Bagian 04

273 34 7
                                    

HARI demi hari ketiganya jalani bersama sama. Belum pernah ada pertikaian antara Taeyong dan Winwin, setidaknya sampai saat ini.

Di pagi hari yang cerah ini Winwin memberikan sebuah kejutan kepada suaminya, ia menunjukkan satu testpack dengan garis coretan yang berjumlah dua. Keadaan rumah saat itu terasa begitu bahagia, ada rasa meledak ledak diperutnya ketika mendengar berita itu.

Taeyong tidak merasa sedih ataupun tak ikhlas. Ia malah begitu bahagia dengan kabar gembira tersebut. Ia yakin bahwa sang anak yang telah tiada tersebut akan kembali menemuinya walaupun dengan jalur yang berbeda.

"Kak Taeyong! Ah aku sangat bahagia sekarang!" Winwin memeluk leher Taeyong yang sedang menyibukkan dirinya di taman kecil didepan rumah.

Lelaki yang lebih tua dengan senang hati memeluk balik laki laki yan sudah ia anggap sebagai saudara kandungnya. Ia mengelus pelan belakan kepala Winwin.

"Winwin, kakak tidak bisa membantumu dalam menjaga rahim ini, yang paling bisa menjaganya adalah dirimu sendiri, bukan begitu?" Taeyong melonggarkan pelukannya dan menangkup pipi Winwin, yang diajak bicara mengangguk lucu dengan senyum merekahnya.

"Kalau begitu, kakak akan berjanji untuk merawat anak ini ketika ia sudah besar. Kakak akan membantumu menjaganya dan merawatnya bersama sama, setuju?" Keduanya melakukan high five dengan senyum yang merekah.

"Setuju!!" Sorak Winwin tak kalah heboh.

Keduanya berpelukan bersama, tepatnya Taeyong yang memeluk Winwin. Ia ingin memberikan seluruh kekuatannya untuk merawat anak dikandungan Winwin, mungkin buka darah dagingnya, mungkin bukan dari rahimnya, namun anak itu tetap dan akan selalu berhak mensandang status sebagai anak dari seorang Taeyong.



Sosok lelaki manis dengan surai putih sedang sibuk dengan ponselnya, ia duduk di sofa ruang tengah dengan jemari yang terus menekan tombol tombol huruf di layar datar ponselnya.

Taeyong
Jae, apa hari ini kau sibuk? Aku berencana ingin pergi ke tempat penyimpanan abu anakku.

Selang beberapa menit, notifikasi dari Jaehyun kembali menginterupsi Taeyong.

Jaehyun
Maaf, sayang. Tapi tidak bisa untuk hari ini..
Bagaimana dengan lusa?

Taeyong
Ah.. tidak apa apa, lusa kita akan pergi kesana bersama sama, ya. Aku harap kau tidak melanggar janjimu.

Jaehyun
Iya sayang..
Hati hati dirumah, katakan jika sesuatu terjadi kepada kalian berdua. Kalian berdua sama sama tanggung jawabku!

Taeyong
Tuan Jaehyun, tiga orang! Bukan dua orang!
Anakmu akan menjewer kupingmu jika sampai kau melupakannya.

Jaehyun
Astaga..! Kau benar
Tapi sebelum ia bisa menjewer kupingku, aku yakin ibunya akan lebih dulu menjewer kupingku..

Taeyong
Hahahah.. tapi kau benar juga
Sudahlah, kau harus bekerja. Ingat makan siangnya, sayang.
I love you

Jaehyun
I love u too, Taeyong

Jaehyun menutup ponselnya dan meletakkannya diatas meja. Ia sedikit merenggangkan badannya untuk merelaksasikan tubuhnya.

Sekelibat bayangan tentang kejadian itu kembali menghantui lelaki bongsot tersebut. Sebentar lagi, ia akan mendapatkan malaikat kecil dari suami keduanya namun masih ada rasa tidak ikhlas dan rasa aneh yang menggerogoti dadanya. Entah rasa apa itu, mungkin salah satunya rasa bersalah?

Awan Abu/Jaeyong fanfictionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang