[3]

26 6 0
                                    

"Dibayar dan membayar, dua hal yang bertaut dalam peliknya kehidupan. Di pihak manapun, kau akan tumbang jika anak panahmu tak dapat melesat jauh menemukan busur aslinya."
- Jeanor -

━━━━━━━━ ⸙ ━━━━━━━━


Langit yang tadinya masih menunjukkan bias kemerahan itu tergantikan oleh pekatnya sang malam dengan penampakan biru gelapnya namun berhias ribuan titik kecil kelap-kelip dengan satu purnama sempurna di timur sana.

Cantik.

Sama seperti gadis yang masih terlelap dengan sebuah tangan yang masih setia bertengger dipuncak kepalanya.

Sebelah tangannya lagi ia gunakan untuk membaca sebuah buku dengan pasokan cahaya rembulan yang tembus dari celah kaca bening dikamar si gadis.

Sebelah kakinya berselonjor lurus searah dengan kaki gadis cantik yang terbaring damai disampingnya, sedangkan ia dalam posisi duduk sejak dua jam yang lalu. Hanyut dalam bacaan beratnya sebagai salah satu murid semester akhir di Akademisian Luxury.

Merasakan helaian rambut itu bergerak pelan disela-sela jarinya, ia menoleh mendapati mata gadis itu mengerjap beberapa kali menetralisir cahaya yang masuk dari jendelanya.

Menyadari hal tersebut, pria yang menemaninya di kasur itu mengubah posisi duduk yang tadinya bersandar pada dinding kasur, kini bergeser dan menghadap si gadis demi melindungi pandangan gadis itu dari cahaya yang tiba-tiba merasuki kornea matanya sehingga pupilnya tidak terlalu bekerja keras menstabilkan diri.

"Princess kakak sudah bangun, hum?"

Suara yang menyentak kewarasan Davina saat bangun tidur melihat di atas kanannya terdapat pria asing yang mengaku sebagai kakaknya.

Cahaya rembulan itu membuat lekuk tubuh hingga wajahnya berpendar keputih-putihan.

Bisa Davina pastikan pria yang bersamanya ini adalah Arben, mengingat sore tadi Sonya mengatakan bahwa kakak Daviena asli ini akan sampai pada malam hari, entah karena apa tepatnya.

Tapi jika ia bisa menebak, karena pria ini Arben, itu artinya kakaknya baru pulang setelah menjalani bagian dari pendidikannya di Akademisian Luxury. Sayup-sayup ia tadi mendengar suara buku yang pria ini tutup dan diletakkan pada meja nakas disampingnya.

"Ada apa? Kau butuh sesuatu?" tangannya membelai lembut pipi adiknya dengan senyum hangat yang kehangatannya mampu menjalar di relung hati Davina.

Ah, bukan kah Daviena sangat beruntung memiliki pria di hadapannya ini? Aku jadi iri humm.

"Kenapa diam saja? Ayo katakan sesuatu. Oh atau kau marah padaku karena tak sempat mengajakmu ke pesta lampion saat itu?"

Davina masih bergeming, meresapi kehangatan yang membuatnya betah berlama-lama mendengarkan suara itu.

"Kakak meminta maaf kar–"

"Kakak.." lirih Davina tak sadar jika dirinya kini sudah meneteskan air mata dan tentu membuat Arben kaget.

"Hey?! Kenapa? Ada yang sakit? Cepat katakan, jangan nangis.." Arben dengan raut wajah khawatirnya memegang kedua lengan Davina. Sang empu hanya menggeleng pelan.

"Peluk aku," ucap Viena yang membuat Arben sedikit lega. Ternyata adik manisnya ini tengah merindukannya.

Greb

Dengan sekali tarikan lembut, ia mengangkat Davina untuk duduk agar ia bisa dengan leluasa memeluk 'Princess'nya yang sudah tiga bulan tak pernah ia temui karena harus menyelesaikan pendidikannya.

The Quandary PrincessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang