Semangat membaca. Semoga ada baper-bapernya.Kadang aku merasa cerita yang aku buat setiap part nya banyak kata-kata yang sama terus di ulang-ulang gitu. Kalo iya, maaf kan da ku.
Kasih yang bening dulu.Skala kalo lagi mode kalem, aura cakepnya makin ngena dipandang.
-
-
-Pagi menjelang. Dirumah berlantai dua yang tak begitu besar, Lita sibuk dengan pekerjaan dapur. Pagi ini masih pukul 5, setiap hari memang Lita selalu bangun pagi. Selain karena kewajiban sholat subuh di pagi hari, ia juga harus membuatkan sarapan buat putrinya. Meski soal makan, Freya harus di paksa. Gadis itu cukup susah makan. Kalo dibiarkan bisa sehari kuat gak makan. Padahal Lita telat makan saja rasanya sudah letih dan lesu.
Lita memasuki kamar putrinya setelah selesai membuat ayam goreng kesukaan Freya. Semoga saja Freya bisa lahap makan.
Tubuh Lita sedikit menegang kala melihat Freya sedang duduk dengan tangan meremas kuat-kuat pensil yang sedang ia pegang. Bukan itu saja, jiwa nya Freya memang ada disini, tapi Lita yakin jika pikiran gadis itu pasti entah dimana.
"Sayang..." Lita langsung memegang tangan Freya. Berusaha melepas pensil yang sedang anaknya remas kuat-kuat. "ini kalo patah bisa bikin tangan kamu berdarah, nak."
Meski Freya menatap kearahnya, tapi tatapan matanya itu kosong.
"Nak, sini dengarkan mama ya."
Lita membawa putrinya untuk duduk berhadapan di ranjang.
"Mama tau, jadi kamu itu berat. Tapi mama mohon sama kamu, berjuang ya sayang. Kamu gak sendiri, ada mama disini." berjuang yang di maksud ialah tentang trauma masa lalu gadis itu. Freya tak akan sembuh jika ia sendiri tidak mau melawan rasa ketakutan itu sendiri. Ibu mana yang tak sedih dan tak ikut hancur saat melihat anaknya yang dulu ceria berubah menjadi Freya yang murung seperti ini.
Lita mengusap rambut anaknya dengan pelan. "mama mau nanya sama kamu?. Kamu takut sama Skala."
Genggaman tangan Freya pada tangan mamanya mengerat, itu yang Lita rasakan. Freya mengangguk.
"Mama tau kamu pasti takut. Tapi ingat nak, gak semuanya itu buruk. Mama yakin Skala itu baik. Mama gak nyuruh kamu buru-buru menerima dia, tapi cobalah terbuka dengan sekitarnya. Paling engga, kamu bisa berteman dengan dia. Coba lah kamu sedikit tenang saat berhadapan dengan Skala atau siapa pun. Kalo rasa takut mu gak dilawan, mau sampai kapan ?. Mama sedih nak, sedih liat kamu kaya gini." Lita sudah lelah menangis. Dia berusaha tegar dihadapan anaknya, meski kadang kala disaat ia sendirian, Lita ingin berteriak sekeras mungkin. Lita juga seorang wanita yang jiwa nya rapuh. Dia juga butuh pegangan dalam hidupnya. Tapi, apalah daya.
"Mama..."
"Iya nak, kamu gak sendirian. Coba kamu berusaha menghilangkan hal negatif pada orang sekitar kamu ya." Lita hanya sedang berusaha membujuk anaknya agar terbuka hatinya dengan lingkungan sekitar. Lita juga tak mau anaknya anti sosial seperti ini. Iya Lita yakin anaknya itu kehilangan rasa percaya diri. Makanya itu, Lita selalu menyemangati dan menguatkan anaknya, meksi sering kali tak ada hasil. Freya tetap murung, kadang pula sering terlihat ketakutan.
KAMU SEDANG MEMBACA
SKALA
Teen FictionSkala Aidan Nugroho, cowok 18 tahun yang suka sekali bernyanyi dan bermusik, harus menerima perjodohan yang di lakukan oleh kedua orang tuanya. Gadis yang di jodohkan dengan nya ialah Freya, gadis aneh dan gadis ansos yang ada di sekolahnya. Saat Sk...