waktu apa yang paling berharga?
waktu lagi berdua sama kamu.
slebew.
*****
Sudah hampir seharian Ayesha mendiami Dhiki. Dan sehari itu juga Dhiki uring-uringan. Sudah berbagai cara Dhiki coba agar Ayesha meresponnya. Tapi sama saja, tak ada kemajuan. Kini Ayesha fokus dengan ponselnya, seolah-olah ponsel itu lebih menarik dibanding orang di sampingnya.
"Sha." panggil Dhiki lagi. Terhitung sudah sekitar 30 panggilan dari cowok itu yang ditujukan untuk Ayesha. Namun tak kunjung mendapat jawaban, jangankan jawaban, lirikan Ayesha saja Dhiki tidak mendapatkannya.
Ayesha mengambil buku pelajaran selanjutnya dari dalam tas. Sibuk sendiri tanpa menjawab panggilan pacarnya itu. Sampai-sampai Dhiki memberanikan dirinya untuk menangkup wajah Ayesha lalu ia arahkan agar menghadapnya.
"Jangan kayak gini, Sha. Aku gak bisa." Sorot mata Dhiki mengisyaratkan bahwa ia merindukan sosok Ayesha. "Maafin aku. Aku sama Aswa cuman sekedar sahabat, Sha. Kamu yang segala-galanya buat aku."
"Jangan marah lama-lama. Apalagi diemin aku, gak bisa Sha, kangen." lanjutnya lagi tanpa melepas tangannya di wajah cantik gadis itu.
Ayesha masih diam. Kalau ditanya kangen, tentu saja. Terbiasa menjalani hari bersama Dhiki membuatnya rindu jika tanpa Dhiki sehari saja. Tapi ia juga masih marah, bukan karena hanya Dhiki lebih mementingkan Aswa. Tapi karena cowok itu tega membiarkan Ayesha pulang sekolah sendiri. Padahal dia tahu, kalau Ayesha tak ada yang mengantar pulang.
Se-tidak penting itu kah Ayesha di hidup Dhiki?
"Setelah kamu biarin aku pulang sendiri, kamu masih bisa bilang kangen?" sarkas Ayesha, menghempaskan tangan Dhiki yang tadi bertengger di pipinya.
Dhiki tertegun mendengarnya. Sebenarnya kan ia sudah mengejar, tapi tak disadari siapapun.
"Maaf, Sha." Hanya itu yang dapat keluar dari mulutnya. Bukan ia yang tidak bisa berucap apa-apa lagi, melainkan memang dia yang bersalah. Toh minta maaf tak akan menghilangkan harga diri.
"Awas, aku mau belajar." Ayesha menyingkirkan tangan Dhiki yang berada di mejanya.
"Bakso, permen karet, coklat, yogurt, cimol, batagor, somay, cilor, es doger, es kelapa."
Mendengar itu Ayesha melotot, cobaan apa lagi ini?! Jadi, ini penyogokan? Tidak se-mudah itu, kuatkan iman mu Ayesha!
"Ngapain kamu sebutin nama-nama makanan sama minuman? Gabut banget?" Cewek itu melirik Dhiki sinis. Berusaha tidak tergoda walau sebenarnya... ah!
"Bonus boneka deh." ucap Dhiki lagi. Sontak dada Ayesha naik-turun, Dhiki ini benar-benar ya!
Cowok itu menatap ke langit-langit kelas, seolah-olah tengah berfikir apa yang Ayesha sukai. "Oh boneka awan! Sama tumbler awan!" Menjentikkan jarinya antusias, Dhiki tersenyum penuh arti.
Ayesha menggigit bibir, dia beralih menatap Dhiki tajam. "Jadi kamu nyogok aku?!"
"Enggak. Aku mau beliin kamu itu, tapi kayaknya kamu gak mau, ya?"
Kepalang kesal, Ayesha memukul-mukul lengan Dhiki cukup keras. "Ihh! Shasa benci sama Kiki!"
"Love you too, Sha. Eh aduh sakit, Shasa." Dhiki meraih tangan Ayesha yang tadi digunakan untuk memukulnya lalu mengarahkannya ke pipinya, dia mengusap-usapnya di sana.
"Tapi dimaafin kan?"
"GAK!" balas Ayesha sambil mengerucutkan bibirnya.
"Yahh, gak jadi beliin itu semua deh." Dhiki mendadak lesu, seperti orang yang tengah bersedih.

KAMU SEDANG MEMBACA
Kita Berbeda?
General Fiction❝ Rasanya kita terlalu jauh bukan karena jaraknya, tapi karena imannya. ❞ Beda agama? Kedengarannya saja mustahil. Tapi benarkah mustahil? Perbedaan yang paling menyakitkan menurut Ayesha adalah perbedaan iman. Tapi menurutnya, perbedaan tidaklah pe...