murahan akankah kau membeli produknya?" Jennie menyeringai remeh, "oh, ayolah, Kim Taehyung. Lingerie yang kita jual harganya sangat fantastis—kau pikir siapa yang akan membelinya? Pedagang buah di pasar? Atau seorang nenek yang tidak sengaja mendapat brosur promosi ketika mengantar cucunya sekolah?"
Sindiran Jennie pada Taehyung berhasil membuat seorang pria berambut legam sleek back rapih di bangku audience terkekeh geli. Sementara itu, seorang pria dengan rambut merah muda malah bangkit dari kursinya—bertepuk tangan tanpa rasa malu.
"Oh, bravo!" Kata si rambut merah muda. "Kim Taehyung-ssi, motif lingerie yang kau ajukan cukup manis dan kuno. Kurasa nenek-ku yang terhormat akan dengan senang hati merogoh saku lebih dalam untuk membelinya. Suaminya sudah meninggal, tetapi lingerie-mu benar-benar tipe nenek-nenek."
Audience rapat hari itu sontak menyimpan kekehan geli mereka. Mendapati kesepuluh jemari Taehyung terkepal marah diatas meja.
Alis Jennie terangkat, "jika kita memang punya cukup banyak modal untuk promosi, mari habiskan uangnya dengan lebih efektif." Katanya. "Mari kita lakukan pagelaran busana. Teman-teman, kita punya Direktur Jeong Jaehyun dan impact-nya yang besar untuk gadis muda kaya yang senang menghambur-hamburkan uangnya hanya untuk sepotong lingerie."
KAMU SEDANG MEMBACA
Bandits | Johnny . Taeyong . Jennie
Fiksi Penggemar[MATURE] [SITUATIONSHIP] [OPEN RELATIONSHIP] [COMING SOON] Gemerlap kemewahan Kota Seoul, Korea Selatan, seolah tidak cukup bagi ketiga pebisnis sukses kenamaan dunia ini untuk bersenang-senang. Lee Taeyong, Kim Jennie, dan Seo Johnny, yang pada awa...