"Nggak, nggak. Gue mau buktiin kesolidan himpunan kita. Sekarang gue sama anak-anak berangkat ke kos lo. Kita bawain makanan."
Mati gue!
"Tapi Ra-"
"Jangan sampe kenapa-kenapa lagi. Yang tukang tabrak harus tanggung jawab, pastiin dia nungguin lo sampe kami di sana."
"Ra-"
Tut
Mata Gaby memelotot. Kalimat terakhir Dira bagaikan petir di siang bolong. Rey yang memiliki firasat aneh serta merta memundurkan langkah.
Sebuah ide tiba-tiba melesat di pikiran Gaby, ia lantas tersenyum menyorot ke arah Rey. "Ayo jalan, anterin gue pulang."
"Nggak."
Gadis itu tertawa. "Lah, tadi siapa yang ngebet banget jemput gue sampe drama nyulik-nyulik segala?"
"Lu yang drama," balas Rey dengan ekspresi datar.
"Anterin gue pulang, bentar doang abis itu gas jalan."
"Gua nggak mau 'jalan' sama lu. Gua kerja." Rey menekan kata-katanya.
Gadis itu memutar bola mata dan berucap pasrah, "Iyaaa, iya deh. Kerja."
Tak ada respon, ia pun merengek, "Ayo, Abimanyuuu."
Menghembuskan napas pendek, lelaki itu berjalan menjauh tanpa suara, mengabaikan kesalahpahaman yang terjadi bahwa Gaby masih mengira ia adalah Abimanyu. Bodo amat, lebih bagus seperti ini, gadis kesepian itu jadi tidak tahu identitas asli miliknya. Rey menaiki motor, memasang helm lantas menyalakan mesin motor.
Tanpa perintah, Gaby menaiki motor milik Rey dan menyuruh lelaki itu bergegas. Dan sebenarnya tanpa disuruh pun, adalah sebuah kebiasaan bagi Rey untuk senantiasa tancap gas di atas kecepatan berkendaraan manusia normal.
☁️☁️☁️
Sesampainya di sana, Rey yang mulanya berniat menunggu duduk di atas motor sport-nya, tiba-tiba ditarik paksa Gaby untuk menunggu di ruang tamu. Tentu, Rey menolak keras. Dilepas paksa genggaman gadis itu di lengan kirinya.
"Nggak. Gua di sini aja."
"Panas Abimanyu, mending di dalem, toh di ruang tamu, Bu Miriam nggak bakal marah juga," ujar Gaby menerangkan peraturan kos yang ia tempati. Ibu Miriam memang bukan tipe yang sangat strict housemother. Ia memberikan kepercayaan penuh jika ada teman lawan jenis yang berkunjung, tetapi hanya di ruang tamu. Itu juga dengan catatan pintu terbuka dan memberikan konfirmasi kepada beliau melalui pesan singkat di Whatsapp. Dan memang, sedari dulu tidak pernah ada yang 'aneh-aneh' dari semua anak kost. Bu Miriam juga tipe yang suka mengobrol, jadi chemistry beliau sangat terjalin dengan anak-anak kost.
"Lu kenapa tiba-tiba gini?"
"Gini gimana?"
"Tadi lu misuh-misuh, sekarang sok baik ke gua."
"Nggak, tuh." Ia menggidikkan bahu sekilas. "Udah, ya debatnya. Panas. Tinggal duduk doang gue nggak ngapa-ngapain juga ke lo."
Ketika tangan kanan Gaby melayang ingin menangkap lengan Rey, lelaki itu langsung menghindar. "Gua bukan anak 5 tahun yang harus lu gandeng."
Meninggalkan Gaby yang terpaku di tempat seraya menggerutu, Rey melangkah menuju pintu kost.
Gaby menyusul, ia mengambil kunci dari tas hitamnya lantas mendorong gagang pintu. Rey masuk tanpa dipersilakan, mendahului Gaby yang tersenyum kecut.
"Gue ke kamar dulu," pamit Gaby, berjalan ke arah kamarnya mengabaikan sikap kurang ajar Rey barusan.
Yang diajak bicara hanya menjawab dengan mengangkat alis acuh tak acuh. Membuat Gaby menggerutu. "Dasar cowok kurang ajar."
"Ada untungnya juga ya telinga gua tadi kena shock theraphy."
Berbalik badan, gadis itu menatap berang ke arah asal suara. "Maksud?!"
"Nggak."
Gaby pergi melengos ketika mendapati ekspresi penuh kemenangan yang tepatri pada sosok meresahkan yang tengah duduk meangkat satu kakinya tersebut.
Abimanyu, tunggu pembalasan gue!
Ketika sampai di kamar miliknya, Gaby segera menghampiri meja rias dan mencari keberadaan seperangkat alat make up-nya. Pupilnya seketika membesar ketika melihat sesuatu yang ia cari sedari tadi.
Yes! Liat aja lo!
☁️☁️☁️
Bersamaan dengan munculnya sesosok perempuan dan deru motor yang bersahutan, tanda adanya akan kedatangan banyak tamu di luar, membuat perasaan Rey semakin berkecamuk. Ia pikir, firasatnya benar kali ini, ia berada dalam lingkaran setan.
Belum lagi ketika ia melihat Gaby datang dengan berlagak seperti orang pincang dan astaga—wajahnya seperti mayat hidup!
Rey berdiri dari tempat duduknya, menatap Gaby yang seperti ingin pingsan. "Lu sehat?"
Mungkin lebih tepatnya, dia waras?
"Uhuk, uhuk."
Hah? The heck?!
"Tadi lu bisa mukul dan teriakin gua anjir, kenapa sekarang kaya mau mati?"
"HEH!" Datang sebuah suara yang tak kalah sangkakalanya dibanding suara Gaby.
"Udah nabrak anak perawan orang, ngata-ngatain dia pas lagi sakit lagi! Lo niat nggak sih tanggung jawabnya?!"
Beberapa manusia-manusia sok tahu lainnya masuk mengekor di balik perempuan yang berkuncir kuda dan mudah percaya omongan bullshit temannya itu.
Rey menatap Gaby yang kini terduduk 'lemas' di sofa. Sebuah tatapan mengintimadasi Rey layangkan. Alih-alih raut ketakutan, yang Rey dapat malah sebuah senyum miring, seraya gimik kesakitan.
Lelaki itu tak habis pikir ketika menangkap kode yang ia dapat, gadis 'sakit' itu menunjuk tepat pada bagian lutut terbukanya. Karena ia memakai celana pendek, terpampang jelas sebuah perban lengkap dengan noda merah melekat di sana.
Rey mendesis.
Shit. Gua dijebak.

Nida's note:
Im so sowwy guys, agak pendek karena kurang bahan bacaan minggu ini, jadi kayak trigger kosa katanya kurang, huhu. Alur juga ngerasa nggak pede karena kurang persiapan, but prinsipku sekarang berusaha buat selesai daripada sempurna.
"Finish is better than perfect." ☁️
Anyway, sila kasih krisar ya jika berkenan. Sampai jumpa di folder selanjutnya!
KAMU SEDANG MEMBACA
G.Rey
Teen FictionSeorang gadis bernama Gaby secara tidak sadar telah menghabiskan uang bulanannya demi membayar jasa seseorang agar menemaninya menghabiskan waktu untuk-istilah kerennya sekarang-healing. Namun ternyata, pertemuan yang ia bayangkan dan harapkan tida...