4 Kau Ingat Padanya?

9 2 1
                                    

"Paman, sudahlah," ujar Melanie.

"Iya, Kek, aku tak pernah melakukan apapun sendiri kecuali itu tentang bertarung dan senjata," ujar Richard.

"Tak usah membicarakan hal-hal itu. Habiskan saja makanmu, lalu cuci piringnya," kata Bripka Setyo sambil berdiri dan melangkah pergi.


"Kau mau kemana, Kek?" tanya Richard.

"Aku mau jalan jalan sebentar, di dalam sini membuatku jenuh," kata Bripka Setyo.

"Baiklah, jangan lupa jalan pulang," kata Richard.

"Heem," kata Bripka Setyo. Ia lantas keluar dar rumah dan entah mau jalan-jalan kemana.

Sementara Melanie dan Richard makan berdua. Mereka menikmati masakan Bripka Setyo dengan begitu nikmat.

"Aku beruntung mengajaknya bersamaku. Jika tidak aku bisa mati kelaparan di New York," kata Richard.

"Padahal kau bisa masak kan, Richard?" ujar Melanie.


"Hem, ya. Tapi hanya steak yang bisa kumasak. Sejak kita di Amerika kita hanya makan steak sekali. Itu pun saat kita baru sampai di Amerika," kata Richard.


"Aku heran, kau bisa saja membawa beberapa uangmu. Tapi mengapa kau malah meninggalkan semuanya kepada mantan istrimu?" ujar Melanie.

"Emm, aku sudah kenyang. Kau saja yang mencuci piring," kata Richard mengalihkan pembicaraan. Ia tak pernah mau membuka suara jika itu mengenai Anisa.

Sejak dua tahun ini ia mencoba sebisa mungkin tak menyinggung apapun tentang Anisa. Bukan karena ia dengan mudah melupakannya. Justru karena ia tak bisa melupakannya, ia tak ingin terus-terusan diingatkan tentang Anisa.


"Ada sisa makanan di bibirmu," kata Melanie seraya mengusap bibir Richard.

Richard menahan tangan Melanie saat menyentuh bibirnya. Ia lantas menatap Melanie.

"I am sory, i just ... " Melanie tak bisa meneruskan kata katanya.

"I know, maybe i also too sensitive. I am sorry," ujar Richard.

Melanie merapikan meja dan bergegas mencucinya. Richard mengusap wajahnya karena tak tahu harus bersikap bagaimana kepada Melanie.

Tentu ia sadari, hanya Melanie yang setiap adanya saat ini. Karena keputusannya meninggalkan PHOENIX membuat anak buahnya pun meninggalkannya.


Ia sadar, jika Melanie benar benar tulus mencintainya. Tapi ia tak bisa begitu saja melupakan Anisa. Hanya Anisa yang ada di hatinya.


"Kau bisa membawakan ini?'' tanya Melanie membangunkan Richard dari lamunannya.

"Oh, okey," ujar Richard.

Iya menghampiri Melanie dan membantunya memindahkan piring dan alat makan yang sudah selesai dicuci.

Tanpa sadar, Richard menyenggol bagian tubuh Melanie saat berjalan. Hal itu membuat Melanie sedikit terkejut.

"Sorry," kata Richard.

"Its, okey," kata Melanie.

Richard kembali membantu Melanie, namun suasana tiba tiba menjadi hening. Telinga Richard nampak memerah. Dan Melanie tahu kenapa hal itu terjadi.


"I am sorry," kata Richard seraya pergi dan langsung masuk ke kamar mandi.

Melanie menghela napas karena sikap Richard. Ia sadar, Richard buruh melampiaskan hasratnya. Namun ia menahannya karena perasaanya terhadap Anisa.

Samar samar terdengar erangan Richard dari dalam kamar mandi. Melanie tahu betul, apa yang dilakukan Richard di dalam.

"Keluarlah," kata Melanie.

"Sebentar lagi, sebentar lau aku selesai," kata Richard seraya melenguh.


"Jangan lakukan seorang diri. Aku akan membantumu," kata Melanie.

"Aaarrrghh!" terdengar suara panjang dari Richard menandakan ia selesai dengan aktivitasnya.

Ia segera membersihkan diri dan keluar dari kamar mandi. Nampak Melanie berdiri di depan pintu kamar mandi.

"Kenapa kau tak mau memintaku? Aku tak akan menolak," kata Melanie.

"Aku tak mau menyakitimu," kata Richard.

"Sejak kapan kau memikirkan hal semacam itu? Kau bisa melakukannya kapan saja. aku tak akan menolakmu," kata Melanie.

"Hentikan, jangan membicarakan hal hal seperti ini. JIka kau mau kau bisa berkencan dengan pria pria di New York. Mereka akan siap tidur denganmu," ujar Richard.

"Aku tak membicarakan tentangku. Aku membicarakan tentangmu. Sampai kapan kau akan menahannya? Jika kau tak mau denganku, kau bisa berkencan. Kenapa kau menyakiti dirimu sendiri?" ujar Melanie kesal.

"Aku tak butuh kencan," ujar Richard.

"Kenapa? Kau ingin kembali dengan mantan istrimu? Apa kau pikir dia akan menerimamu kembali setelah kau tinggalkan dia begitu aja saat dia sekarat?' ujar Melanie.

"I know, she will not," ujar Richard marah.

"Jangan siksa dirimu. Lanjutkan saja hidupmu!" kata Melanie kesal.


Richard menatap kesal ke arah Melanie, ia lantas menarik tubuh Melanie dan menciumnya bertubi tubi.

Melanie pun tak menyia-nyiakan kesempatan itu. Dia membalas setiap sentuhan dan usapan bibir Richard.

Tanpa basa basi Richard membopong Melanie dan menidurkannya di atas sofa kecil. Ia menyerang Melanie tanpa ampun.


Membuat Melanie melenguh tak karuan karena permainan bibir Richard yang menyapu seluruh tubuhnya.

Sudah dua tahun Richard tak melampiaskan hasratnya kepada wanita. Dan karena Melanie terus saja memprovokasinya. Rusak sudah pertahanan dirinya.


Melanie segera melepaskan seluruh pakaiannya, dan richard dengan sigap menggunakan tangannya mengusap setiap jengkal bagian tubuh Melanie membuat Melanie berteriak kenikmatan.

Richard buru buru melepaskan celana Jeansnya. Dia sudah bersiap siap untuk menikmati keindahan bersama Melanie.

Namun,tiba tiba wajah Melanie berubah menjadi wajah Anisa. Dan itu membuat konsentrasi Richard buyar. Ia lantas turun dari atas tubuh Melanie.


"Kenapa?" tanya Melanie.

"I am sorry, i can't," ujar Richard seraya mendengus kesal.


"Kau teringat padanya?" tanya Melanie.


"Melanie please!" ujar Richard yang terlihat kesal.

Melanie memakai pakaiannya kembali. Ia lantas pergi keluar.

"Kau mau kemana?" tanya Richard.

"Aku harus menuntaskannya," ujar Melanie.



****

Bripka Setyo berjalan jalan di jalanan kota Ney York yang saat itu sudah mulai malam. Pria tua ini menuju ke sebuah taman yang ada di sekitar rumahnya.


Ia memilih dudu santai seraya menyaksikan orang orang lalu lalang lewat ataupun bermain di taman itu.


"Bagaimana sekarang Anisa dan Agus," gumamnya mengenang anak anaknya.


Ia lantas mengambil sesuatu dari dalam saku jaketnya. Nampak foto lawas keluarga mereka saat Agus masih kecil dan Anisa pun masih bayi.


Ia memandangi foto keluarga kecilnya sambil tersenyum simpul. Guratan guratan   keriput pun nampak dari kedua sudut matanya,


Tak sengaja pandangannya tertuju pada pasangan di sudut taman. Pasangan itu nampak bercanda tawa sambil bercerita cerita.


"Masa muda yang begitu menyenangkan," gumam Bripka Setyo.


Ia menikmati indahnya hari yang mulai beranjak petang itu. Langit New York, begitu bising.


Kota ini tak pernah damai. Namun tempat ini tempat yang paling damai untuknya. Dia tak peduli akan ada yang mengenalinya.


Ia juga tak akan peduli akan ada yang memburu dan mencari carinya. Meskipun di kota ini ia juga tak bisa menjumpai keluarga tercintanya.



"Excusme?'' tanya seorang gadis.


Bripka Setyo menoleh ke arah datangnya suara.


"Yes," jawab Bripka Setyo.

''Can i seat here?" tanya gadis yang tak lain adalah Anisa.


"Yes please,'' ujar Bripka Setyo mempersilahkan.



Bersambung ...

Back To My Enemy Yui SakuraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang