Sepulang dari klinik, Hanbin tidak berencana pulang ke kediamannya. Dia memberi perintah kepada si pengemudi untuk berhenti disebuah kedai manisan. Sekarang tepat di depan mataku terdapat kedai manisan terbesar yang pernah kulihat. Apakah ini sisi lain seorang Hanbin, si penyuka manisan?
Setelah kami turun dari mobil, aku baru menyadari bahwa kedai ini bukan sembarang kedai manisan biasa. Bungkusan bermerek tinggi ada di sini.
Derapan kaki tergesa-gesa terdengar. Segerombolan anak-anak menyerbu satu tempat yang berada di dalam kedai. Anak-anak dengan berpakaian rapi, tidak ada yang kusut.
Rupanya kedai manisan ini menjual segala bentuk dan jenis manisan. Mulai dari permen keras seperti batu sampai permen lembut selembut kapas. Segerombolan anak-anak tadi rupanya menghampiri dagangan es krim. Aku melihat mereka semua melahapnya dengan nikmat.
"Mau?"
Tanya Hanbin. Sepertinya dia salah mengartikan pandanganku.
"Ayo"
Hanbin menarik tanganku untuk mengantri. Di depanku banyak manusia-manusia mungil yang hanya terlihat rambut mereka yang rapi dari atas. Aku menoleh kebelakang untuk melihat barisan mungil di belakangku juga. Namun, bukan manusia kecil yang ku dapatkan tetapi seseorang dengan tinggi yang sama denganku. Hanbin menutupi pemandangan.
Kini giliranku memesan. Kedai es krim ini memamerkan warna-warna yang mencolok sehingga menculik perhatian anak-anak. Warna-warni yang tidak monoton menjadikan makanan dingin ini digemari.
Tetapi sebagai manusia yang bukan lagi menginjak umur anak-anak. Hal sederhana yang awalnya begitu mewah ini kembali tidak berkesan. Bahkan warna-warni yang mencolokpun terlihat biasa saja.
Aku memilih warna putih dan Hanbin juga memesannya, warna coklat. Hanbin mengeluarkan selembar uang dan mengambil kembaliannya. Aku memang tidak beniat untuk menolaknya karena dia yang mengajak beli, kan?
Kami memutari kedai luas ini sambil memakan sedikit demi sedikit benda dingin yang barusan kami beli. Hanbin memimpin arah, sekarang dia mampir ke sebuah kedai coklat. Mengambil secara acak dan langsung membayarnya. Dia bahkan tidak membaca coklat apa itu, dari mana, dan berapa harganya.
Setelah membungkus satu pack coklat Hanbin kembali menuju arah di mana pertama kali kami memijak kedai ini, sepertinya saatnya kembali.
Setengah perjalanan berlalu. Mobil ini belum sampai juga di kediamannya. Malah masuk ke gerbang putih yang besar dan menjulang tinggi. Mobil ini berhenti di suatu tempat yang lagi-lagi memiliki ukuran yang luar biasa luas. Tempat apa ini?
Kami sampai di halaman gedung, sangat megah. Baru datang kami disambut pemandangan air mancur yang dilingkari dengan batu putih penuh pahatan.
Sampainya di tempat masuk, mobil berhenti. Hanbin dan aku turun dari mobil. Bangunan serba putih terpampang jelas di mata. Kesan mewah dan elegan tercium hingga pangkal hidung.
Sebelum kami masuk pelayan yang sedari tadi berjaga di depan pintu dengan kemeja putih berdasi kupu-kupu layaknya seseorang yang disengaja untuk menyambut seluruh manusia yang datang kini menyambut kami. Hanbin mengeluarkan kartu bangsawan kelas atasnya membiarkan pelayan itu melihat. Pelayan itu kemudian menunduk dan membuka pintu bangunan putih ini.
Pintu terbuka lebar. Karpet merah yang menjadi pijakan para pengunjung menculik perhatianku. Malam ini orang-orang yang berpakaian rapi dan anggun berkumpul di bawah atap bangunan putih.
KAMU SEDANG MEMBACA
What About Me? Binhao
Teen FictionWhat About Me? Bagaimana Dengan Ku? Sial Seorang anak hidup berbahagia bersama keluarga kecilnya. Tersenyun dan tertawa riang disana sini, menebarkan energi positif yang hangat. Sampai dimana banyak bayangan yang menerpa, mengharuskannya berbuat se...