PROLOGUE

17 4 0
                                    

sambil bilang, Halo Sayang👋🏻

sik asik memang asiiikk, punya pacar beda agama~

kalian panggil aku apapun itu yang penting jangan thor, mimin. dan aku panggil kalian 'Luvv'<3

biar tambah ngena, sabi kali lagu di atas di puter juga hehehe^^

okey-dokey Luvv? okay, let's go!

*****

" Rasanya kita terlalu jauh bukan karena jaraknya,
tapi karena imannya."

─ Kita Berbeda ?

Seorang gadis berusia 16 tahun itu sedang mengerjakan pekerjaan rumahnya. Dia duduk di karpet ruang tamu. Meski ada sofa, namun duduk lesehan itu terbaik.

Namanya, Ayesha Vallery. Walau ia anak Tuhan Yesus, tapi dia mencintai hamba Allah. Hati kadang memang sedikit ngelunjak, padahal yang seiman banyak, tapi mengapa jatuhnya pada yang berbeda?

Pacarnya sendiri bernama Dhiki Ahmadyen. Atau panggilan kesayangan dari Ayesha adalah Kiki. Ya, ia dan Dhiki memang berbeda. Berbeda keyakinan. Tapi... Apa itu salah? Salahkah mencintai 'dia' yang tak seiman dengan kita? Hati itu memang rumit ya?

Terdengar suara dan ketukan pintu dari luar. Mendengar suaranya saja Ayesha sudah tahu bahwa itu Dhiki. Tadi mereka memang sudah janjian untuk mengerjakan PR bersama di rumah Ayesha, berhubung mereka juga satu kelas.

"Sebentar!" balas Ayesha. Ia beranjak dari duduknya dan berlari kecil untuk membuka pintu.

Setelah Ayesha mengizinkan Dhiki memasuki rumahnya. Dhiki menyerahkan kresek putih yang berisi bakso, cowok itu sengaja membelinya untuk Ayesha. Mengingat ceweknya itu sangat suka dengan bakso. "Sha, aku bawain kamu bakso, nih."

Dengan riang Ayesha menerimanya. "Aww makasih."

"Aku numpang sholat ya?" Sebenarnya Dhiki memang sudah sering menumpang ibadah di rumah pacarnya yang sudah jelas nonis. Ayesha pun tidak mempermasalahkannya. Tapi sebagai tamu, Dhiki harus tetap meminta izin kepada pemilik rumah.

"Iya ih, kamu kayak sama siapa aja." Ayesha terkekeh kecil, Dhikinya ini memang sangat sopan jika bertamu.

Lima belas menit barulah Dhiki selesai pada ibadahnya. Dia pun menghampiri Ayesha yang sudah berpindah tempat duduknya, yang tadinya di dalam rumah, kini di teras depan rumah. Bukan apa-apa, lebih baik seperti ini daripada menimbulkan fitnah.

"Kamu udah ngerjain belom, Sha?" tanya Dhiki sambil memperhatikan Ayesha yang lahap menyantap bakso.

"Baru satu. Nungguin Kiki," Ayesha cengengesan, dia menghirup kuah baksonya yang menyegarkan tenggorokan.

Langsung saja Dhiki menempatkan dirinya di samping Ayesha. Tangannya membuka buku tulis dan tutup pulpen. Di sela-sela kegiatan mereka mengerjakan PR, Ayesha masih sempat-sempatnya menjaili Dhiki dengan cara menjewer telinga cowok itu dan mencubit pipinya. Kebiasaan Ayesha ketika di samping Dhiki memang tidak pernah luntur.

"Shasa, sakit tau." Dhiki menghentikan pergerakan tangan Ayesha yang hendak kembali menjewer telinganya.

Ayesha mendelik mendengar Dhiki memanggilnya dengan sebutan itu. "Emang kamu kira aku micin?"

Cowok itu tergelak lalu mencium jari tangan Ayesha. "Kerjain ayuk, keburu tambah malem nanti."

Cepat-cepat Ayesha menghabiskan baksonya yang tersisa dua pentol lagi. Tapi ketika tinggal tersisa satu, ia langsung menyodorkannya ke mulut Dhiki. "Buka mulutmu Kiki!" seru Ayesha seperti sedang menyuapi anak kecil.

Kita Berbeda?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang