(2/3)

49 15 5
                                    

ii. lune et mademoiselle lune.

datang secara ajaib di sebuah pekarangan yang tak asing, saya melirik ke sekitar, apakah ini adalah hari 'itu'?

kali pertama setelah sekian lama tapak sepatu saya menyentuh rerumputan di sini. ada sebuah mobil yang terparkir di sisi kiri, tak jauh dari sana, saya melihat tujuan saya; emma. dari balik kaca, emma terlalu sibuk mengamati bulan. saya terkekeh karena tahu betul apa yang ia lakukan.

pintu masuk utama dengan mudah saya buka, sebab seingat saya, ibu emma lupa mengunci pintu. suaminya entah bermain dengan perempuan mana lagi sampai-sampai membuat kepalanya berkecamuk. ia sakit-sakitan, ditambah lagi seorang nenek tua di rumah ini yang harus ia rawat, wanita itu punya banyak tekanan.

ada sebuah nakas tepat di samping pintu, sayup-sayup saya dengar dengkuran halus milik sang ibu. sebuah kunci tergeletak di sana, saya mengambil alih kepemilikannya lantas berjalan menuju sebuah pintu yang di cat dengan warna merah muda, permukaannya ditempeli stiker dan gambar; kamar anak perempuan.

emma ada di sana saat saya masuk, belum tidur, memilih berkutat dengan apa saja yang ada di ruangan yang menyembunyikan ia di sini. saya menangkap tatapan aneh yang ia berikan, mungkin heran perihal eksistensi saya di sini, atau kenapa saya menggengam sesuatu yang sejak lama ingin ia dapatkan, atau bahkan pakaian saya yang agak nyentrik.

(sungguh saya hanya mengenakan sebuah gaun yang pas pada lekukan tubuh, tak menjuntai-juntai, berwarna ungu amethyst. oh, dan juga sarung tangan kulit yang paling saya sukai, juga sepatu boot membalut sampai ke betis. saya tak tahu kenapa orang-orang aneh melihat cara saya berpakaian, ayolah, ini namanya seni.)

saya tahu emma tidak suka banyak cincong, ia juga tak terlalu menaruh peduli, jadi saya yang memulai percakapan. sambil mengambil tempat di samping ia yang tengah menoreh tinta pada sebuah buku gambar, saya memperkenalkan diri.

"luna, nama saya luna."

. . .

"le petit prince¹," saya mengambil sebuah buku dari rak milik emma. "kamu tahu maksud dari buku ini?"

emma menggeleng, duduk di pangkuan saya. setelah bilang perihal saya datang dari bulan karena mendengarkan permohonannya, ia jadi lebih nyaman dengan saya.

"aku tak mengerti maksudnya. tapi kata pangeran cilik, orang dewasa itu aneh."

saya terkikik mendengar jawabannya, "iya, orang dewasa memang aneh."

"kalau begitu aku tak mau jadi orang dewasa!" emma menggerutu, kakinya menendang-nendang kecil.

itu salah satu alasan saya kemari.

detik yang sama, lampu di ruang seberang tiba-tiba menyala, mungkin ibunya bangun. tepat sebelum wanita itu melewati kamar emma, angin berhembus menutup pintu kayu yang ringan itu, membantu menyembunyikan keberadaan saya di sini. baguslah, saya direstui.

"emma, bagaimana para orang tua di matamu?"

"ayah dan ibu?"

saya mengangguk, menunggu jawaban dari bocah ini.

"ibu orang yang baik, dia sering memberiku cemilan yang enak!"

saya terkekeh lagi, menggeleng pelan. heran, emma melonggarkan genggaman pada buku yang juga saya pegang, ia tak menjawab.

"saya tahu kamu hanya keluar dari sini hanya untuk membersihkan rumah, merawat tua bangka yang sakit-sakitan itu, atau sekedar mendengar celotehan ibumu tentang harinya yang buruk."

saya meraih pinggang kecil emma, memberinya sedikit pelukan. "mereka tak harusnya begitu."

emma menundukkan kepalanya. ayolah, ia hanya anak berumur sepuluh tahun, ini pasti sulit untuknya.

"rasanya tidak benar terus-terusan disembunyikan di rumah sendiri."

saya bisa jamin 110% bahwa emma mengetahui banyak hal yang harusnya tak boleh ia ketahui. pikir mereka mungkin ia tak mengerti apa artinya malam-malam berisik penuh umpatan yang terjadi di luar. pikir orang mungkin ia tak tahu apa arti bau alkohol yang menyengat setiap ayahnya lalu-lalang di larut malam. nasihat-nasihat perihal ia anak perempuan; harus menurut, handal pekerjaan rumah, tak boleh mengeluh sebab ia adalah anak satu-satunya, dan hanya ia saja yang bisa dilempahi tanggung jawab, sudah sering emma dengar.

soal emma yang disembunyikan, itu hanya akal-akalan ibunya karena tak ingin sang anak 'terkena kuman' dan jadi anak bandel seperti yang ia lihat kebanyakan.

"mungkin kamu belum juga mengerti, tapi aku punya sebuah janji yang harus kutuntaskan padamu."

dan ya, ini adalah hari itu. []

moonchildTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang